Train My Habbits


I’m  so so sorrrryww, I’am ashamed
 to all of you pembaca budiman. Ada challenge yang harusnya berlaku satu bulan tapi sampai di bulan ke 3 belum kelar–kelar juga. Beruntungnya si penantang juga belum menunjukkan progresnya Huheheh. Oke gak pake cerita panjang biar gak seperti curhat, topic di hari ke 11 yaitu train my habit. Agak binggung sama habit ini, tuh kan lagi-lagi bingung, ini nih yang buat semuanya jadi lama nulisnya. Kebiasaan… Kebiasaan.. Anyway selamat hari raya idul fitri, semoga segala khilaf aing diampuni. Takbir! Ingat lebaran pundi-pundi uang akan terkumpul bagi yang belum bisa menghasilkan uang sendiri. Sedangkan bagi manusia-manusia seperti hamba ini, tongpeslah kantong untuk berprilaku bak dermawan ke anak-anak saudara dan tetangga yang ketuk pintu rumah. Gak apa-apa setahun sekali.

Okay, bact to topic, talk about my habit. Beberapa habit  akan aku share dan gimana aku mengatasinya. Pertama, buat orang yang deket banget sama aku, pasti bisa ngeh sama habitku yang selalu pencet-pencet my acnes kalau udah macam biji kedelai di muka. Suerr kebiasaan ini menimbulkan kenikmatan yang haqiqi para pembaca yang budiman dan itu menjadi my daily routines. Namun berakhir dengan bekas jerawat yang nauzubillah hilangnya lama sekali. Karena kebiasaan yang ternyata memiliki efek samping sampai sekarang, yakni textur muka gak rata alias beberapa part wajah jadi bopeng dan itu buat aku syedihnya kek minta di nikahi.

Sehingga aku bertekat concern kali ini untuk push away my habit yang demen banget pencet-pencet muka dengan tangan , ditambah tangan juga dalam kondisi ga bersih. CARANYA.. wait , buat challenge ini memper ke challenge treat my acnes yang udah pernah aku buat sebelumnya. Ya sebelas dua belas lah But I’ll spesific ke gimana menanggulangi habit yang menyebalkan tapi seru ini. Hahah gimana dong, Pencet-pencet tapi ngrundel setelahnya karena wajah jadi memerah. Kalau tiba-tiba tangan ini nempel dimuka, segeralah aku basuh muka dengan air, yu know kuman-kuman di tangan juga semakin hari semakin kejam. Abis itu, pakai hand sanitizer. Kadang kalau secara sadar pengen pegang muka buat ngerti ada jerawat atau textur muka

Kedua, aku punya habit nulis. Tapi kalau aku nulis itu biasanya harus selesai saat itu juga. Nah.. parahnya ketika keinginan gak sebanding dengan kondisi saat itu. Kak aku punya itu kadang kepikiran untuk cerpen yang awalnya seperti ini, di tengahnya seperti ini ,klimaksnya kek gini dan berakhir kek gini. Tapi dengan kondisi saat itu yang aku lagi having fun sama temen-temen aku. Binggung dong gimana ide dikepala ini dituangin sedangkan aku butuh alat tulis, setidaknya ada note lah. Sedangkan ide itu munculnya random, takutnya kalau dibuat “oh .. oke ntar aja dirumah di inget-inget lagi”. Eh kok ide itu gak keluar kayak blank gitu. Untuk antisipasi agar itu gak ilang Jadinya, aku mulai ngebiasaain bawa notes kecil  di tas, atau gak ketik di note hp alur cerita yang ingin aku buat. Aman kan, habit tetep jalan, having fun sama temen juga tetep jalan.

Nah.. itu tadi cara aku nge train my habit, agak rancu juga sih mau ngejelasin antara itu habit atau kebiasaan atau bisa juga itu seperti hobi. Tapi well, di Day-11 ini itu yang bisa aku sajikan ke kalian. See you di topic selanjutnya.

 

Hal Yang Membuatmu Tertarik


Challenge is back
anyway yang kemarin-kemarin si partner riza gak tau kenapa dan mengapa gak lanjut dengan beribu alasan yang menyertai, she is stuck di day-6. Sedangkan aku yang juga tak sempat mengasah isi kepala gara-gara ngurus kerjaan yang gak tau yang diurus kayak gimana, akhirnya terbengkalailah misi terbesar dalam dunia pernulisan ini #halah. Berhubung ini ada kesempatan buat nulis artikel  yang at least yang aku baca dan jadi jejak digital aku dikemudian hari akhirnya lanjut. Well next topic adalah hal-hal yang membuat aku merasa tertarik. Entah tertarik untuk ingin mencoba, memahami dan memperhatikan. Something make me shout out “waw”.

