Topik Yang Harus Selesai Sebelum Menikah

Topik Yang Harus Selesai Sebelum Menikah

(sumber: pinterest.com)

Assalamu'alaikum pembaca budiman. Hari ini cuaca terasa panas ya? jangan sampe hati juga ikutan panas. Mari ngadem, berhenti di pos es kelapa muda pinggir jalan, nikmati dengan angin sepoi-sepoi, sambil ngrobrolin soal menikah yuk.

Menikah itu enak gak sih?, mungkin ada yang tanya? Enak but it hard like a roller coaster.  Haha Aku juga pernah membahas sekilas di beberapa tulisan sebelumnya. entah kalian  perhatikan  apa enggak. marriage is not easy like people think.

Aku menikah di usia yang dapat dikatakan gak muda-muda amat. 28 itu tua enggak sih? Masih muda ya? belum terlalu tua juga kan. Hehe. Keputusan menikah juga sudah  benar- benar matang dipikirkan. Sampai akhirnya i think that he is the one i needed

Sebelum ke arah menikah, aku harus melihat bibit, bobot, bebet calonku. Kok sampe segitunya, peritungan, banyak kriteria? Gak gitu ya Marni. Haha. Memiliki Kriteria untuk calon pasangan kita nantinya itu perlu.

Menikah is a serious thing, jadi harus cari yang benar-benar bisa membimbing, mengayomi, mendidik dan memberikan contoh yang baik. Menikah adalah ibadah seumur hidup, jadi bukan main-main. Wajib hukumnya kita punya Kriteria untuk calon pendamping  for the rest of our life . Pastinya dibarengi dengan kita  meng upgrade diri yaa. Gak asal pengen nikah, tapi diri gitu-gitu aja sedangkan kriteria terlalu tinggi untuk di terima nalar. Hehe

Baca jugaKapan Kamu Menikah?

Dulu, ketika duduk di bangku sekolah menengah atas,  aku memiliki impian menikah di usia tidak lebih dari 25 tahun. Kalau menurut perhitunganku. Lulus sekolah 2010 melanjutkan kuliah dan akan lulus di tahun 2014, kemudian kerja 2 tahun dan menikah. Itu targetku jika mengikuti alur yang aku ciptakan. Tapi takdir Allah berkata lain, aku harus  post pone keinginan kuliah selama 2 tahun setelah tidak menerima SNMPTN di tahun pertama dan karena kontrak kerja. Aku Kembali mendaftar kuliah di tahun 2012 dan lulus di tahun 2016.

Entah kenapa, setelah lulus kuliah aku mengurungkan niat untuk menikah. Padahal usia saat aku lulus itu 26 tahun. Selain belum menemukan jodoh, rencananya aku ingin fokus membangun karir dan dapat pergi kemanapun tanpa pamit yang rumit kecuali izin orang tua. Gitu! Emang kalau punya pacar harus pamit kemana-mana? Menurutku sih iya. Gitu gak sih kalian? Hehe

Lalu, di akhir Juni tahun 2018, aku berkenalan dengan seseorang bernama Dipasuta. Hasil dari perjodohan temen sekantor. Selama bertemu akhirnya kami membahas banyak hal, sampai di tahun 2019 kami memutuskan menikah. Cepat ya? kayak kejar tayang nih kayaknya. Hehe. Sejujurnya aku sangat-sangat  insecure and not comfortable untuk berkenalan dengan cara perjodohan. aku takut. Takutnya, dia akan kecewa denganku, terutama kelakuanku yang sangat barbar (tidak menunjukkan wanita anggun. Hehe, mungkin kalau dia kenal sejak dulu dia akan ilfeel). Aku cukup rendah diri untuk mengakui jika aku pantas untuk siapapun. Serious im not into it makanya aku jomblo cukup lama. Haha

Entah kenapa dengan seorang Dipasuta ini, segalanya seperti dimudahkan semesta. Semuanya serba mendukung termasuk keluarga kami berdua tanpa ada kendala sedikit pun. Nah, dalam jangka waktu satu tahun dari kenal sampai dengan menikah. Mas Dipa menunjukkan keseriusannya, bahkan semua perkenalan antar orang tua, lamaran, balas omongan, itu semua di awal oleh idenya. Aku sungguh-sungguh santai, tidak nggoyo dengan pikiran harus menikah dengan cepat. Bukan berarti aku tidak serius dengannya. Aku nyaman, bahkan apa yang aku harapkan menjadi pasangan ya ada di dia. As a couple he treats me well, like a queen, but  if we talk about marriage, i've to think twice. Kalaupun aku akan menikah, dia harus tau seluk beluk keluargaku bagaimana. Sedangkan aku masih maju mundur untuk menjelaskan latar belakangku seperti apa. 

Setelah menjelaskannya pun, aku sempat mempersilahkan dia untuk menemukan seseorang yang lebih dariku. Yang mungkin tidak mempersulit hidupnya kelak. Aku akan legowo melepaskan tanpa kecewa sedikit pun. Drama ya? but thats consequence. Aku tak mau lelah di kemudian hari ataupun ada perdebatan setelah kami berada di titik paling serius, kami tak ingin berselisih tentang hal yang harusnya bisa diselesaikan di awal. Dia tidak berniat mundur, justru memberikan afirmasi yang baik. i.m touched. 

Pembahasan pun berlanjut, meskipun seagama ada beberapa nilai yang harus kami clear kan di awal. Tentang bagaimana keyakinan begitupun denganku. Menyepakati tentang keyakinan masing-masing selesai, selanjutnya tentang  do and dont's terkait dengan rumah tangga kelak. Alasan saya melakukan diskusi itu, sejujurnya didukung dengan banyak stereotip yang lekat di masyarakat. Setelah menjadi ibu rumah tangga ruang lingkup akan terbatas hanya akan berkutat dengan dapur, anak dan ranjang. Sedangkan menurutku, menjadi istri tidak harus dibatasi aktivitasnya, istri tetap bisa memiliki  me time , karir dan segala pekerjaan rumah bisa di handle berdua. Takutnya dia tidak sepemahaman denganku terkait kehidupan pernikahan. Mungkin diskusi ini juga yang bisa kalian gunakan ketika kalian akan memutuskan untuk menikah.

