Tampilkan postingan dengan label SebabAdaKau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SebabAdaKau. Tampilkan semua postingan

Selamat Memperingati 1057 Hari Pernikahan Mas!

   

Assalammualaikum pembaca budiman, bagamana kabar kalian? Kuharap akan selalu baik-baik saja, jangan lupa bahagia yaa. Masih sering dapat SMS dari Kominfo terkait covid? Kalau aku iya, justru sekarang dilengkapi dengan embel-embel #VaksinHarusLengkap. Jangan kendor untuk selalu menggunakan masker di mana pun dan kapan pun yaa. Jangan lupa juga lengkapi diri dengan booster, karena ke depannya itu yang akan menjadi syarat bepergian menggunakan kendaraan umum. Catet!

Hari ini tanggal 23 Agustus 2022. Selamat hari ulang tahun pernikahan yang ke 1057 hari untuk aku dan mas bojo. Semoga semakin bertambahnya usia pernikahan, semakin dalam pula rasa pengertian, tanggung jawab dan cinta yang terpupuk. We don’t know what’s a head, tapi semoga bisa melewati setiap ujian sama-sama, dan dipertemukan di surgaNya.  Amiin. Kok kayak make a wish gini ceritanya. hehe

Baca JugaSi Penulis Yang Meniqah

Pernikahan di hari 1057, kenapa gak disebut pernikahan ke -3 tahun aja sih (mungkin ada yang penasaran tanya gitu). Jawabannya karena pengetikannya tersirat banyak makna, tidak hanya sekedar angka. 1057 Menunjukkan sudah ribuan hari telah kami lalui menjadi pasangan halal atas izin Allah. Sisa hidupku yang telah kupasrahkan padanya, kupatuhkan rinduku untuk selalu tunduk dan mengikuti sabdanya dan semua itu telah berjalan sekian ribu hari. Meskipun 1057 hari masih bukan apa-apa daripada pasangan di luar sana yang terpenting kami bisa menjadi pasangan yang saling mengerti sejauh ini.

 Kata orang, pernikahan tahun 3 adalah pernikahan yang masih seumur jagung, kecil ya? ya begitulah. Hehe. Semua hari yang terlewat begitu mengesankan dan terasa ringan karna di lalui berdua. Semoga selalu ada hari-hari selanjutnya, karna kami tau ini masih sangat awal, masih banyak rintangan yang perlu kami hadapi. Semoga selalu bergandengan tangan dalam melewati setiap ujian yang menghadang.

Walaupun dalam tahun ini kami belum dikarunia momongan, kami tetap bersyukur, Allah telah mencukupkan rezeki kami dengan cara yang lainnya. Beberapa keinginan kami yang sempat terlontar di awal pernikahan terwujud di tahun ini. Semuanya tentu karena Allah Maha Adil. Alhamdulillah. Cinta kami juga masih terus tumbuh subur karena selalu di pupuk setiap hari. Sejujurnya semua pernyataan ini menurutku telalu lebay, haha tapi  yang jelas aku sama mas bojo selalu menyakini, pasti suatu saat nanti Allah akan mengabulkan doa-doa yang kami di waktu yang tepat perihal momongan. Sementara ini kami nikmati waktu berdua dulu. Kemana-mana berdua, Positif thinking dengan aktivitas yang dikerjakan, travelling berdua. Intinya tidak membuat itu sebuah beban yang harus diratapi.

Fase penuh drama

Menjadi pasangan suami istri yang hampir 24 jam bertemu dengan orang yang sama tentu banyak sekali godaannya. Awal-awal menikah, jauh sekali dari kata adem ayem. Kebiasaan masing-masing kadang membuat otak mendidih dan bibir komat-kamit karena adanya perbedaan sudut pandang keseharian sebelum menikah. Ataupun perkara sepele seperti tugas yang sudah diberikan tak segera dikerjakan. Aku pikir, ketika aku memutuskan menikah dengan mas bojo, tidak akan ada perbedaan yang berarti tentang dia. Tapi nyatanya aku SALAH. Setelah menikah dan bersama dia 24 jam full dan berulang ke esokkan harinya, aku tau suamiku ini seperti apa orangnya. Bukan kayak power ranger ataupun manusia macam spiderman ataupun Iron Man yang punya kekuatan khusus. Bukan ya..