Hal yang membuat aku excited banget adalah saat aku mendengar orang-orang bercerita tentang  pengalaman hidupnya dan welcome supaya aku tuangkan di blog my space ini. anyway sebelum merangkai kata ala-ala, aku selalu izin ke mereka untuk bisa angkat kisahnya. Supaya para pembacaku yang budiman bisa ambil hikmah dari kisah mereka ini. Mungkin bagi narasumberku, bercerita padaku adalah hal yang bisa meringankan beban, tapi bagiku cerita mereka adalah suatu kehormatan, yang dapat menginspirasi dan cara lain dari bersyukur untuk aku yang moody-an. FYI, aku ini tipekal orang yang gampang stuck dengan keadaan, yang kadang merasa apa yang aku lakukan kok ya gini-gini aja. Beruntungnya, ketika aku mendengarkan cerita mereka, aku pribadi jadi bisa lebih bersyukur dengan hidup. And said “ wow she/he is amazing i can’t be like that”

Pernah dengar rumput tetangga lebih hijau. Nah… kadang ini berlaku bagi aku yang sometimes ngelihat kehidupan mereka yang aku pandang berkecukupan, no burden atau hidup mereka yang gak dapat omelan kanan kiri gegera melakukan kesalahan yang sebetulan gak sengaja. Karir sukses dan bla-bla-bla yang menyertai kehidupan mereka sehingga tampak “bahagia” di mataku. Tapi begitu aku mendengar cerita mereka,and auto think that how’s hard life going on . Saat mereka dititik terbawah dan tak ada yang menolong. Mungkin ketika aku di posisi mereka, aku  tak akan sanggup. Sedangkan mereka sampai saat seperti ini bisa tersenyum. Bisa jadi karena mereka ikhlas ngejalaninnya. So, aku jadi lebih paham. Hidup mereka itu sulit hanya saja mereka tak mengeluh, jadi siapapun yang tak mengenal atau tak mendengar cerita mereka, akan seperti aku sebelumnya dan berpikiran they have happy life ever after.

Entah sejak kapan, kalau aku mendengar cerita langsung dari sumbernya I mean mereka yang mengalami sendiri aku jadi excited, bukan nantinya akan menghibah atau dengan niatan cari bahan buat jadi omongan ke orang lain. Tapi karena dari cerita mereka aku bisa lebih menghargai hidup. Bisa menyadari jika ada orang yang mengalami hal sulit dalam hidupnya tapi masih bisa tertawa bareng-bareng dengan orang lainnya. Lebih dari itu, mereka bisa menginpirasiku untuk bisa membuat artikel yang bisa dinikmati banyak orang. Thank for sharing to me, I’m salute!


Rahasia Di Balik Open Trip

“aku ceritanya Cuma sama kamu ya, jangan disebarkan ke yang lainnya” kupikir berpesan seperti itu kepada satu orang akan aman. Nyatanya tidak!. Justru itu yang dijadikan bahan candaan atau topik ketika seseorang sedang giat-giatnya bercerita dengan sesama. Dan tentu tanpa aku sebagai obyeknya. Sebal, absolutely yes!, tak ada orang yang tak sebal jika rahasianya tersebar. Tapi balik lagi yang namanya rahasia, bukan rahasia lagi jika sudah terdengar oleh orang lain. begitu kan pembaca yang budiman ?Oke let’s see, sekarang aku bakalan share “rahasiaku”. 

Perihal kenal sama si mamas, aku anggep itu sebagai rahasia ya. Karena banyak yang tanya dapat dari mana, kenal dari mana, kok bisa cepet banget dan bla..bla..bla. Tapi jawabanku Cuma ya mungkin udah ketemu jodohnya kali. Jodoh itu gak pernah disangka datangnya dari arah mana, bahkan dengan siapa kita berencana belum tentu itu yang akan jadi endingnya. Justru bisa jadi orang yang tak terduga bakalan jadi akhir dari perjalanan kita menemukan jodoh #eaa. Mungkin tak penting untuk yang sudah menemukan jodoh sesuai dengan kehendaknya, lalu bilang “toh aku sudah dapat jodoh yang aku mau dan aku inginkan” okaycase closed, but maybe this is for you yang sedang menunggu jodohnya. Yang mungkin masih bersama orang lain. MUNGKIN yhaa.

