Tampilkan postingan dengan label Travelling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Travelling. Tampilkan semua postingan

Cafe Teras Tegal, Hidden Gem di puncak Brakseng, Kota Batu

cafe teras tegal

Assalammualaikum pembaca budiman!. Gimana kabarnya, baik-baik saja dan bahagia kan?. Masih nuasa tahun baru 2023 dan Imlek. Masih ada kesempatan menghabiskan waktu atau quality time bersama keluarga sebelum kembali ke rutinitas semula. Alhamdulillah. By the way minggu lalu aku berkunjung ke café yang berada di tengah perbukitan dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Bisa dikatakan café ini adalah “aksesoris” di tengah wisata alam. Tau kan ya.. wisata alam aja udah bagus, apalagi ada “aksesorisnya”. Ya ini Café Teras Tegal.

Melewati Jalur ekstrim tapi tetap mengagumkan

Café Teras Tegal, berlokasi di wilayah Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, kota Batu. Lagi-lagi kota Batu menunjukkan pesonanya melalui wisata kuliner yang aku datangi kali ini. Perjalanan di tempuh melewati jalur Cangar karena memang keberangkatan dari Mojokerto dan lebih dekat dengan rumah. Nah untuk perjalanan ini bisa dibilang cukup ekstrim. FYI jalur Cangar terkenal dengan sebutan jalur dengan tanjakan yang berbahaya. Kanan kiri sepanjang jalur tersebut, kita bisa melihat pemandangan yang begitu indah serta jurang yang cukup tinggi secara bersamaan. Tanjakan Cangar cukup membuat jantung was-was. Meskipun begitu, ternyata masih banyak juga pengendara yang memilih jalur ini karena ini merupakan jalur alternatif yang menghubungkan kota Batu dan Mojokerto.

Sesampainya di gate depan sebelum memasuki area café, ada tenda/ pos yang siap menarik biaya retribusi tergantung jenis kendaraan, jika sepeda motor kamu cukup membayar 5rb sedangkan untuk mobil hanya 10rb saja. Akses menuju café ini juga cukup mudah dari pos awal. Jalan sudah di aspal, meskipun lagi-lagi harus menanjak. Hamparan perkebunan sebelum tiba di café ini, siap menyambut para pengunjung. jangan tanya lagi bagaimana, semuanya sudah sempurna.

Area cafe Teras Tegal

Terbilang masih baru dan jauh dari pemukiman, café Teras Tegal yang terletak di puncak perbukitan Brakseng ini ternyata sudah memiliki banyak pengunjung. Terbukti ketika tiba di pelataran parkir teras tegal, sudah berjejer mobil dan kendaraan roda dua. Memadukan konsep modern dan alam. Teras Tegal membuat mata siapapun terpesona karena dikeliling dengan pemandangan yang tak didapatkan di kota. Udara yang sejuk dan embun dari pegunungan yang saat itu langit sedang cerah-cerahnya menambah keelokkan tempat ini. Tak lupa pula pengunjung menyaksikan secara langsung kegiatan warga yang saat itu sedang menanam ataupun memanen sayuran.

Cocok menjadi tempat healing para kawula muda

Setibanya di sana, kondisi langit cerah, pemandangan Brakseng tampak jelas dan menyegarkan mata. Sebelum memasuki café, aku sempat memfoto beberapa spot dan suasana sekitar café ini. Tempat ini cocok untuk seseorang ingin healing  menghilangkan penat ataupun sekadar berburu spot foto dengan background panorama alam. Sungguh pemandangan di yang luar bisa, suasananya pun terasa damai, entah berapa kali aku memuji ciptaan Tuhan ini. Yang jelas Café Teras tegal seperti surga tersembunyi di kawasan Brakseng.

Dikelilingi oleh hamparan bunga hortensia dan berhektar-hektar perkebunan sayur. Tak henti-hentinya café ini memanjakan mata para pengunjungnya dengan wisata alam sekitar. Bahkan saat hujan mulai turun dan kabut perlahan menyelimuti di permukaan tanah. Bukan ketakutan yang dirasakan, justru suasana makin syahdu karena pemandangan di sana tak membuat gagal meskipun hampir tertutup kabut. Siapapun yang memutuskan untuk menikmati suasana sekitar café ini dijamin akan ingin mengulanginya kembali.

Menikmati seduhan kopi sembari menikmati view pegunungan

Fasilitas café ini juga cukup lengkap dan memadai. Toilet bersih, Musholah, lahan parkir yang luas untuk mobil atau motor. Adalagi tempat untuk berendam kaki mungkin dengan air hangat ataupun terapi ikan, entahlah, karena saat aku ke sana masih dalam perbaikkan. Selain itu, Teras Tegal juga menyediakan tempat Camp yang dibentuk secara terasiring di samping Café. Bagi kamu yang ingin menikmati suasana malam puncak Brakseng, patut mencoba camp di sana.

Area tempat duduk juga memiliki pemandangan masing-masing baik dari samping kanan, kiri, area atas ataupun area bawah. Sedangkan area pemesanan atau kasir justru lebih simpel dan tidak memakan banyak space. Menu yang di sediakan ala-ala makanan desa seperti pisang goreng, singkong, sosis, kentang ataupun jika ingin makanan berat café ini juga menyediakan.  Untuk kopi, Café ini menyediakan menu khas yakni kopi Arabika Arjuno dan Robusta Arjuno. Jika ingin non kopi, café ini juga menyediakan variasi teh dengan harga yang relatif murah. Sekitar 8 ribu rupiah kamu bisa menikmati minuman panas dengan pemandangan Gunung Arjuna dan Gunung Welirang.

Oh ya, untuk kalian yang ingin membeli hasil panen kebun di café ini dipersilahkan ya, kalian bisa membeli lombok udel yang sudah di kemas dalam kantong kresek dengan harga 20 ribu rupiah saja. Gimana tertarik gak?  Aku pastikan café ini sangat pas untuk kalian yang ingin menemukan tempat healing, jauh dari hingar bingar kota serta memiliki udara sejuk.   