Pekerjaan

i m not quit my job itu yang aku ungkapkan pertama kali saat mas bojo membahas bagaimana kehidupan pernikahan kami kelak. Aku tidak akan berhenti bekerja hanya karena aku menikah. Aku akan berhenti, jika ada masanya dia merasa mampu memenuhi kebutuhanku secara lahir dan batin. Dia sedikit terkejut, karena menurutnya apabila ingin berpenghasilan, seorang wanita itu tidak harus bekerja, dari rumah pun bisa bekerja dengan berwirausaha.

Aku menolak. Aku masih belum siap berwirausaha. Pasti butuh biaya dan persiapan matang untuk tidak merasa mental breakdown  saat dagangan tidak laku. posisinya saat itu aku nyaman dengan pekerjaan yang sedang aku geluti. Sekali lagi aku tidak mau harus mengorbankan pekerjaan ketika aku harus bergelar istri. Menurutku itu tidak adil. Mengapa pria setelah menikah bisa tetap bekerja dan menjadi kepala rumah tangga, sedangkan ketika wanita menjadi istri, dia harus tinggal di rumah mengurus segala keperluan anggota rumah. Seolah menjadi istri tidak memiliki peluang untuk sukses meniti karir. Menjadi istri tidak serta merta harus melepaskan keinginannya untuk tetap berdikari  and he accepted!, so  aku tetap melanjutkan bekerja.

keuangan

Uang suami uang istri, uang istri tetap menjadi istri.

Pasti sering kan mendengar ungkapan seperti itu? awalnya emang seru ketika belum menemukan pasangan. Bisa berucap ngawur dan mengiyakan pernyataan itu, tapi ketika mendekati masa-masa akan berumah tangga, maindset pun aku ubah, aku tidak bercita-cita mengakuisi ekonomi bojo. Aku hanya mengingatkan mengenai kewajibannya apa saja terkait masalah nafkah  which is dia pasti lebih paham.

Visi misi dalam mengatur keuangan harus mencapai mufakat sebelum kami menikah. i'm realistic  sedikit banyak kasus perceraian yang terjadi atau pemicu keretakan rumah tangga dimulai dari ekonomi yang tidak transparan. Kami mengetahui tentang penghasilan kami sebelum menikah untuk apa saja sejauh ini, apakah memiliki tanggungan atau hutang dan sebagainya. seberapa sering membeli barang-barang, dan melakukan aktivitas liburan. make it clear

Saya enggak pernah memaksa mas bojo harus memberikan nominal tertentu penghasilannya. Yang penting dilaksanakan dan sesuai dengan kebutuhan kami. Nah mas bojo mempercayakan untuk aku yang mengatur keuangan rumah. Oke setuju.

Pekerjaan Rumah

Seperti yang aku katakan di awal, aku takut jika menjadi istri lingkup seorang wanita akan terbatas, hanya berkelutan dengan dapur, anak dan ranjang. pernah berkunjung dan ikut mengamati keluarga mas bojo yang mendukung pertanyataan tersebut, jadi tambah panik. Aku takut mas bojo menganimi hal tersebut. Meskipun pada kenyataanya, keluarga mas bojo sangat tidak merasa keberatan dengan pembagian pekerjaan rumah di tangan istri dan urusan nafkah adalah suami. 

Menurutku pribadi, Jika semua tugas di menangani istri dengan pemahaman jika istri adalah sosok wanita yang notabene selalu menggunakan perasaan dalam segala hal, ya suami juga bisa menggunakan logika untuk memahami bagaimana pekerjaan itu diselesaikan. Jika suami mengatakan tidak bisa atau tidak sabar (tidak sabar), ya harusnya kesabaran itu menuntut. 

Jika istri yang harus mengurus semua pekerjaan rumah  like a slave, right?  i dont want it

Menikah bukan untuk menambah beban seorang wanita. Benar-benar Ya ! Sedangkan di masa kecilku. Ibu dan bapakku bekerja sama mengurus rumah. Mereka selalu bergantian meskipun sama-sama bekerja. Menurutku kehidupan rumah tangga seperti itu adalah impian.

Oleh sebab itu, aku mengutarakannya, walaupun aku menjadi istri pekerjaan rumah harus dibagi. Paling tidak, ketika kita sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tidak akan diperparah ketika tiba di rumah. Saling memahami dan bertanggung jawab pada rumah yang kami tempati.

Tempat tinggal

Setelah menikah aku tidak ingin  tinggal dengan mertua ataupun dengan orang tuaku. Menurutku itu demi kebaikan dan untuk menjaga hubungan silaturahami tetap baik. Kalaupun masih belum ada rumah, kami bisa kos ataupun ngontrak untuk sementara waktu. 

Alhamdulillah mas bojo setuju. Kami ingin mandiri mengatur rumah tangga yang akan dibangun nantinya. Jauh dari orang tua, tidak membuat kami khawatir karena sesekali kami akan bergantian berkunjung. Setidaknya sampai sini perspektif tentang tempat tinggal setelah menikah menemukan kejelasan.

Sex life

Terakhir, obrolan dengan mas bojo agak tabu, padahal kami belum menikah. Hehe. Karena ilmu kami hanya berdasarkan katanya dan artikel yang tersebar di mbah google, kami mulai menyamakan pendapat terkait sex life after married ini. Mula-mula ragu membahasnya. Menurut kalian sopan gak sih tanya “kamu masih perawan/ perjaka?” ke calon pasangan. Hehe. For me itu penting banget. Penekananya ini sekali lagi menurutku, nilai yang aku pegang teguh.

Aku sangat menjaga keperawanan sampai pada masanya aku menikah, beruntungnya itu juga yang mas bojo pegang. Sejujurnya kami sama-sama awam soal sex life but we try not to ignored kalau itu bahasan penting untuk rumah tangga kami nantinya.