Baca Juga: How to face my fake friends

Lanjut, Aku tipekal orang yang gak nyaman jika memulai hubungan melalui sebuah perkenalan yang disengaja. Menurutku hubungan itu harus atas upaya sendiri, look like feel desperate gak sih kalau kudu dikenalin kanan kiri. Tapi One day, teman di tempat kerja lama minta izin untuk share kontakku ke temannya. Menurutnya, Dia- yang akan dikenalkan padaku, dulu pernah bekerja di tempatku saat ini. Sayangnya dia lebih dulu keluar saat aku pertama kali masuk. Waktu aku tanya siapa namanya, well aku familiar dengan namanya “oh aku tahu itu anak, kan pernah ikut Open Trip Banyuwangiku” begitu responku pada temanku ini. 

Even nama tersebut gak asing, aku masih jual mahal gak nge-iya-in langsung. Toh aku juga lupa wujud orangnya yang gimana. Gengsi lah, namanya juga dikenalin ya kan ya.  Jangan langsung iya. Toh emang gak ada niatan juga sih buat kenal lebih deket. Sempet nolak berkali-kali buat dikenalin. Tapi.. karena si temanku pantang menyerah sebelum berperang, finally I said  “ywes kasihkan kontakku ke dia”. dalam hati nih. -Palingan gak daku reken atau gak si doski gak bakalan chat. 

Singkat cerita ada pesan masuk melalui aplikasi WA dengan casing yang religius sekali “assalammualaikum, Dian ya?” begitulah bunyi isi chatnya. Woyajelas pasti itu chat dari orang asing. Ciri-ciri orang yang kenal pasti nyelonong aja panggilnya kind of  “hai/woy sis… Ian.., di,.. Behel, beb…” begitulah, tapi ini kok ya alim banget. Curiga dong jangan-jangan si mamas yang rencana bakalan di kenalin ini yang chat. Dan ternyata betul. Doski tanya-tanya macam pegawai sensus, kerja dimana, tinggal dimana, berapa saudara, udah berapa lama kerjanya, betah gak sama kerjaanya dan masih banyak lagi.

Karena aku emang gak terlalu mikirin deket sama orang dengan cara “dikenalin”, jadinya aku terkesan cuek, jawab sekedarnya. Inget dijawab, kalau gak inget ya gak di chat. Anehnya cuekku ini gak bertahan lama. Si Mas gencar banget kalau ngehubungi. Rasanya nyambung aja kalau lagi ngobrol sma si mas, baik chat ataupun telepon. Akhirnya si mamas ngajak ketemu untuk pertama kali. Ehh.. tunggu, ketemu untuk pertama kali as a close friend, kan sebelumnya udah pernah ketemu di open trip just say hello udah kelar. Karena  sama-sama gak ngeh sih bakalan punya kisah diluar itu. tapi ini ketemu yang beda. Setelah cari tempat yang pas untuk ketemu, aku dan si Mas sepakat untuk ketemu dirumah teman yang jadi perantara kami. Takutnya kalau ketemu di tempat lain, suasana bakalan canggung, gitu gak sih bagi yang ngalami hal kayak gini. Aku sih yes.

Waktu itu hari Selasa, setelah pulang kerja aku segera meluncur ke TKP, sebelumnya juga udah info temenku sih kalau aku dan si Mas bakalan ketemu dirumahnya, jadi biar bisa ngobrol luwes lah.  Mungkin yang berbeda juga dari hari itu adalah dari segi penampilan karena waktu open trip, layaknya orang mau ndaki, bawa ransel, pakai sepatu both, dan beberapa keperluan mendaki. Kali ini yang akan temui sesosok yang berpakaian formal seperti pegawai kantoran, ya kali ahh dia orang kantoran. Pertama ketemu setelah sekian lama, alih-alih canggung kita malah ngobrol seperti teman lama yang gak ketemu. Tapi dari pertemuan itu, dia lebih banyak diem. Mungkin giginya lagi sakit kali ya. Entahlah.. Sedangkan aku ngomong mulu, kebetulan temenku juga aktif banget ngajak ngobrol jadi situasi aman terkendali. Sempat ada pertanyaan basa –basi seperti: abis ini mau kemana?, emang pulangnya jam berapa? Kerjaannya ngapain aja? Dsb. Kalau di inget-inget sebenarnya jawaban pertanyaan itu gak penting, karena aku mana perduli toh ya hidupnya dia, mau pulang kemana ya urusannya. Jahat kan aku ini sama dia. Iya bener, aku jahat banget. Namanya juga gak terlalu serius buat nanggepi perkenalan kayak gini.