Jogjakarta Dalam Satu Hari

Assalammualaikum pembaca budiman. Pengen kayak pujangga lagi nih “Berkunjungnya sebentar tapi

kenangannya tak mau cepat pudar” Asekk. Hehe. lama juga ya gak main-main dengan kata-kata syahdu gini, Jadi rindu! next deh kalau niat banget itu muncul. 

Lanjut cerita travelling kemarin yuk. Yang itu loh, cerita dari artikel beberapa waktu lalu tentang merasakan menjadi warga solo sementara. Jadi, selama di Solo aku berpikir kenapa gak sekalian jalan-jalan ke Jogja dengan kereta, toh ya mumpung di sana ada adek dan kereta Solo-Jogja juga lumayan murah, kalau di banding perjalanan menuju Mojokerto - Jogja , better begini lah .  And Here we go!

Keribetan Proses Check In KRL Solo - Jogja

KRL Solo-Jogja

Tibalah waktunya aku pergi ke Jogja setelah empat hari tinggal di Solo. Setelah sarapan dan menyediakan outfit of the day, kami bergegas menuju stasiun Solo Balapan dengan transportasi online. Drama di mulai setibanya di stasiun. Jadi, karena ini pertama kali aku dan adekku menggunakan KRL. Kami sempat kebinggungan untuk memulai alur menaiki kereta tersebut. Setibanya di lantai dua, khusus untuk jalur KRL petugas loket info jika pengisian e-money dengan menggunakan kartu indomaret masih belum bisa, jika ingin tetap melakukan isi ulang bisa langsung datang ke indomaret, karena waktunya mepet kami ditawari opsi kedua, kami bisa membeli kartu baru seharga 38k dengan saldo 10k, atau jika tidak berkenan, bisa menggunakan e-wallet Link Aja. Sebenarnya menggunakan aplikasi tersebut paling mudah menurutku, tinggal tap di gate kereta KRL nanti. Oke! Kami memilih turun ke gate kereta dan check in dengan tap menggunakan e-wallet saja. Anyway untuk harga peron KRL ini 8k aja ya. Murah kan?. tapi alurnya bikin pusing. Hehe 

Selepas tab e-wallet di gate sistem, ternyata satu akun hanya untuk satu orang. Baiklah karena yang punya Link Aja hanya aku, akhirnya adekku segera download aplikasinya. Setelah ter-download dan terisi saldo barulah kami bisa lolos check -in.  Pikirku begitu, tapi kenyataannya beberapa kali ngetap dengan hape, entah kenapa rumit sekali, yang gak terdeteksi lah, signal ngadat lah. duh .. syulit, tapi dengan banyak kesabaran akhirnya kami masuk kereta KRL. Keretanya nyaman tidak penuh sesak. Tempat duduknya pun memanjang dan berhadap-hadapan. Hampir penuh karena banyak yang ternyata turun dengan tujuan Jogjakarta.

Setibanya di stasiun Tugu Jogja pun sebelum keluar ada gate khusus untuk para penumpang di harap scan log out aplikasi ataupun tab e-money yang menandakan jika penumpang sudah keluar dari stasiun.  Sejauh pengalamanku menggunakan kereta, hanya di KRL ini, aku harus tap check in dan check out, emang gitu ya aturannya?

Baca Juga:  Jogja 3D2N - Dari Tamanari ke Yamie Panda Taman Siswa

Well, untuk mempermudah transportasi saat di sana, aku memutuskan untuk menyewa motor, toh ya ini hanya kegiatan tak sampai satu hari penuh, motor jenis beat tahun 2019 di harga 75k dengan persediaan bensin 3 bar. Oke cukuplah buat muter-muter yang gak tau kita bakalan muter kemana aja. Hehe

Rute pertama setelah janjian dengan dealer sewa motor di depan stasiun, kami memutuskan untuk kulineran sembari makan siang. Tempat makan yang ingin sekali aku kunjungi lagi setelah terakhir kali di bulan Mei lalu bersama keluarga. Yamie Panda yang ada di taman siswa. Entah kenapa tempat makan dengan tema oriental warna merah, dan mural panda yang ada di dinding dalam resto ini sangat melekat di benak. Selain karna tempatnya yang nyaman, menu yang disajikan juga enak, itu sebabnya aku memasukkan Yamie Panda sebagai wish list kuliner di sini.

Lanjut, tempat yang ingin kami kunjungi adalah Tempo Gelato. Kedai Gelato yang menjadi tempat impian adekku ini sukses membuat siapaun terpana ketika mulai membuka pintu di tempat tersebut. Masuk lokasinya, widih bener-bener keren. Betah di sana walau hanya menghabiskan uang 30k untuk menikmati cone gelato 2 rasa dengan porsi yang menurutku itu lumayan. Gelatonya enak, tempatnya pun instagramable. Hehe Cukup puas dengan beberapa kali take foto di sana, kami memutuskan untuk lanjut ke destinasi selanjutnya.

tempo gelato jogja

tempo gelato jogja

tempo gelato jogja

Jalan-jalan ke Jogjakarta, rasanya gak afdol kalau enggak ke Mallioboro. Mampir sebentar ke masjid agung Jogja yang berada di Mallioboro untuk sholat dhuhur, kami melanjutkan dengan duduk cantik di kursi yang di sediakan di trotoar sepanjang jalan Mallioboro. Melihat sekeliling area Mallioboro banyak yang berubah ternyata, dulu selalu riuh dan sesak ketika banyak pedagang kali lima di selazar toko Mallioboro menawarkan barang dagangannya, kini, semuanya telah berpindah ke tempat yang dinamakan Teras Mallioboro. Namun Mallioboro kini nampak tertata rapi. Gerai Mallioboro yang dulu tak terlihat gara-gara tertutup dengan pedagang kaki lima, kini menampakkan kemolekkannya dengan lampu warna-warni.