Mungkin karena masih di fase awal menikah, kami harus menyesuaikan diri satu sama lain. Hal-hal remeh yang menurutku tidak seusai ataupun sebaliknya menjadi sebab pertikaian kami. Padahal sebelum menikah, kami minim cekcok. Eh minim ya, bukan berarti tidak ada sama sekali. Konflik dalam hubungan tentu ada, itu pun tak lama karena dia lebih banyak mengalah dan meminta maaf.

Namun setelah menikah, dia lebih otoriter karena merasa menjadi kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atas semua penghuni rumah. Sedangkan aku, wanita berjiwa mandiri dan keras kepala pula yang tidak suka terlalu di kekang. Dalam hati “kenapa dia begini” Drama rumah tangga pun mewarnai hari-hari kami. Sempat ada pikiran menyesal kenapa harus mengiyakan ajakannya menikah tapi itu dulu, namanya juga masih jiwa muda. Haha. So drama yaa, tapi kalau di pikir-pikir lagi, menikah dengannya juga suatu keberuntungan yang diamini banyak orang.

Beruntungnya, mas bojo tak pernah bentak aku, menurutku ya ini. Even he get angry already dia gak pernah berkata kasar kepadaku sekali pun bahkan sampai detik ini. Alhamdulillah. Tapi anehnya, ketika kami sedang pillow talk baru-baru ini, dia mengatakan pernah sekali dan itu ketika kami masih tinggal di kos-kosan, dia sempat menyesal melakukannya. Tapi menurutku tidak pernah, karena nada bicaranya tak pernah tinggi seperti orang marah ataupun teriak pada umumnya.

Lah dia marahnya gimana? Marahnya dia itu kelihatan kok dari caranya bicara sudah nyelekit tuh kalo lagi marah ngomong, cara dia menatap dan berperilaku. Wajar dong ya, manusia biasa masih ada emosi, masa iya dia gak pernah marah. Hehe.

Lalu bagaimana kami berdamai dengan keadaan? Aku dan mas bojo sebisa mungkin menyelesaikan setiap permasalahan selalu berdua. Seperti yang aku info tadi, aku tipikal wanita keras kepala. Aku lebih sanang mengutarakan yang aku rasakan, setelah lelah ngomel (namanya juga wanita ya, kalau gak ngomel kayak gak lega gitu). Aku memilih diam sejenak dan tidak mengajaknya bicara terlebih dahulu Gengsiku masih gueede banget. Hehe. Jadi dia yang mengalah dan mengajakku untuk membahas duduk perkaranya dengan kepala dingin. Kami kembali belajar karakter masing-masing, mungkin sampai saat ini juga masih belajar.

Setelah clear dan saling meminta maaf, kami kembali menjadi pasangan serasi. Aneh? Pasti. Aku tak tau kenapa bisa seperti itu, beberapa saat yang lalu marah-marah, tapi seketika berubah melunak saat dia melakukan hal konyol yang membuatku tertawa terpingkal. Begitulah cara kami memperbaiki dan mempertahankan rumah tangga.

Dia bukan orang romantis

Manusia tidak ada yang sempurna begitupun kami. Sejujurnya aku tidak mempersiapkan apa-apa di hari ini. Rutinitasku normal seperti ibu rumah tangga kebanyakan. Bangun pagi, memasak, membersihkan rumah, kerja secara online, istirahat, menyiapkan malam malam, kemudian nantinya ketika mas bojo pulang kerja yang aku lakukan ya chit chat dengannya. Iya seperti itu. Nothing special. Sejauh artikel ini terbit sih rencananya begitu. 