After first met, ku pikir ya udahlah, palingan dia jera ketemu aku yang ngablak ke gini. Eh ternyata salah besar. Sepulang dari meeting point. Dia telp buat tanya apa sudah sampai rumah, lalu ngomong panjang lebar. Dari situ kita mulai nyambung, enak ngobrolnya, ada pertemuan selanjutnya. Gak nunggu berbulan-bulan sampai purnama berganti. Tiba-tiba dia mengutarakan niat baiknya kalau ingin mencoba lanjut sama aku. Lah dikira ini sinetron ada episode lanjutan. Oke.. selanjutnya bisa tebak sendiri ya, arahnya kemana J. 

Sekarang, kalau kita lagi flashback tentang pertama kali ketemu. Aku selalu bilang ke si Mas, kalau tau dari awal ada cerita lanjutan, mending waktu open trip kemarin aku langsung bilang “aku Dian, yang bakalan jadi pendamping hidupmu dan jadi ibu dari anak-anak lucumu”

Pelajaran Yang Aku Petik Melalui Jalan Yang Sulit

Lama juga untuk bisa di hari kedelapan dari challenge yang aku dan si partner sepakati. Lama karena kerjaan dan rentetan alasan yang menyertai, gak fokus kan jadinya. Hallo apa kabar, semoga aja gak bosen sama myspacediianov ini yhaa pembaca budiman.

Nah kali ini concern topic selanjutnya adalah lesson what I’ve got aja gitu kali ya. Sempet binggung juga, mungkin ikhlas kali yang aku harus terapkan setelah melalui hal panjang untuk sampai pada tingkat itu. Sampai saat ini pun ikhlas itu hal yang sulit. Selalu ada embel-embelnya. Contohnya aja let someone I loved the most leave me alone, gak itu aja, ikhlasin barang-barang yang disayang buat pindah ke tangan orang lain itu juga berat, hehe. Sampai segede ini aja, ikhlas masih menjadi Pe Er Banget, tapi gak semuanya gak ikhlas yaa... Ada hal-hal yang memang butuh waktu buat mengkhilaskan suatu hal.

Bisa di bilang kehilangan orang yang paling dekat, itu yang paling aku inget. Dan paling butuh waktu lama untuk ikhlas. Sebelumnya aku gak ada pikiran bakalan ditinggal atau bakalan jungkir balik buat bisa struggle di semesta yang penuh dengan keriyekan ini. Semesta yang isinya rangkaian manusia dengan rupa-rupa karakter.

Aku kehilangan ibu kandung sejak aku berumur 13 tahun, beliau meninggal pas aku lagi puber-pubernya jadi anak cewek. Pernah ngerasain puber kan ya pembaca budiman, curious nya tinggi kan? Perubahan bentuk fisik dan mainset juga adakan ya? Biasanya yang anak cewek apa-apa kudu lapor atau tanya ke ibu kan ya ?. curhat a,b,c,d soal sekolah, soal gebetan  atau pasangan hidup. Nah… aku melewatkan moment itu.

Ikhlas di moment–moment kek gitu sulit banget, baper kapan pun kalau lagi pengen. Selalu ada pertanyaan kenapa kok di tinggal, kenapa gak ada persiapan sama sekali. Kenapa gak pamitan dulu dan bla bla. I needs explain berasa kayak drama ya, but that’s true . kalaupun di bibir ngomong oh iya aku ikhlas, ternyata di hati masih aja gak terima. Selalu ada pengandaian-pengandaian yang menyertai “andai ibu masih ada bakalan banyak cerita, hidup gak bakalan serumit ini, bakalan makan lesehan bareng, pergi ke pusat kota malem-malem buat lihat atraksi jaranan. Nikmati waktu kadang berdua dan cerita soal receh tapi ngena banget” itu tuh yang bikin ikhlas gak pernah terwujud. Malah jadinya sebel sama takdir dan mikir kok takdir kejam amat sih sama aku. Mulai cari siapa yang salah dan there is no never ending.