Setelah cukup puas mengumpulkan tenaga. Aku yang dulu sempat menyesal tidak foto di tempat dengan tulisan Jl Mallioboro, kali ini aku berencana mengabadikannya. Haha. Beberapa take foto dengan hasil yang lumayan membuatku tersenyum puas. Setelahnya, karena ingin foto dengan background Bank Indonesia, Pos Indonesia dan Bank BNI di ujung Mallioboro, aku dan adekku memutuskan untuk berjalan dari tempat kami berada menuju ujung Mallioboro sebelah utara. Sesungguhnya itu adalah kesalahan yang menurutku fatal. Kwkwk 

Kupikir, jarak tempuh ke ujung Mallioboro dekat, ternyata cukup membuat kaki linu karena terlampau jauh. Haha. Mungkin karena kami jarang berolahraga, jadi jalan dari salazar Teras Mallioboro ke ujung Mallioboro terengah-engah. Berhubung di sana cuaca masih terik, karena jam menunjukkan pukul 2 siang, jadi tidak banyak pengunjung yang datang meskipun beberapa kali kami menemukan turis bersliweran. Lagi-lagi kumpulan foto sudah cukup diabadikan dan dijadikan story sampai beberapa bulan ke depan. Lanjut!

Seperti kebanyakan orang, kami sangat excited jika itu menuju tempat yang ingin kami datangi dan sangat malas ketika kami harus kembali ke parkiran motor. Sekali lagi, jarak menjadikan kaki kami yang linu-linu ini memohon untuk ngaso tempat yang di sediakan beberapa saat. Memberikan motivasi “kapan lagi kayak gini” ternyata masih belum cukup menghilangkan rasa lelah karena berjalan jauh. Okelah semangat, karena selanjutnya kami berencana untuk membeli oleh-oleh khas Jogja dan makan malam. Untuk makan malam, aku berencana membeli Gudeg Yuk Djum, sayangnya si adek tidak suka dengan makanan yang terlalu manis menurutnya. Dan lagi, karena dulu sempat kena prank makan di emperan Mallioboro dengan harga fantastis, akhirnya dia memilih untuk membeli Mcdonals sedangkan aku sekali gudeg tetap gudeg. Hahah. Yaealah jauh-jauh makannya begitu, tapi yaudalah ya, namanya juga pengen, kan Gudeg khas Jogja yaa.

Mengingat masih ada waktu 3 jam dan saat itu masih pukul 4 sore, rencana kami akan menuju Tugu Jogja, sekali lagi, ke Jogja enggak datang ke tempat iconic itu sangat disayangkan. Tetapi, karena cuaca saat itu diselimuti awan gelap lalu tiba-tiba hujan dengan volume yang cukup bikin gak nyaman, kami mengurungkan niat tersebut dan memilih kembali ke stasiun dan itu tandanya kami harus mengembalikan sewa montor yang seharusnya masih bisa kami gunakan sampai jam 7 malam. Rasanya memang kurang sih maennya. Jogja dalam satu hari dengan kondisi seperti itu memang sangat kurang, sayang juga biaya sewa motornya, tau gitu kemana-mana bisa naik transportasi umum aja lebih hemat. Haha.

Merasakan Menjadi Warga Solo Sementara

Assalammualaikum pembaca budiman, bagaimana kabar kalian, fine kan ya ?.

“Kota Solo, kota tempat kesenian asli,

tarian indah murni irama yang mengiringi”.

Pernah dengar lirik lagu keroncong Om Mus Mulyadi ini? Fix kalian generasi tahun 90-an. Hehe.

Siapa sih yang gak tahu dengan kota kecil nan cantik di salah satu wilayah Jawa Tengah ini. Kota kecil yang lekat dengan kesenian dan setuhan tradisionalnya. Kecil-kecil cabe rawit ini namanya – Solo.

Beruntung sekali aku berkesempatan tinggal di kota penuh budaya ini dan menjadi warga lokal walaupun untuk sesaat. Dinas suami lagi-lagi membawaku merasakan pengalaman baru yang seru entah itu wisata baru, kuliner baru ataupun penginapan baru. “Betah di sana?” pertanyaan paling depan, padahal ya di sananya gak permanen, Hehe. jujurly betah-betah aja, selagi tempat tersebut dekat mini market dan akses kemana-mana mudah, I’m fine bahkan akan sangat betah karena gak kesulitan sekedar untuk menemukan camilan.

Baca juga: Nongkrong Asyik di Tropical Coffee Surabaya

Bisa dikatakan tinggal di Solo dan di Mojokerto tempat aku berdomisili sekarang sama saja. Loh kok?. Iya ya, karena sama-sama di kota kecil, karena aku besar di kota Surabaya yang notabene itu termasuk kota terbesar kedua di Indonesia, so kota kecil di mana pun aku berpijak sekarang menurutku sama saja. Lagi nih, kalau ada celotehan yang bilang coba hidup di pedesaan nah itu beda cerita yaa.. karena yang di maksud udah spesifik pedesaan, sedangkan yang aku bahas kota kecilnya. Hehe. 

Ditambah ternyata untuk siang hari, Solo sama panasnya dengan di Mojokerto. Apakah kalian juga merasakannya pembaca budiman, sama-sama  cuaca siang yang terik cukup  menyengat kulit.

Kelas Ekonomi Sancaka berasa Eksekutif

Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan online dan tugas rumah tangga. Berangkatlah menuju kota Solo dengan kereta Sancaka premium. Anyway gerbong Premium ini ternyata gerbong ekonomi versi kereta Sancaka, tapi pelayanannya oke. Gerbongnya gak seperti gerbong kereta ekonomi dhoho yang biasanya aku naikki, serius!  Ya kali aja ada yang protes kenapa ngebandinginnya dengan kelas Ekonomi kereta murah.  Ya karena kereta murah yang pernah aku tumpangi ya sejenis Dhoho, KRD, Sritanjung, Logawa, dan Jayanegera. Dari ketiganya tempat duduknya sama, bikin punggung kenceng. Hehe.

gerbong kereta sancaka premium

Nah Sancaka ini berbeda, tampilannya lebih elegan. Tempat duduknya empuk dan bisa diatur mundur setidaknya 120 derajat. Terdapat beberapa Layar TV di satu gerbong. Nggak takut kepanasan juga karena sudah dilengkapi AC yang dinginnya menyebar di seluruh gerbong. Setelah duduk di kursi yang aku pesan tak lama kereta mulai jalan. Datanglah seorang pramugari kereta api untuk memberikan maske KN95 secara gratis. Kupikir jalan kereta ini pelan karena aku sama sekali tidak merasakan goncangan yang berarti Ketika duduk. Ternyata aku keliru, ketika masuk toilet di dalam gerbong, kereta ini terasa sekali guncangannya, bahkan untuk duduk aman di toilet aja badan ikut bergoyang. Haha kereta ini melaju begitu cepat, aku tertipu. 