Aku berani bertaruh mas bojo tidak akan ingat tentang hari ini. Tanggal dan tahun berapa kami menikah saja dia sering keliru (emang gitu ya laki-laki? Atau cuma bojoku.). Dia hanya ingat tanggal kami lamaran, aneh ya? tapi tak apa setidaknya ada yang dia ingat tentang moment bahagia kami.

Setahun pertama tentunya kesal, kenapa tidak ada surprise dari dia. Makan diluar mungkin. Mengharap ya. Haha kebanyakan kena drama queen aku ini. Setidaknya ada tindakan yang mewakili hari pernikahan kami. Paling gampangnya nih, semisal seluruh pekerjaan rumah dia yang handle. Walaupun di hari biasanya ya dia tetap membantu mengurus pekerjaan rumah. Tapi khusus hari ini, aku minta yang lebih. Hehe. Sayangnya Mas bojo benar-benar lupa dengan hari kami mengikat janji suci di 1057 hari yang lalu. Aku harus memancingnya dulu, baru dia bilang “oh iya ya?” hanya itu.

Di tahun kedua, mengingat kejadian di tahun pertama di luar ekspetasi. Aku semakin paham karakter yang dimiliki suamiku: ternyata mas bojo memang begitu orangnya, pelupa dan bukan orang yang romantis. Bahkan keluarganya sering berpesan untuk mengingatkan mas bojo terkait-hal yang menurutku itu sangat simpel. Hhehe. So, tidak mungkin ada karangan bunga mawar, coklat, tart apalagi ucapan selamat. Lalu sekarang di perayaan hari 1057? Bisa di tebak meskipun hari ini bersejarah, akan terasa seperti hari-hari biasanya. Emang hari biasanya gimana? Penuh cinta, penuh garam, penuh gula, penuh madu, penuh doa dan penuh perjuangan. Aku sudah tidak ambil pusing, memang mas bojo orang seperti itu.

Baca Juga: Topik Yang Harus Selesai Sebelum Menikah


Aku tak lagi kesal meski tanpa perayaan seperti kebanyak pasangan lainnya. Pasalnya, mas bojo tetap menomersatukan aku dengan caranya. Menurutku begitu. Apa pun yang aku butuhkan sebisa mungkin dia penuhi even its takes time. Itu yang membuat aku mengakui walaupun dia bukan orang romantis, dia tetap berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakanku

Sampai saat ini konfilik kecil akan selalu ada, meskipun begitu kami menggangap itu sebagai pemanis dalam rumah tangga. Selama kami masih bisa saling menjaga, saling berusaha dan mengamini niatan kami menikah, insya allah perjalanan rumah tangga kami akan selalu indah. Yang terpenting, kami terus belajar dan belajar, karena menikah adalah ibadah seumur hidup yang tak pernah lekang oleh waktu. 

Sekali lagi, selamat ulang tahun pernikahan mas bojo… 

Saling Memeluk Dan Tunduk



Aku lupa, kadang aku juga harus mendengar, mengalah, bahkan memahami apa yang kamu mau. Setelah panjangnya batin bergelut dengan ragu. Menyisir waktu untuk selalu tumbuhkan rindu. Meminta Tuhan untuk bersatu. Akhirnya semesta memberikan jawabannya;  Kita menjadi sepasang yang seatap. 

Kita tak gentar dan terus maju menyongsong hari-hari nanti. Mempersiapkan apa-apa yang perlu disegerakan.  Berjuang untuk saling mempertahankan. Pun saling menguatkan pada apa yang membuat kita sempat berpikir macam-macam. Kita adalah sepasang yang manis atas izin Tuhan.