Bapak juga bilang sih, mau gimana pun Takdirnya Allah itu lebih indah. “kalau ibu diambil di usia yang masih muda, itu artinya Allah lebih sayang sama orang itu daripada kita. Allah gak mau, imannya dirusak, jadi Allah jaga ibuk” gitu beliau bilang. Buat nerima omongan bapak yang kek gitu aja juga masih ada perdebatan batin. Aku juga sayang dong sama Ibuk. Aku juga mau ibu disini sampek aku dewasa nanti. Gitu aja terus. Gak salah yha kan, punya pikiran yang rada’ egois, then komplain I still need my mother here!. Butuh waktu bertahun-tahun buat cerna omongan bapak yang awalnya aku gak paham sama sekali.., tapi lama-lama aku mikir se enggaknya hasil pemikiranku ini, karena aku pernah ngaji dan dapat ceramah ustadzah. Sayangnya Allah ke hambanya itu gak bisa dibandingkan dengan sayangnya makhluk ke makluk lainnya, sayangnya Allah itu lebih besar. Oke, no doubt . Kalau aku gak ikhlas bakalan jadi beban sendiri buat aku sama buat ibuk di sana. Ikhlas itu berat, tapi jaminan nya bahagia beruntung dapat surga. Gak ada makhluk di muka bumi ini yang gak mau masuk surga ya kan?, tapi cara masuk surga tentu juga rupa-rupa then Ikhlas the lesson that I got from the hardest way.

Aku Merasa Salah

Welcome to the next topic of #30dayswritingchallange. Semua topic yang selama ini hampir memper-memper satu sma lain, dan berimbas butuh waktu lama banget ngerjainnya. Atau emang aku aja ya, yang gak siap buat challenge ini. hehehe. Anyway, topic ini tentang “rasa bersalah”. Aku binggung mau mulai dari mana, but challenge is a challenge yang kudu wajib di garap.

Rasa bersalah …

Mungkin rasa bersalah sama diriku sendiri kali ya, lebih tepatnya pada aku yang dulu the little me that Suffered from unfair world. Tapi, Bukan berarti saat ini aku gak bahagia ya. Sejujurnya peristiwa dulu-dulu itu jadi buat aku mikir. Ada banyak hal yang bisa aku jadikan penyebab bahagia even aku dalam kondisi yang gak baik. Seenggaknya ada sudut pandang lain yang aku amini untuk jadi sumber bahagia.

What could I do, I felt gulity  ketika seorang Dian kecil dibebani masalah yang betubi-tubi dan gak bunya tempat buat ngadu. She needs playing with other but she didn’t have friends who understood her reality.  Fiinally she was crying at the cornernobody knows and then she was being introvert .

Dia cuma diam tanpa mengeluh apalagi bersuara tentang kecewanya. Membungkus semua rapi di balik senyum absurd yang dia suguhkan setiap hari ,she was natural but broken inside. Aku tahu, Dian saat itu pribadi yang kuat, sampai-sampai tangisnya pun jarang pecah, dia hanya bertindak konyol dan konyol. Iya, aku selalu seperti itu di waktu kecil.

Beberapa hari yang lalu aku bermimpi bertemu dengan little me, she was energic, funny, tingkahnya yang konyol, cerewetnya yang gak mau ketinggalan dan, gak ada sama sekali Dian dengan raut muka sedih. Dia happy banget sama kegiatan yang dia lakuin, kalo gak salah maktu itu, dia dance dan ikut fashion show rame-rame sama temen kampungnya. Kampung dimana aku pernah dibesarkan sampai kurang lebih 13 tahun. Saat itu mukaku gak berhenti tersenyum dengan tingkahnya yang khas banget “Dian yang gak bisa diem”. Aku ketawa- ketawa sendiri dibuatnya. Heran juga, ternyata aku pernah sebahagia itu tanpa beban atau lebih tepatnya Dian kecil itu sungguh pribadi yang gak bisa diem banget sampai guru-guru selalu bilang kalau Dian gak butuh tempat duduk.

Setelah selesai aktivitasnya, aku datang ke arahnya dan bilang “aku ini Dian yang sekarang. Aku ini kamu yang udah gede”.  she hugs me then cry, entah kenapa aku juga melakukan yang sama sambil bilang “aku minta maaf, dek”, dia gak berhenti nangis and I also Aku merasa bersalah padanya, to little me, karena aku gak bisa melakukan apa-apa saat itu. She learn something bigger about life not at her age - I’m Sorry-