Bisa dikatakan kereta Sancaka tergolong kereta jarak jauh untuk kalangan menengah ke atas. Tampilannya eksklusif serta harga tiketnya yang cukup lumayan. Perjalanan Mojokerto-Solo Balapan dengan gerbong ekonomi premium di harga 125rb. Harga tiket yang cukup lumayan dengan perjalanan 2,5 jam. Tapi mungkin alasan tersebut juga mendasari PT KAI memberikan pelayanan yang maksimal kepada para penumpang. Oke Worth it!. 

Ini merupakan perjalanan jarak jauh pertama kali sendirian setelah beberapa tahun terakhir vakum akibat virus Corona. Tanpa Mas bojo yang biasanya selalu duduk di samping. Bisa nih nanti upload story dengan based suara kereta. Hehe. 

Setibanya di Stasiun Solo Balapan, tujuan pertama adalah menghampiri penginapan Mas Bojo. Perjalanan cukup singkat dari stasiun ke hotel tempat Mas Bojo menginap. Hanya butuh waktu kurang dari 10 menit aku sudah tiba di hotel.

Hotel Mewah Tengah Kota Solo

Setibanya di Hotel Solia Yosodipuro Hotel Solo, tempat di mana Mas Bojo menginap. Tampilannya sangat apik. Hotel klasik yang comfortable. Hotel Solo yang menurutku aman nyaman dan harganya relatif murah ini sangat memperhatikan ciri khas jawa tengahnya. Karena terkenal dengan provinsi yang kental sekali dengan budaya jawa, di hotel ini banyak memiliki kesan heritage yang bisa di temukan baik dari pertama kali masuk hotel ataupun di kamar. 

Perihal rating, setelah aku cek, di Traveloka  score-nya gak kaleng-kaleng, hotel bintang 3 ini mendapatkan rating 8,5/10, sedangkan di Agoda 8.9/10. Banyak yang mengatakan jika hotel tersebut memiliki pelayanan yang sangat memuaskan. Ternyata benar dong. Hampir seminggu di sini tidak ada keluhan yang berarti. Kamar selalu bersih, sarapan buffet selalu menggugah selera, pendopo yang asik untuk di jadikan tempat nongkrong, kolam renang bersih. Pelayanan maskimal, Top deh.

solia yosodipuro solo

Lalu kemana aja selama di Solo?. Hari pertama aku hanya mengabiskan waktu di hotel untuk istirahat sembari menunggu kedatangan mas bojo dari dinasnya. Di hari kedua aku memilih jalan-jalan sekitar hotel. Dalam perjalanan menuju hotel, aku sempat menemukan tempat bersejarah di dunia jurnalistik yakni Museum Pers Nasional Surakarta, jadi aku memilih mengunjungi tempat tersebut. Alih-alih mengunjungi tempat yang jauh yang saat itu aku tak tau mana dan dimana, aku lebih memilih berwisata di tempat terdekat dari hotel. Jaraknya hanya 7 menit dengan jalan kaki. 

Museum pers nasional Surakarta

Kebetulan saat itu sedang diadakan pameran foto internasional "Padma Candrageni" dengan tema yang di usung seputar gunung Merapi dan candi Borobudur. Semua foto yang terpajang di sana menarik untuk di abadikan.  Sampai pada akhirnya alur pameran tersebut membawaku tiba aku di ruang perpustakaan museum, kurang lebih 2 jam aku habiskan di perpustaan tersebut sekadar untuk melihat koleksi buku yang terpajang dan bermain handphone. 

Pameran padma Surakarta

Pameran padma Surakarta

perpustakaan museum pers nasional surakarta

Pameran padma Surakarta

Lanjut, karena sudah siang dan waktunya makan, aku membeli makanan sekitar museum dan berencana untuk memakannya di kamar hotel. Mungkin setiap kota memiliki penyajian ataupun untuk penyebutan makanan berbeda-beda ya. Fun fact!,  aku mencoba membeli gado-gado di pinggir jalan. Nah yang menarik, bumbu gado-gado ini ternyata menggunakan bumbu pecel. Setauku, bumbu gado-gado itu memang dasarnya dari bumbu pecel dengan tambahan kentang dan santan kelapa, sehingga rasanya gurih. Nah yang aku dapatkan ini literally bumbu pecel, kalian pernah gak sih mengalami hal demikian pembaca budiman? atau memang setiap kota bumbu masakannya beda-beda ya? hehe, yuk share gado-gado di kota kalian bumbunya seperti apa.

Di dekat museum tepatnya di penghujung jalan Gajah Mada, terdapat taman kecil, taman Ngesus Punggawan namanya. Seperti taman kota yang di bangun untuk penghijauan jalan. Selama di sana aku sering menemukan, jika taman tersebut di gunakan oleh bapak-bapak becak untuk ngaso (istirahat) sambil menunggu customer. 