Sekarang setelah kami menikah, semua diskusi diatas terlaksana dengan baik. Aku dan mas bojo menikmati moment tinggal berdua. Adapun perdebatan, hanya kami berdua yang tahu dan yang dapat menyelesaikannya tanpa campur tangan orang tua ataupun pihak lain. Kami menikmati waktu untuk tumbuh dan saling menyayangi satu sama lain.

baca juga: Q&A setelah Menikah

Semoga kita memiliki rumah tangga yang sesuai syariat Islam Sakinah, Mawaddah, Warahmah, entah apapun masalah yang akan datang dapat diselesaikan dengan baik, dan dijadikan sebagai pelajaran untuk kami terus berpikir ke depan. Nah,  menikahlah apabila kalian pembaca merasa mampu, jangan lupa list dulu apa yang harus dibahas berdua sebelum tangan si pria berjabat tangan dengan pak penghulu. Karena setelah kata "sah" dan tiba-tiba menjadi pandangan tentang pernikahan, itu akan memicu koflik yang tiada habisnya. Semoga tidak yaa..

Mengatur Keuangan Keluarga Milenial Sedap-Sedap Ngeri!

(Source :Pinterest.com)

Assalammualaikum pembaca budiman. Apa kabarnya hari ini, sehat selalu kan ya?. Eh sudah mendekati akhir bulan, lagi nunggu gajian atau masih jauh dari penantian?. Kalau sudah, apakah sudah terplot dengan rapi?. jangan sampai boncos ya, karena pada dasarnya nunggu gajian itu lebih capek daripada nunggu habisnya. Hehe

Dimulai menjadi Menteri Keuangan  Keluarga Kecil

Sejak menikah dan memiliki gelar “menteri keuangan” begitu mas bojo menyebutnya. Aku mulai rajin mengatur dan membuat plot pengeluaran di keluarga kecil kami untuk satu bulan ke depan. Sebenarnya membahas cashflow itu sedap-sedap ngeri alias gampang-gampang susah, betul tidak? Kadang yang terplot untuk apa, jadinya untuk yang lainnya. Belum lagi harus menulis setiap pengeluaran sekecil apapun itu. Ada hal yang memang harus di redam ada pula yang memang harus direncanakan mulai dari sekarang. Begitu pesan dari para tetua mengenai keuangan rumah tangga yang sering sampai di telinga. Yang kalau di pikir-pikir secara serius benar juga. Mengatur keuangan rumah tangga itu tidak bisa di bilang mudah, tidak pula bisa di katakan susah. Well, Aku akan coba menyampaikan bagaimana caraku melakukan proker "menteri keuangan" rumah tangga ala Dian.  Akan aku jabarkan secara ringkas, padat, jelas kalau bisa disemati candaan biar gak terlalu serius bangeeeet.

Sejujurnya aku baru mempelajari finansial dengan sungguh-sungguh setelah aku menikah. Ralat beberapa bulan setelah menikah. Hehe. Bahkan sampai sekarang ini juga masih belajar. Sebelumnya, boro-boro aku mengatur pendapatan setiap bulan. Ada saldo di ATM saja seperti hanya memberi salam lalu pamit tanpa penjelasan. Entah kenapa, gaji itu cepat banget habisnya. haha. Ada yang gitu juga pembaca budiman, uang di ATM terasa seperti dana siluman? Hahaha

Sebagai generasi milenial yang baru saja dapat gaji. Dulu. aku lebih memperioritaskan keinginanku membeli ini itu. Aku tergolong orang yang suka travelling ke sana dan ke sini. Tanggung jawabku saat itu sebatas membiayai sekolah adek sampai lulus sekolah menengah atas. Setelah usai, aku kembali dengan diriku yang hura-hura. Aku belum memiliki tabungan sama sekali. Aku baru sadar ketika kuliah “kok yang aku punya cuma ini-ini aja” haha galau deh, mulai menyesali beberapa item yang terbeli. Benar-benar contoh generasi milenial konsumtif alias boros kan? (jangan di contoh ya, ayo generasi milenial yang baca tulisan ini segeralah sadar)

Mulanya aku belum memikirkan tentang investasi ataupun dana darurat yang sebetulnya itu perlu sangat perlu untuk dimiliki. Aku punya prinsip, sejak aku bekerja pertama kali di tahun 2009, aku harus memiliki sesuatu yang menurutku itu patut untuk dijadikan sebuah “aset kebanggan”. Semisal aku memiliki barang yang nilainya lumayan “eh aku beli ini ketika aku kerja di tempat ini” semacam itu. Aku menyebutnya sebuah reward telah bekerja keras sehingga aku mampu memenuhi keinginanku sendiri. Tapi seiring perjalannya, karena terlalu memikirkan “kebanggaan” aku sampai lupa untuk membeli sesuatu yang lebih berharga. Hehe

Setelah lulus kuliah dan mulai bekerja kembali, aku menata ulang keuanganku sekedarnya. Iya sekedarnya, sekedar tidak kekurangan uang jajan. Hehe. Ya walaupun setelah kembali berpenghasilan sendiri, aku masih tergoda untuk mengumpulkan barang-barang menurut adalah sebuah "kebanggaan". Hehe. Alasan aku melakukannya sangat klise, semacam balas dendam karena dulu kalau beli apa-apa nunggunya lama banget, sampe barang yang di inginkan udah gak ada di pasaran.

Di tempat kerja yang baru, aku berkenalan dengan seseorang yang bekerja di bank, dia mengajakku untuk membuka rekening tabungan tanpa aku harus datang langsung. Aku setuju bahkan aku juga bisa membuka rekening untuk bapak tanpa bapak harus datang ke sana, hanya memerlukan tanda tangan di atas form pendaftar bank yang dia berikan. Sekian bulan setelah aku memiliki rekening tabungan tersebut, aku iseng datang ke bank untuk melakukan print out. 

Baca juga: kamu sudah isi? pertanyaan tradisi untuk pasangan yang telah lama menikah

Mbak-mbak teller di sana menawariku untuk membuka tabungan berjangka tanpa sanksi apabila tidak melakukan autodebit dari rekening utama. Menurutku worth it, jadi aku mengambil 2 tabungan sekaligus, masing-masing berjangka 1 dan 2 tahun dengan penerima aku sebagai sumber dana dan atas nama bapakku. Yang aku pikirkan, mungkin nantinya bisa digunakan jika adekku ingin melanjutkan kuliah, atau untuk keperluan lainnya. Sekedar informasi, pekerjaanku bukanlah pegawai negri sipil, untuk BPJS pun aku masih mandiri, Hehe  

Beruntungnya setelah 2 tahun kemudian tabungan itu cair. Dan kebetulan pula mendekati tanggal aku akan menikah, jadi aku gunakan untuk modal nikah deh. Hehe. Terbesit dalam pikiran "Untung saat itu memutuskan menabung". Memang Tuhan punya cara suka-suka untuk menggerakkan hati hambanya. 