Lanjut untuk kuliner di malam harinya, aku dan mas mojo memilih untuk mencoba mencari disekitar hotel saja karena memang malas untuk bepergian jauh. Banyak berjejer warung pinggir jalan yang mulai di buka di sore hari. Ada satu warung makan yang selalu rame sejak aku datang di Solo, namanya soto daging sapi Bu Hadi 2, aku dan mas bojo berencana mencobanya. Ternyata sejenis makanan dengan wadah mangkok ayam jago yang berisi soto bening dengan sayur kecambah sebagai topingnya, untuk lauknya bisa diganti namun harganya juga bervariasi. Enak sih, tapi menurutku porsinya kurang. Maklum doyan makan nih. 


soto daging sapi bu hadi 2

Anyway untuk harga makananya di sini ternyata hampir sama dengan di Mojokerto ataupun Surabaya ya, pricy menurutku. Hehe. UMR kota solo termasuk kecil, tapi kenapa biaya hidupnya mayan tinggi ya. Ini berdasarkan survey di setiap malam aku mencari makan di luar hotel. Harganya 11-12 dengan tempat makan yang aku datangi di kota besar. Mungkin karena kenaikkan BBM kali ya, jadi berpengaruh di seluruh aspek kehidupan di sini. Atau emang aku yang keliru berkunjung ke warung makannya. Entahlah yang jelas, mayan juga sih harga-harga makanan di sana.

Selain dengan niat yang kuat menyusul Mas Bojo di Solo, aku juga berencana untuk jalan-jalan di Jogjakarta dengan adikku. Nah fungsi adek di sini, sebagai partner jalan-jalan kalau mau kemana pun, hitung-hitung sebagai pengganti Mas Bojo karena doi sibuk mencari nafkah. Hehe. So, terplotlah jadwal untuk adek datang menyusul di hari ketiga saat aku di Solo. 

Aku dan adikku memiliki planning trip ke Jogjakarta tanpa inap. Setidaknya Jogja-Solo bisa di tempuh dalam waktu 1 jam dengan menggunakan KRL, lumayan juga menghemat biaya yang seharusnya dari Mojokerto ke Jogjakarta, sekarang jadi Solo – Jogjakarta. Hehe. Nah pengalaman pertama menggunakan KRL Solo-Jogja ini sungguh membingungan. Aku harus naik turun tangga, belum lagi harus top up E-Money, dan apabila menggunakan aplikasi, 1 aplikasi hanya bisa digunakan untuk 1 orang penumpang. Boom! aku dan adikku panik. Tapi untuk cerita jalan-jalan ke Jogja dengan menggunakan KRL ini akan aku ceritakan di judul lainnya. Hehe

Kuliner di Kota Solo

Hari ketiga berada di Solo karena adiku sudah tiba, aku berancana melakukan wisata kuliner. Rekomen Mas Bojo aku wajib mencicipi makanan khas Solo-Selat Solo. Rencana awalnya, kami ingin makan di Viens yang menurut Gmaps tempatnya itu tak jauh dari Hotel membutuhkan waktu 15 menit dengan jalan kaki. Namun karena satu dan lain hal ternyata kami kesasar hingga berjalan 30 menit. Sebenarnya bukan benar-benar kesasar tapi lebih ke salah resto Viens aja. Haha.  Harusnya yang kami datangi menuju Viens Pusat, tapi Gmaps yang aku klik justru ke Viens Lotte Grosir. Dodol banget kan. Haha. Karena aku dan adikku berekspetasi lebih enak di pusat. Alhasil kami memutuskan tidak masuk ke Viens Lotte Grosir dan lebih memilih order transportasi umum dari Viens Lotte Grosir ke Viens Pusat padahal posisinya kami sudah jalan 30 menit dan berada di depan Viens yang ada di lotte grosir. Sumpah ini beneran kegiatan nganggur hari itu. Haha

selat solo - makanan khas solo

Setelah memesan transportasi online, tibalah kami di Viens Pusat. Ngomong -ngomong selat Solo ini semacam makanan berkuah yang berisi sayur wortel, buncis rebus dan selada, ada pula potongan kentang goreng dengan toping daging dan telur ayam yang di bacem lalu di guyur dengan saus dan mustard. Nah sausnya ini mantap!. Seperti makanan yang rasanya pernah aku coba tapi entah itu apa, rasanya familiar. Hehe. Aku pastikan perlu mencobanya lagi jika aku ke Solo.

Lanjut, hari terakhir menginap. Nah dari sekian banyak hari, baru di hari terakhir aku bisa dengan lega jalan dengan Mas Bojo yang gak membahas masalah kerjaanya. Aku memutuskan untuk jalan-jalan ke Pura Mangkunegara di pagi hari sekitar pukurl 05.30. Lokasi ini jaraknya lumayan dekat dari hotel kurang lebih 400 Meter. Kebetulan di sana sedang ada event sepeda berlangsung. Digadang-gadang sebagai acara terbesar di Solo. Untuk acara pelepasan peserta dilakukan oleh Gibran Rakabumi selaku walikota Solo. 

Selepas dari tempat tersebut, karena kami berencana early check out karena ingin mengunjungi pasar Klewer, pasar tradisional yang menjadi andalan warga Solo.  Berada di depan pintu masuk pasar Klewer, aku juga sempat mengunjungi masjid Agung Surakarta. Saat itu juga Solo sedang mengadakan acara tahunan yang disebut Sekaten Solo. Acara ini berlangsung selama 1 bulan sayangnya hanya ramai ketika malam hari. Nah kebetulan saat itu aku harus bergegas ke tempat oleh-oleh lalu kembali ke stasiun.

So, itulah pengalamanku selama beberapa hari di kota Solo. Mungkin gak banyak explore tempat karena memang terbatas waktu dan memang planing untuk jalan-jalan aku fokuskan ke Jogjakarta. Tapi tak masalah, setidaknya aku paham bagaimana kehidupan di kota kecil yang penuh budaya ini.

Jogja 3D2N - Dari Tamansari Ke Yamie Panda Taman Siswa


Assalammualaikum pembaca budiman. How are you? Fine dong ya. Sekali lagi aku ingetin pembaca budiman. Plis jangan kasih kendor ya untuk tetap menjaga Kesehatan kalian. Pandemi belum benar-benak berakhir sampai tulisan ini terbit. So, selalu bawa masker kemanapun, kapanpun kalau lagi di luar rumah ya.

Alhamdulillah Sekarang demennya update blog terus. Berarti nawaitunya udah kuat nih, bakalan sering update tulisan-tulisan receh di mari. Teruntuk kalian pembaca budiman yang setia baca tulisan di blog ini terima kasih ya. Aku yakin selain diriku yang suka sangat buat re-read. Ada kalian juga yang berada di entah berantah yang diem-diem nunggu update-an di blog ini, Hayoloh, ngaku??