Memiliki Tabungan Perencaaan untuk masa depan

(source: bali.tribunnews.com)

Tahun 2019, setelah persiapan penikahan selesai dan aku sah menjadi istri. Mas bojo memberikanku tanggung jawab untuk mengatur seluruh penghasilannya sedemikan rupa guna memenuhi kebutuhan rumah dan kebutuhanku. Karena aku juga masih berstatus bekerja, mulai deh safari di internet metode yang pas untuk mengatur penghasilan kami berdua. Aku menemukan sebuah metode yang sempat aku terapkan, yakni metode 50, 30, 20, dengan pengertian gaji dibagi menjadi 50% untuk kebutuhan, 30% keinginan, dan 20% simpanan (tabungan). Alhamdulillah berjalan sementara. Haha.

Mengapa aku katakan sementara, karena pengeluaran dan pendapatan kami dalam satu bulan ternyata rancu. Sebab dalam satu bulan nominal yang aku pegang berubah-ubah khususnya penghasilanku. Ternyata setelah menjadi “menteri keuangan” rumah tangga, aku harus mempersiapkan dana extra untuk hal-hal tak terduga di samping dana darurat. Hehe. Maklum ya, namanya juga newbie walaupun sudah prepare sedemikian rupa, waktu eksekusi selalu menemukan hal-hal yang tak terduga.  Pengeluaran tersebut seperti perawatan kendaraan, rumah beserta isinya, undangan pernikahan, takziah, jenguk orang sakit, ataupun kunjungan keluarga. Itu sebabnya aku katakan rancu karena ada pengeluaran yang over budget dan mau tak mau aku harus mengganggu presentase keuangan lainnya.

Pada akhirnya yang bertahan dari metode 50, 30, 20 hanyalah 20% untuk tabungan. Setidaknya aku sudah mempersiapkan tabungan sejak awal kami berstatus suami istri. Aku memutuskan membuka tabungan berjangka dengan kurun waktu 2 dan 5 tahun dan bisa berlaku kelipatan. Sebuah bentuk investasi yang kami siapkan untuk masa depan nanti dan ini menurutku sangat-sangat berguna. 

Mengalokasikan anggaran

Karena metode budgeting 50,30,20 tidak berjalan dengan baik. Akhirnya aku mem-breakdown apa saja pengeluaran selama satu bulan, supaya keuangan kami sejahtera dan tidak tutup tambal. Hehe. Mungkin bagi sebagian orang, metode ini efektif karena sesuai dengan anggaran belanja mereka setiap bulan, tapi tidak dengan keluarga kecilku. Maka aku harus menemukan cara mengatur keuangan rumah tangga agar tidak boros.

Jika sebelumnya aku hanya menentukan berdasarkan besaran nominal dan presetanse. Kini aku membuat susunan anggaran sedetail mungkin setelah menggumpulkan gajiku dan mas bojo. Aku membaginya menjadi tiga katagori finasial Living, Saving, and Playing. Sebenarnya metode ini tidak jauh beda dengan plot yang aku lakukan sebelumnya. Namun aku ingin memperincinya. Kategori Living terdiri dari kebutuhan belanja bulanan seperti beras, sabun, sampo, minyak, gas, galon dll. Sebelum menentukan beli ini itu pun, aku harus kroscek dengan persediaan yang ada. Sekiranya cukup untuk 2 bulan, aku tak perlu memasukkanya ke dalam list belanja.  

Selanjutnya belanja mingguan, atau anggaran belanja untuk memasak tiap hari dalam seminggu. Seperti belanja sayur dan lauk pauk. Aku membaginya ke dalam 4 minggu dengan pos keuangan di masing-masing week terjatah pasti, jadi apabila ada lebihan di tiap minggu, maka akan masuk pos keuangan “lebihan”. Katagori living selanjutnya adalah tagihan listrik, Orang tua, PBB, wifi, transportasi, cicilan, iuran kampung, orang tua semuanya tercatat sempurna sesuai nominal yang dibutuhkan. Gak takut kurang, kali aja naik?. Aku selalu melakukan pembulatan ke atas dan sedikit lebih untuk jaga-jaga ya yeorobun, sejauh ini semuanya aman.

selanjutnya katagori saving, karena sebelumnya aku hanya menggunakan 1 rekening dan itu membuat keuangan kami salah kaprah. Kini, aku menggunakan 2 rekening untuk membedakan tabungan jangka panjang dan tabungan harian. Jika tabungan berjangka sudah jelas arahnya ke mana, lalu apa fungsinya tabungan harian?. Khusus tabungan harian ini aku gunakan untuk membeli sesuatu yang aku dan mas bojo inginkan. 

Ditambah, saat ini zaman sudah canggih, hampir segala aspek kehidupan kita di dunia yang fana ini dipermudah dengan teknologi. Selain tabungan berjangka, aku juga melakukan investasi yang dapat aku lakukan melalui platform aplikasi di handphone. Tentunya platform yang legal. Inget ya pembaca budiman, yang legal dan sah terdaftar di OJK. Hehe.

Selanjutnya ada dana darurat. Biasanya aku gunakan ketika ada perbaikkan rumah beserta isinya maksudku perabotan rumah ya (pompa air, mesin cuci, kompor, genteng bocor dll), undangan pernikahan, takziah, beli kado dan masih banyak lagi printilanya. tentunya kegiatan tersebut tidak terjadi setiap bulan. Dan apabila dana tersebut tidak dibutuhkan bisa beralih menjadi tabungan. (Tabungan teroooos, Hehe). Terakhir Playing, seperti have fun atau liburan dan sedekah setiap bulan. Semuanya sudah terplot rapi dan di usahakan tidak melebihi budget.

Aku dan mas bojo sepakat, untuk liburan jika di tempuh dengan waktu berhari-hari atau liburan antar provinsi semisal pergi ke Jogja, Semarang, Bandung, Jakarta atau Bali, dapat dilakukan maksimal 1 tahun 2 kali. Pastinya liburan semacam itu butuh biaya extra. Untuk bisa mewujudkannya, aku sebisa mungkin tidak mengganggu pos keuangan yang lainnya. Sebelumnya pun, aku harus merencakan biaya yang diperlukan, sehingga di sana benar-benar bisa menikmati liburan tanpa memikirkan anggaran after holiday. Sedangkan untuk liburan jarak dekat, bisa dilakukan di akhir pekan. Semisal berkunjung ke keluarga, ataupun datang ke tempat-tempat wisata yang tidak membutuhkan biaya besar.

Mencatat pengeluaran sampai yang terkecil

Sejak menjadi “menteri keuangan”, aku lekat sekali dengan bon, struk, nota pembelian jika sumber dana berasal dari dompetku. setelahnya pun aku tidak membiarkan lembar-lembar itu hanya menjadi penebal isi dompet, tapi aku juga mencatat semuanya. Mulai dari pengeluaran sekecil apapun itu sampai dengan pengeluaran terbesar. Semisal uang ke toilet umum apabila kondisi kami di luar rumah, uang parkir ataupun pak ogah di jalan yang kadang hanya sebesar 1000 perak. Semua itu sudah masuk ke dalam buku besar.

Awalnya aku ragu untuk mencatat nominal kecil tersebut. Aku mengganggapnya duit receh. Pasti tidak berpengaruh besar. Aku yakin tidak akan ada perbedaan yang signifikan dalam keuanganku.  Lelah juga jika harus berkali-kali mncatat pengeluaran sekecil itu. Meskipun aku di bantu oleh aplikasi di android. Hehe. Tapi ternyata dengan mencatat setiap pengeluaran berapa pun besarannya, itu sangat membantuku melacak kesehatan keuangan rumah tangga kami selama satu bulan sebelumnya. Jadi aku tau, selama satu bulan missing nominal kecil diperuntunkan untuk apa

Melakukan Finansial Deep Talk 

Seperti yang aku katakan di awal, mengatur keuangan rumah tangga itu sedap-sedap ngeri. Jika memiliki pasangan yang saling mendukung, terbuka dengan cash flow rumah tangga, memahami kebutuhan yang ada di rumah serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka, kondisi rumah tangga akan aman sejahtera untuk saat ini dan nanti. Begitupun sebaliknya, jika mendapati pasangan yang tak saling memahami, masa bodoh dengan keuangan rumah, menuntut ini itu padahal kebutuhan pokok lainnya masih kurang, yang terjadi hanya percekcokan berulang. bahkan kisah-kisah perpisahnya suami istri juga bisa di picu karena tidak adanya saling topang atau saling jujur mengenai ekonomi. Bukan begitu pembaca budiman?

oleh sebab itu, aku dan mas bojo sebagai keluarga milenial sering sekali melakukan finansial deep talk. Obrolan khusus untuk membahas keuangan kami. Pernah ada kejadian, ketika kami ada keinginan untuk membeli sesuatu, dana sudah terplot dan akan terealisasi dalam waktu dekat. Budget sudah sesuai dan menurut kami itu terkalkulasi dengan benar, kami berpikir aman sampai akhir. Tidak ada pengeluaran tambahan kalaupun ada, sudah tercover dengan dana tambahan yang sudah kami siapkan. Terbelilah barang tersebut. Sayangnya, tak berapa lama kemudian ada hal diluar dugaan. Dana darurat pun jauh dari cukup. kami kelimpungan dan harus memutar otak untuk menemukan solusi yang tepat. Beruntungnya masalah segera terselesaikan, tanpa kami harus saling menyalahkan karena sedari awal pernikahan finansial deelp talk telah kami terapkan. 

Dalam berumah tangga, karena penghasilan dua sumber di jadikan satu. aku dan mas bojo sebisa mungkin terbuka dan transparan mengenai hal apapun ketika menyangkut keuangan. Kami tak ingin ada perdebatan yang berkepanjangan mengenai soal yang sama. Jadi, sebisa mungkin kami saling percaya satu sama lain. Setelah semua hal diatas telah kami lakukan. Mendekati gajian berikutnya. Kami mulai mengevaluasi anggaran sebelumnya. Mungkin ada hal yang memang perlu ditambah, di kurangi ataupun di pending. 

Nah pembaca budiman, Mungkin penjelasan mengenai cara mengatur keuangan keluarga kecilku ini terlalu singkat, mungkin juga enggak mencover pertanyaan dalam benak kalian (sok iye ya, Haha). Yang jelas kondisi rumah tangga setiap orang itu berbeda-beda. Aku tidak bisa menyamaratakan cara, metode, ataupun anggaranku dengan kalian. Mungkin ada hal yang harusnya di kalian ada, tapi di aku masih belum perlu. Tapi setidaknya, sebagai generasi milenial, yang masih memiliki kesempatan untuk belajar dan mendalami finansial planning. Aku mencoba untuk mengatur keuangan keluarga kecilku dengan jelas dan terarah. Semoga apa yang aku sampaikan sedikit banyak membantu kalian yaa. 

Menulis Menyehatkan Mentalku

(Source: Google.pic.com)

Menulis Menyehatkan Mentalku

Menulis merupakan caraku menyembuhkan mental yang kerap kali di hampiri problematikan kehidupan. Menjadi penyembuh yang disebab oleh ocehan, pertanyaan, teguran, ataupun ketika aku berada di titik terbawah saat kehilangan orang-orang yang aku cintai. Menulis adalah self healing terbaik. Suasana hatiku kembali membaik setelah aku menulis banyak hal yang aku rasakan. Kegiatan menulis seolah seperti terapi.  Kekangan yang menyesakkan dada sirna begitu saja. Aku tak bisa mengungkapkan kekesalanku dengan bicara, tapi aku bisa melakukan sumpah serapah dengan menulis. Aku sangat paham itu tak baik, menyumpahi melalui tulisan. Tapi aku usahakan tulisan itu aku buat se-smooth mungking agar tidak terbaca kasar. Hehe.