Well, lanjut lagi yuk bahas trip Jogja kapan hari. Anyway, tulisan ini bakalan jadi last update untuk traveling Jogja 3D2N Yaa, plus aku akan info how much money I spent. Even untuk pengeluaran ini tergantung dari jumlah orang yang ngikut, tapi menurutku mungkin ini bisa dijadikan referensi kisaran pengeluaran  kalian  Sekali lagi ya berpatok pada kata MUNGKIN. hehe

Sedih rasanya udah akhir aja bahas liburan. Tapi ga papa entar review liburan lagi kalau udah jalan-jalan lagi. Nunggu uangnya kumpul dulu sekebon baru deh mikir kemana tujuan selanjutnya. Amiin yang kenceng dong AAAMIINNN

Well, Destinasi terakhir sebelum balik lagi Surabaya adalah Taman Sari. Obyek wisata ini dekat dengan Hotel. Sengaja ambil obyek wisata terakhir sekitar alun-alun supaya hari terakhir ini gak begitu lelah untuk perjalanan pulang ke Surabaya. (Tapi nyatanya capek juga ya, berkeliling jalan kali di taman yang memiliki luas berhektar-hektar itu. Hehe). Obyek wisata ini based on request mbakku sayang. Katanya sih pengen ketempat-tempat bersejarah di Jogja, yang ada pemandian-pemandiannya gitu sambil menunjukkan gambar Taman Sari

baca juga :maraton taman mudal dan geblek pari

Hanya butuh 10 menit dari hotel, aku sudah tiba di Taman Sari. Untuk harga tiket masuk terbilang sangat murah, 5k per orang padahal lokasinya berada di pusat kota Jogjakarta. Bahkan harga tiket tersebut lebih murah daripada retribusi parkir kendaraan roda empat sebesar 10k. Apabila kalian membawa kamera selain handphone, akan ada tambahan biaya. Untuk berapa besarannya kalian bisa search sendiri ya di Google. Hehe.

Karena mengunjungi tempat bersejarah yang aku sendiri, sebatas tau jika tempat itu merupakan tempat pemandian selir raja jaman dahulu. Akhirnya aku memutuskan menyewa jasa Guide lokal, untuk menjelaskan lebih detail setiap inchi dari tempat tersebut. Anyway untuk jasa Guide lokal ini ga gratis ya yoerobun. Feel Free mau pakai apa engga, untuk tarifnya juga sukarela jadi aku gak akan menyebutkan berapa nominal yang aku berikan karena bersifat rahasia (Haha, maafkan ya pembaca budiman, malu aja gitu sebutnya :P).

Aku dijelaskan banyak hal terkait bangunan-bangunan yang ada di Taman Sari, termasuk pula tentang 3 pemandian yang tersedia di sana. Yang masing-masing digunakan untuk raja, anak-anak raja dan selir raja. Beuh benar-benar seperti mendengarkan pelajaran sejarah. Untung gak bosen, justru semakin seneng dan tertarik karena bisa langsung melihat tempat kejadiannya.

Tempat Iconic di Tamansari

Ada banyak tempat iconic di Taman Sari, salah satunya bernama Sumur Gumuling, bangunan tersembunyi di bawah tanah yang merupakan sebuah masjid. Tempat ini sering sekali di incar para wisatawan dan dianggap sebagai tempat foto paling epic di Taman sari karena ke-elokkan bangunannya. Sumur Gumuling ini tediri dari 2 lantai dan terdapat 5 tangga yang menyatu ditengahnya. Sedangkan tepat di bawah tangga terdapat sebuah sumur. Untuk memasuki tempat ini pun, para pengunjung harus melewati lorong gelap terlebih dahulu. Pada jamannya, tempat ini digunakan sebagai bunker atau tempat persembunyian dari penjajah Belanda.

Unfortunetely, karena masih pandemi dan menurut berita jika virus tersebut bisa bertahan lama di area lembab, Maka, pihak pengelola menutup area tersebut demi kebaikan bersama sampai batas waktu yang tak di tentukan. Jadi ketika di sana, aku dan para wisatawan lainnya hanya bisa menatap dari luar jendela. Syedih sekali kan, enggak maksimal safarinya.  

Tempat lainnya yang  menjadi icon Taman Sari selain pemandian dan Sumur Gumuling tadi yaitu  situs Pulo Kenanga yang berada di belakang pasar Ngasem. Sekaligus  menjadi tempat berpisahnya aku dengan Guide yang aku sewa jasanya. Pulo Kenanga sendiri merupakan pulau buatan di tengah segara. Sayangnya Situs Pulo Kenanga ini sudah tak utuh lagi sebab dimakan usia dan di perparah sejak terjadinya gempa bumi di tahun 1867 dan 2006 silam. 

Tempat ini merupakan bangunan yang menjulang tinggi diantara bangunan-bangunan disekelilingnya. Keunikan yang dimiliki ialah terdapat jendela di setiap sudutnya yang cukup eksotis. Meski begitu, bangunan ini sering dijadikan spot foto bagi para pelancong sekedar diabadikan ataupun disewa untuk foto prawedding.  Bagaimana denganku? tentu saja aku tak melupakan kewajibanku memotret setiap sudut, plus foto post wedding dengan mas bojo. HEHE


Lanjut, selepas dari Taman Sari, kami menuju pabrik pembuatan oleh-oleh Bakpia Pathok  25 yang jadi legenda di Jogja. Sayangnya lagi, aku hanya sebentar singgah di sana, suasana sungguh crowded. Alhasil aku memutuskan untuk membelinya di Gerai tempat Bakpia Pathok dipasarkan tidak jauh dari pabrik berada. Kalau kalian tanya kenapa gak langsung aja ke gerainya? Come on. Selain ingin membeli oleh-oleh kan rencananya aku pengen tau langsung sih pembuatan bakpia di sana, begitu.