Aku tergolong orang yang cerewet. Banyak omong begitulah orang bilang. Tapi aku tak pernah sekali pun membagikan apa yang sebenarnya aku alami kepada orang lain. Aku terlalu takut jika aku di cemooh ataupun dijadikan bahan gunjingan. Jadi sebisa mungkin aku mensortir apa yang akan kusoundingkan. Aku lebih memilih untuk menceritakan hal-hal baik saja sejauh ini, bukan berarti aku tak cerita ataupun curhat ke seseorang. Tentu aku pernah, tapi yang aku maksud cerita sedih yang saat itu aku alami, jika terpaksa harus menceritakan hal buruk yang telah menimpaku, sebisa mungkin aku lebih menceritakan proses untuk melaluinya, bukan saat aku meratapinya. Aku lebih memilih mengekspresikan apa yang aku rasakan lewat tulisan. 

Menulis sambil ngedrakor

Lucunya, kadang saat aku sedang membuat tulisan, aku sering menyelanya dengan menonton drama korea. Bahkan untuk satu tulisan aku bisa menghabiskan 2 sampai 3 episode. Ya begitulah. Mungkin bisa dikatakan multi tasking. Hehe. Tidak selalu seperti itu kok, yang jelas kalau aku sedang menonton drama berarti aku buntu ide. Jadi aku butuh mengistirahatkan otak sejenak. Salah satunya dengan menonton drama korea. Kadang ada hal lain yang aku lakukan selain menonton drama. Aku kerap memutar lagu pop di youtube sebagai alternatif jika aku tidak punya list drama. Menurutku itu sangat membantu.

Beruntung aku bertemu situs blog. Blog adalah wadah terbaik untuk menyebarkan tulisan tentang apa yang aku alami ataupun yang ingin aku sampaikan. Mungkin iya banyak tulisan-tulisan remeh yang menurut orang tidaklah penting, tapi bukankah cara seperti ini lebih baik daripada memendam semuanya sendiri. Oleh sebab itu aku menekuni menjadi blogger. Entah apa yang terjadi, aku mencoba menuangkannya bentuk tulisan dan aku upload untuk dibaca orang lain. Menulis adalah jalan ninjaku untuk tetap bertahan di kerasnya dunia ini. Setidaknya aku memiliki jejak digital yang menjadi saksi atas diriku yang mampu berdiri kini.

 Baca Juga: Tips Menulis Ala-ala

Awalnya aku hanya menulis ketika aku senggang, mungkin kalian ingat tulisanku di konten sebelumnya kenapa aku mulai aktif di blog lagi. Ya karena pekerjaan di kantor yang tidak begitu banyak. Namun setelah beban pekerjaan bertambah, aku kembali menelantarkan blogku ini, sangat disayangkan, tapi mau bagaimana lagi pekerjaan menjadi prioritasku nomer satu. Saat itu aku mengalami fase dimana seluruh ide menulis ambyar tak tersisa, semuanya terkuras dengan pekerjaanku sebagai digital marketing di suatu perusahaan.

Dua tahun belakangan, setelah resign dan binggung harus melakukan apa di rumah selain mulai mengembangkan bisnis online. Aku  memutuskan kembali menulis. Semoga kali ini istiqomah ya. Hehe. Aku memulai lagi dari bawah lagi mengembangkan ide-ide, mencari insipirasi, menemukan tema yang pas untuk konten blogku. Jujurly fokusku bukan pada nominal yang aku dapatkan dari menulis. Tapi pada pembaca budiman yang setia membaca tulisanku ini. Dulu, pembaca artikelku ribuan namun kini hanya segelintir orang. Meski begitu aku tetap besyukur masih ada peminat dengan blogku ini. 

Hadiah Untuk Seorang Blogger

Menulis dan Berpenghasilan

Selamat menikmati hari senin yang ceria pembaca budiman. Iya senin, sengaja upload artikel selanjutnya di hari senin biar tetap semangat. Kali ini bahasnya tentang menulis. Sebuah hobi yang gak sekedar hobi tapi juga berpenghasilan, Ibarat pepatah sambil menyelam minum ar. Hobinya nulis rewardnya rupiah. Disclaimer diawal ya.. semua tulisan ini tidak semata-mata untuk meraup rupiah karena blog ini merupakan blog pribadi jadi isinya yaa suka-suka. Kalian juga bisa suka juga bisa tidak. Hehe 

Jadi gini, awal mulanya kegiatan tulis menulis ini dilakukan sejak aku SD. Inget kan ya, dulu di sekolah guru selalu memberikan PR mendekati libur panjang “jangan lupa buat cerita tentang liburan kalian ya.” nah aku tipikal siswa yang getol banget tuh menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk menceritakan pengalaman liburanku, meskipun itu hanya di rumah, gak kemana-mana seperti liburan sekolah sekarang ini. Hehe. Serius aku ini model siswi yang suka banget menulis apa pun saat itu. 

Generasi 90-an pasti banyak bangetkan yang punya buku diary. Kalian salah satunya kah? kalau aku iya. Aku suka sekali koleksi buku diary, sekadar untuk temen-temen isi biodata di sana ataupun untuk mengenang cerita yang aku alami. Apalagi jika diary itu menggunakan kertas licin mirip dengan jenis buku kiki. Itu loh buku tulis mewah merk Kiki yang isinya gak sampai 38 lembar, mengalahkan Sidu tapi harganya masya allah MAHAL. Hehe. Saat itu, untuk anak seusiaku buku diary jadi ajang bertukar informasi sekaligus cara untuk bisa lebih dekat lagi dengan teman. Semisal si A suka apa, hobinya apa, zodiaknya apa  jadi ketika dia ulang tahun bisa tuh, kita kasih kado yang gak jauh-jauh dari kesukaannya berdasarkan info dari buku diary yang dia isi. Yuk generasi 90-an angkat tangan. Jadi nostalgia masa kecil gini :P

Sewaktu SMA pun aku memiliki buku diary yang masih aku simpan rapi hingga sekarang. Rasanya geli sendiri kalau harus membaca ulang tulisanku. Tulisan anak remaja dengan bahasa yang mendayu-dayu. Haha. Lalu era berubah, diary mulai kutinggalkan karena aku sibuk dengan kuliah. Saat itu, kuliah menuntutku untuk aware dengan perkembang dunia digital sehingga aku mulai dekat dengan internet. 