Yamie Panda - mie buatan sendiri

Well, saatnya makan siang, Aku menuju Yamie Panda cabang Taman Siswa. Lokasinya cukup dekat, masih di area pusat Jogjakarta. Berkunjung ke tempat ini atas referensi dari atasan adekku, katanya sih mantul mienya. Sekilas tentang resto ini telihat cukup unik. Di dominasi dengan warna merah khas Oriental. Terdapat pula mural yang ada di dinding lekat dengan aksen Mandarin. Berhubung makan siang ini di sponsori adek, jadi kami semua tinggal menunggu mie yang akan dikirim ke meja.


Pemesananya menu di Yamie Panda sendiri sangat kreatif, untuk menghindari antrian panjang depan kasir, para customer di minta untuk scan barcode yang ada di tiap meja, kemudian dari barcode tersebut akan nge-link ke e-menu YAMIE PANDA. Setelah kalian selesai pilih menu, barulah kalian datang ke kasir. Resto mie ini menyajikan variasi mie dengan kuah manis dan asin. Bentuk mie yammi kecil-kecil dan katanya di produksi sendiri untuk menjaga cita rasa yammie sendiri.  Porsinya pun bervarias,  Sedang dan Kenyang, kalian bisa pilih sesuai dengan kapasitas perut kalian.

FYI nih, untuk porsi Sedang, itu banyak banget. Rasa mienya ini lain dari pada yang lain, plus mienya kenyal dan kuahnya super sedap. Untuk harga juga relatif murah sesuai dengan rasa dan rupa. Haha. Tempat ini cocok kalau kalian pembaca budiman yang ingin kulineran besama keluarga, tempatnya friendly-able. Suasannya gak monoton. Tersedia tempat indoor, dan semi outdoor. Terdiri hanya satu lantai. Tapi cukup luas, spot foto pun tersedia. Kalau kalian ke Jogja dan berada di tengah kota, rasanya kalian perlu Cobain deh. Seriusan rek, perlu!!!.

Ngomong-ngomong untuk biaya ke Jogja 3D2N, karena aku bersembilan kurang lebih memerlukan biaya 3.000.000 rupiah. Entah kalian bilang ini mahal atau sebaliknya lebih murah, karena preferensi tiap orang berbeda-beda. Haha. Menurutku sendiri itu cukup murah yaa. Dengan biaya segitu aku dan keluarga bisa ke Jogja via Tol PP, bahan bakar kendaraan selama di sana. Tidur nyaman di hotel bintang 2, Makan 3x sehari. Ke 3 tempat wisata plus 2 Resto yang gak mengecewakan. Bonusnya kita bisa jalan-jalan ke Mallioboro setiap malam. HEHE

Gimana apakah seluruh tulisan traveling ini sudah membangunkan semangat kalian liburan ke Jogja ?. Mau pergi sendiri ataupun Bersama-sama Well prepare ya pembaca budiman. Selalu siapkan dan tentukan dulu mau kemana dan tinggal di mana, supaya di sana gak lontang lantung. Hehe enggak dong ya, pasti kalian sudah menyiapkan dengan sempurna.

Okay see you next trip yaa..

Jogja 3D2N Maraton Taman Mudal Dan Geblek Pari

Assalammualaikum pembaca budiman, pembaca Budiman, pembaca Budiman. Hehe. Sehat selalu  kan ya ? week end kemarin kemana aja? Sudahkah berlibur Bersama keluarga, teman, pacar, sahabat atau seorang diri? kalaupun kalian hanya rebahan di kasur sambil ngedrakor its okay, namanya juga WEEK END, bebas melakukan apa aja untuk menyenangkan hatimu. Kuharap kalian tak pernah bosan untuk terus membaca blog ini ya. kalaupun bosan yaudah healing lagi yook. Calm down lepaskan penat, mari cari angin segar di sekitar, kalau gak nemu di sekitar yaudah carinya agak jauhan. As long itu nyaman dilakukan go head!

Well, lanjut update untuk Jogja tour 3D2N yuk. Ngetik tulisan ini jadi pengen liburan lagi ( loh loh loh mari semangat kumpulkan cuan, SEMANGAT!! liburan dengan dompet tebal). Oh ya, bagi pembaca budiman yang baru join baca, jangan lupa baca 2 tulisan sebelumnya ya, biar nyambung.

Baca santai di pantai ngandong

Karena berliburku dimulai di hari jumat, so setelah keluar dari pantai Ngandong aku mencari masjid terdekat untuk pasukan pria solat jumat berjamaah, Setelah itu lanjut check in hotel for take a break and rest a while. Malam harinya, karena lokasi hotel dekat dengan pasar malam Mallioboro, jadilah kami ke sana dengan jalan kaki. jalan kaki? yes, tips untuk kalian yang mau ke Mallioboro dengan menggunakan kendaraan roda empat, pastikan datang di siang hari. Menginjak sore meskipun jarak tempat kalian berada dengan Mallioboro cukup dekat dan nekat dengan kendaraan kalian akan dipastikan terjebak macet. 

Keesokkan harinya, setelah sarapan, aku menuju ke destinasi kedua -Taman Mudal- , wisata air yang  singkatnya di area Pegunungan Menoreh - Kulon Progo. Destinasi yang aku pilih ini nyempal dan jauh dari hotel. Kurang lebih memakan waktu 1,5 jam dari hotel. Haha. Sekalian kan ya kalau ke Jogja datang ketempat yang emang jauh-jauh nikmat yang menurutku tidak banyak orang tau. Masih menurutku tapi kenyataanya sudah banyak orang yang jauh-jauh datang kesana. Haha

Perjalanan menuju Taman Mudal melewati perbukitan yang sangat indah, jalanan beraspal dan terdapat pula perkampungan di kanan kirinya. Meskipun tak banyak rumah yang berjejer, tapi cukuplah itu disebut kampung ye kan?. Matahari juga tak begitu menyegat kulit, sinarnya kuning tapi tak membuat silau mata, udara segar dan semilir angin melengkapi perjalanan pagi itu. Semuanya prefect!. Tentu saja aku tak menyia-nyiakan kesempatan indah ini untuk merekam. (As always yaa, ngonten. Haha). Yuk bahas sekilas tentang wisata air ini.