Bersinggungan dengan blog pun aku tak sengaja. Saat itu aku merasa bosan menjadi mahasiswa yang terus bergelut dengan leptop karena tugas tak pernah jera membuat mata dan otak Lelah. Iseng aku melakukan blogwalking alias melakukan view beberapa blog orang-orang. Entah dia sedang menuangkan kegalauan, romansa cintanya, cerita keseharian, review synopsis drama korea, ataupun melakukan tutorial make up ataupun review produk. Aku suka sekali dengan semua tulisan di blog mereka. Tanpa aku sadari, aku merasa setiap tulisan sang owner blog membangkitkan minatku untuk menulis kembali. Tergelitiklah untuk sign up blog dengan nama myspacedianov.blogspot.com di tahun 2013.

Kalau kalian penasaran dengan apa yang aku tulis pertama kali di blog, kalian bisa view blogku di tahun 2013 kok. Artikelnya tetap di sana dan tak pernah ku hapus, hanya beberapa kalimat aku benahi supaya tulisannya rapi. Malu juga kalau memberikan contoh tulisan yang acakadul (emang tulisan saat ini sudah baik?) hehe

Baca juga : Asal Muasal Menulis

Oh ya, untuk konten di blog. Aku tidak rutin ya pembaca budiman. Ada masanya aku merasakan buntu, jadi blog aku biarkan kosong eh bukan kosong tapi gak rutin update. Kalian bisa cek sendiri dari di tahun 2013-2016 sedikit sekali artikel yang aku upload. Aku memang benar-benar buntu, ditambah juga aku harus fokus mengerjakan skripsi karena deadline wisudaku sudah dekat. 

Sampai akhirnya aku di nyatakan lulus di akhir tahun 2016. Alhamdulillah. Lalu aku kembali menulis di tahun 2017. Hal ini di dasari setelah aku bekerja di sebuah perusahaan sepatu dan sayangnya pekerjaanku kebanyakan memiliki waktu senggang. Sedangkan di depanku ada komputer yang sayang sekali jika dianggurin. Ya kan?. Mulailah aku kembali update artikel di blog. Meskipun saat itu aku merasa jika apa yang aku upload tidak berbobot. Iya aku pernah merasakan seperti itu, tapi kembali lagi niat membuat blog ini untuk bersenang-senang jadi aku tetap saja menulis.Hehe. 

Aku mulai memetakan artikel yang harus aku upload apa saja. Ketika membuat tulisan, aku nyaman mengambil genre Fiksi seperti cerpen atau puisi. Semua terinspirasi dari Dwitasari, Genta Kiswara dan Boy Candra dan masih banyak lagi. Bagi kalian yang suka dunia literasi, kupikir kalian tau dengan nama yang barusan aku sebut. Muda-mudi yang bertalenta menghasilkan kalimat indah. Hasil karya mereka memotivasi aku untuk terus menulis. Meskipun saat ini aku tak hanya menulis fiksi, tapi juga blog traveling, review staycation, ataupun tulisan receh lainnya, kupikir aku harus tetap menulis ya kan pembaca budiman?.

Mendaftar ke Google Adsense

Sedang giat-giatnya menulis, di pertengahan tahun 2017 tepatnya di bulan Juli  aku iseng untuk mendaftarkan akun blogku ke Google Adsense. Sekali lagi ya, aku hanya iseng. Aku tidak berharap apa pun saat mengajukan form ini, karena aku sangat-sangat sadar dengan tulisan yang aku buat semacam tulisan receh.Hehe. Saat itu aku hanya mengandalkan viewer dari setiap artikel yang aku upload. Cukup lumayan jadi kenapa tidak aku coba. Dan alhamdulillahnya 2 minggu kemudian aku mendapatkan surel cinta dari Google, jika pengajuanku di approved. Senang rasanya rupiah datang tiba-tiba.

Aku akan share tips supaya akun kalian di monetisasi Google. Cukup simple kok, kalian sering-seringlah upload tulisan. Membahas apapun yang selama itu tidak plagiat atau hasil copy paste dari tulisan orang lain. nothing to lose aja untuk tulisan yang akan kalian upload. Paling penting tidak mengandung unsur pornografi, ujaran kebencian, atau semacamnya lah. Paham kan ya? Insya allah pengajuan Google Adsense kalian di terima karena itu yang aku alami. 

Sejujurnya ada hadiah terindah lainnya untuk seorang blogger yang tidak melulu berupa materi. Meskipun menyenangkan mendapatkan hadiah atau reward atas apa yang kita kerjaan. Terutama itu adalah berasal dari hobi. Adanya viewer dalam setiap artikel yang di upload, apa yang kita tulis, kemudian menjadi sebuah energi positif untuk pembaca bahkan berpengaruh dalam kehidupan mereka, itu juga bisa dikatakan sebagai hadiah. Karya kita memiliki impact positif bagi pembacanya.

So, begitu ceritanya setiap tulisan yang aku tuangkan di blog kesayanganku ini berujung rupiah. Semoga kalian yang hobi nulis juga bisa memanfaatkannya yaa.. Inget selama ada kemauan selalu ada jalan. Hehe.

Memiliki Previlege Dalam Hidup

 

    source pic: Google.com 

Assalammualaikum pembaca budiman. Jumpa lagi … jumpa lagi dengan Dian di sini. Jadi seperti lagunya maissy yang di remake aja. kalian pada tau kan ya?. Hehe. Oh ya selamat merayakan idul qurban pembaca budiman, sudahkah dapat daging qurban?. Sudah dong ya, meskipun di beberapa daerah dilakukan di waktu yang berbeda. Tetap khusyuk kan buat jadi tim terdepan bagi-bagi daging kurban ? Hehe

Anyway beberapa waktu yang lalu aku tak sengaja melihat story IG teman lama yang meng-update sebuah artikel. Di sana menceritakan tentang temannya yang kini sukses menjadi salah satu hairstylist terkenal di Indonesia. Dia akui semua itu berkat sang kakak yang telah lebih dulu terjun menjadi MUA para artis tanah air. Yang kemudian membawanya untuk dikenalkan ke beberapa artis ibu kota, hingga kini memiliki langganan artis kenamaan. Bahkan hingga membuka kelas khusus untuk menjadi seorang barber. And then I realize that. its about privilege, right ?Yes it is. Dan menurutku, itu sah-sah saja. Terlebih lagi jika dia memiliki minat dan bakat di sana. Semakin lebar pula jalannya untuk mencapai tempat yang dituju.

Sekedar mengingatkan previlege diartikan sebagai hak istimewa yang didapat seseorang baik itu dari hubungan yang di bentuk ataupun hasil dari semesta alam yang tentunya menguntungkan seseorang untuk mencapai tujuannya tanpa proses yang berat.  

Aku percaya setiap orang  memiliki privilege masing-masing tentunya dengan porsi yang berbeda-beda. Ada yang sejak lahir sudah kaya karena bapak ibunya crazy rich sehingga tidak kesulitan untuk membeli ini itu dan kesana kemari. Ada juga karena dia memiliki hubungan dengan seseorang yang berpengaruh dan serba ada sehingga apa yang dia inginkan dikabulkan dengan segera, Hal itulah yang menjadikan titik start berbeda setiap orang. Seseorang yang hanya dari keluarga biasa-biasa saja dan tak punya koneksi dengan orang penting tentu perlu effort lebih untuk achieved apa yang dia inginkan.

Pernah dengar cerita Putri Tanjung – seorang pengusaha muda yang beberapa waktu yang lalu menjadi obyek ocehan netizen terkait dengan pernyataannya. Dia mengatakan pernah rugi mencapai 800 juta, lalu melakukan aksi mogok kerja dan berdiam diri di kamar 2 hingga 3 hari. Mungkin bagi yang mengetahui background Putri Tanjung, mereka hanya mengganggap itu hal yang biasa, karena dia bisa bangkit dengan mudah dibantu oleh ayahnya yang notabene seorang pengusaha terkenal di Indonesia. Sedikit banyak, tentu  sang ayah “Si Anak Singkong” ikut andil dalam hal memberikan dukungan moril dan materil kepada Putri Tanjung dalam menyesaikan problematika yang ia alami. Sebuah previlege menjadi anak seorang pengusaha kan?. Lain lagi jika yang mengalami adalah orang yang merintis usahanya sendiri dari awal bermodalkan doa dan tabungan seadanya. Kalian bisa bayangkan sendiri betapa stress dan tertekannya jika mengalami kerugian sebesar itu. Bukan begitu yeorobun?

Dulu, aku kerap sekali membanding-bandingkan diri sendiri dengan apa yang orang lain miliki. Jika aku harus melalui banyak hal  seperti rasa cemas,  rasa marah, rasa kecewa bahkan harus terseok, sesekali gagal dan harus mencoba kembali dari nol untuk mencapai apa yang aku inginkan. Berbeda dengan mereka yang mudah mendapatkannya tanpa bersusah payah berkat privilege yang mereka genggam sedari lahir. Saat itu, cemburuku berlebih hanya karena aku tak seberuntung mereka. Namun, pada akhirnya aku ditampar dengan keadaan yang membuatku lebih berserah dan menerima jika jalan setiap orang berbeda-beda. Toh sisi baiknya, setelah aku mengalami kesulitan-kesulitan itu, aku jadi lebih bisa mengeksplor diri dengan bilang “oh gini ya prosesnya, ternyata aku mampu”.

Lalu apakah ini sebuah keresahan sehingga harus  dibahas dan dijadikan konten blog tercinta ini? Haha Big NO! ya. Bukan keresahan yang berarti kok Just share what Previlege is. Kita tidak pernah bisa memilih privilege apa yang akan menempel di diri sedari lahir. Sebuah keuntungan yang dapat kita manfaatkan di waktu dan situasi yang tepat. Previlege juga bukan hal yang harus di pandang negatif, karena tidak semuanya hanya berdasarkan privilege tetapi juga tekad dan usaha keras. emang ada yang memandang previlege  negatif? tentu saja ada. Tapi aku tak akan membahas yang negatf-negatifnya sekarang. Hehe 

Previlegeku : Aku anak seorang montir motor

Seperti yang aku katakan tadi, setiap orang memiliki previlage dalam hidupnya. Lalu apakah aku juga memiliki privilege? Sure. I Have a lot, masih memper-memper dengan cerita Putri Tanjung.  Sebuah privilege yang aku miliki sejak aku lahir. Hehe. Aku miliki bapak yang bekerja di bengkel lebih dari 30 tahun. Klaim dari banyak orang menyebutkan, jika bapakku adalah masternya untuk membenahi segala jenis sepeda motor. Minat bapak dengan motor gak main-main. Pengaruhnya di aku?. Ketika kendaraan yang aku gunakan mengalami kendala, aku tak perlu repot-repot mengeluarkan uang untuk ke bengkel karena bapak mampu membenahinya dengan cermat. Ketika aku berencana untuk membuka bengkel, tentunya secara pengalaman hal ini tidak sulit, karena bapak bisa berbagi ilmunya untuk memberikan arahan, tanpa aku harus meraba-raba mana yang perlu disiapkan terlebih dahulu.

Previlege selanjutnya, ketika aku menjadi blogger dan beberapa orang men-notice ini. Aku sering diminta membuat copy writer brand untuk endorse IG oleh teman kantor. Pernah juga diminta untuk menjadi editor buletin kantor  dengan bayaran makan siang, lumayan kan even privilege is not talk about money.  Tapi itu menjadi sebuah kebanggaan, karena mereka mengakui kemampuanku dalam bidang tulis menulis.

Move forward, semenjak menikah beberapa orang mengatakan jika aku menikah dengan orang yang tepat, sehingga kehidupanku terjamin dan aman tidak kekurangan sesuatu pun. Bahkan ketika aku memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus kondisi rumah, suami full support. Tidak menuntutku harus ,a ,b c ,d. meskipun kini aku akhirnya menjadi pekerja WFH (work From Home) dengan keinginan sendiri karena rasa jenuh. Ditambah lagi suami bukan perokok, bukan pula seorang yang hobi bermain games yang tak tau waktu ataupun yang doyan kongkow dengan teman-temannya sampai subuh. Bukankah itu juga bisa dikatakan privilege. Keuntungan yang aku bangun dengan memiliki suami yang memiliki sepemahaman yang sama denganku, menciptakan keluarga yang harmonis.

Nah pembaca budiman, semoga tulisan ini menginspirasi kalian dan lebih luwes lagi mendefinisikan privilege yaa. Hal itu dapat kalian mulai dari lingkup terdekat kalian.