Taman Mudal ini sejenis ekowisata taman air yang awal mulanya dikelola swadaya oleh masyarakat setempat. Lalu di tahun 2016 di support oleh PLN untuk terus dikembangkan menjadi ekowisata yang lebih apik dari sebelumnya. Kedatanganku disana tentu direkomendasikan google yang siap sedia menginformasikan wisata alam yang menarik untuk dikunjungi dengan budget minimalis. Ngomong-ngomong soal budget, harga tiket masuk di wisata ini sangat murah, 10rb per orang dan tiket parkir mobil sebesar 5rb rupiah. (Bisa dihampiri lagi deh ini)

Ada 2 jenis pemandian yang dapat dinikmati di area ini, dan dibagi menjadi masing-masing kedalaman kolam dangkal untuk anak-anak dan dewasa dengan kedalaman 2 meter. Semuanya bersumber dari dalam goa seikitar pengunungan. Usut punya usut karena air goa jernih, bersih berwarna hijau tosca dan tak bebau. Masyarakat sekitar menggunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Bebatuan yang tersusun alami dan membentuk seperti air terjun pun menambah ke elokkan wisata ini. Tersedia pula kolam terapi ikan (spa ikan), you know kan yeorobun?. Mencelupkan Kaki kedalam kolam ikan dan well ikan akan memakan semua kotoran yang ada di kaki. Yang beberapa tahun lalu  sempat hits yeorubun. Kolam itu juga yang aku tuju untuk dinikmati dari pada berjebur-jebur ria di kolam dewasa. Hehe. Track menuju masing-masing kolam juga tertata rapi. Anyway tangga menuju ujung Taman Mudal  masih menggunakan tangga kayu, jadi  harus  tetap hati-hati yak karena ini wisata air tentunya  licin.

Fasilitas lainnya  juga lengkap serta masih masih apik kok.  Flying fox. Camping ground, Spot foto yang instagramable, Gazebo yang disediakan menurutku juga cukup banyak, jadi tidak banyak pengunjung yang tercecer duduk di tanah. Ditambah pula, tempat ini menyediakan Wifi dengan kecepatan kilat no password, membuat bapak yang gak terjun ke air dan memilih menjaga perlengkapan kami bisa membuat konten tiktoknya dengan sempurna . Haha

Sadly, berwisata di Taman Mudal tidak bisa berlama-lama karena tempat ini akan sangat padat pengunjung di siang hari. Beruntungnya aku datang di pagi hari tepat 15 menit setelah wisata ini buka. Jadi masih sepi dan banyak spot yang masih kosong. Didukung dengan cuaca yang sedang berseri-seri, hunting foto sudah terlaksana dengan baik. Haha Alhamdulillah again.

Wisata Pari di Geblek Pari

Keluar Taman Mudal, karena masih di area Kulon Progo dan belum juga makan siang, aku memutuskan untuk ke Geblek Pari Nanggulang. Tempat makan yang menyediakan makanan rumahan khas ndeso dengan pemandangan alam yang mirip banget swiss (lebay yaa? Haha, padahal belum pernah kesana). Geblek Pari ini lokasinya tak jauh dan sejalan arah hotel. 30 menitan dari Taman Mudal. Awalnya hanya berniat untuk makan siang sambil menikmati pemandangan bukit Menoreh lalu pulang dengan perut kenyang. Tapi setibanya di sana, aku sangat takjub ada gitu ya lokasi yang se epic ini di tengah sawah. Sekeliling resto jowo yang dipenuhi dengan hamparan pari kuning siap panen. Resto ini tersedia tempat indoor dan outdoor dan semuanya cocok untuk sekedar menikmati sajian ataupun nongkrong ala warung desa dengan bangku kayu. Meskipun datang disiang yang terik, tempat ini masih terlihat menarik. Tersedia pula jalan cor-coran tengah sawah untuk para pengunjung menyewa skuter elektrik, sepeda, ATV ataupun sekedar berfoto, dengan backgroud bukit Menoreh. Masya Allah

Karena mengusung tema ndeso, segala macam yang ada di Geblek Pari menggunakan peralatan tradisional. Seperti menggunakan piring  blerik – piring yang terbuat dari seng enamel dengan corak vintage, pinggiran biru dengan belang putih. Variasi lauk pauk yang  menggugah selera yang disediakan tertata rapi dalam wadah blirik hijau dengan centong kayunya. Kompor yang digunakan pun menggunakan kompor tungku kayu. Sungguh khas ndeso.

Selesai makan, aku tidak langsung beranjak, sangat disayangkan jika hanya datang, makan lalu pulang. Mas bojo berinisiatif untuk menyewa 3 skuter elektrik  dengan harga masing-masing 35rb/jam yang digunakan untuk mengelilingi bukit menoreh sesuai dengan rute yang disediakan-Jalan cor-coran sampai tengah sawah. Tak lupa pula collect foto di tempat yang cantik ini. Lagi-lagi aku tak bisa melepaskan kata cantik, indah, menawan dan eksotis ketempat yang aku kunjungi. Hahah.

Hati udah seneng, foto udah banyak, udah pula jalan-jalan keliling hamparan pari yang ada di Geblek Pari, saatnya Kembali ke hotel. By the way karena ke Jogja ini temanya  memenuhi keinginan bapak untuk menyaksikan angklungan. Jadilah setelah bersih-bersih diri, aktivitas malam dilanjutkan dengan jalan-jalan ke Mallioboro lagi untuk menyaksikan angklungan. Emang kemarin malam gak nemu? Harusnya nemu, tapi karena saat itu sabtu, mungkin lebih rame. Hehe. I wish semuanya happy, meskipun badan capek tapi hati tidak.

Untuk pembaca budiman yang sedang baca blog ini, (anggaplah yang sedang baca ini jutaan. Amiin) terima kasih yaa, tanpa view dari kalian, blog ku terasa hambar. Jangan sungkan-sungkan meninggalkan komentar ya.