Sayangnya, ada beberapa hal yang membuat aku merasa paling ingin di dengar. Merancau dengan kalimat tajam dan menyebabkan luka pada hati yang sedemikian berjuang. Dan itu adalah hatimu. Aku diperdaya amarah hingga gegabah berkata menyerah. Aku mulai membuat batasan yang tak patut untuk diperdebatkan. Kita saling adu benar dan mempertanyaan siapa yang bertanggung jawab atas semua ini. Kata-kata makian ku lontarkan. Aku sungguh marah dengan keadaan kita.

 Hingga malam itu, air matamu luluh.

Seketika langit egoku runtuh. Aku tersadar akulah yang salah. Akulah  yang setengah-setengah memahami dirimu. Aku yang masih belum mengerti apa yang hatimu butuh. Atau mungkin justru aku yang belum berusaha. Aku yang menyulitkanmu untuk mengerti aku. Menyalahkanmu atas perlakukanku yang semena-mena. Aku yang salah tapi kamu yang terkena dampaknya.

 Maaf, aku belum gigih berjuang untuk kita. Tangisku pecah. Aku perlahan meraihmu, mendekapmu.

Maaf, telah keras kepala. Aku lupa kalau saat ini aku adalah tanggung jawabmu. Segala tindak tandukku berpengaruh pada peranmu.

Untungnya kamu membalas pelukanku dengan dekapan tak kalah hangat. Kita berdamai dengan kekurangan masing-masing. Saling memeluk dan tunduk pada keputusan besar. Kita tak akan berhenti di titik ini. Seatap memang bukan hal mudah, tapi aku pastikan aku tak akan lagi mengatakan ingin menyerah. Selama kamu disampingku aku tak khawatir.

 

Setelah Aku Diarah Yang Salah

Aku, seseorang yang pernah rapuh. Pernah sepenuhnya percaya namun ditinggalkan begitu saja. Seseorang yang pernah benar-benar mencintai tapi dilukai berkali-kali. Seseorang yang rela berjuang ketika semua usahanya tak dipandang. Dan seseorang yang kesakitan namun tetap bertahan untuk cinta yang sangat kejam.

Itu aku, sebelum aku tahu jika nanti dikehidupanku akan ada sesosok dirimu. Seseorang yang entah siapa. Tapi mampu membuatku terpana. Seseorang yang secara sukarela mau menghabiskan sisa hidupnya bersamaku pasti nanti begitu. Menciptakan bahagia berdua dan tempat aku berpulang dengan segenap jiwa. Aku tersadar dengan tidak sengaja, lalu berusaha membuang usaha yang sia-sia hanya untuk cinta yang salah. Aku yang saat ini sudah berbeda. Memasukkanmu dalam pikiranku setelah aku terserang cinta gila.

Kamu, Bantulah aku untuk menemukanmu, untuk mengenggam tanganmu. Aku tahu, aku pernah dijalan yang keliru. Aku tahu aku pernah bertumpu pada rasa nyaman yang dulu ku sombongkan lantas rasa itu menyesatkan. Sebab itu, aku butuh bantuan untuk menemukanmu. Bisakah kau memberiku petunjuk dari mana arahmu, atau bisakah kau beri aku isyarat bagaimana wujud dirimu sehingga tak nampak abu-abu. Aku akan menyapamu dengan hati-hati.

Sementara ini, sibukkan dirimu dengan hal-hal yang baik ya. Jangan lupa berdoa agar aku segera berhenti dari jalan yang bernama penantian. Bermimpi duduk berdua bersamamu, menyeduh teh hangat buatku lalu menatapmu. Didukung dengan gerimis kecil sehingga kita tak bisa kemana-mana. Kurasa sudah mampu kusebut romantis.

Rinduku nanti juga tak akan biasa berkat kau yang kini aku tak tahu siapa. Aku akan terus berbincang-bincang pada Tuhan, meminta Dia memberikan sabar dan juga mempercepat kehadiranmu. Aku juga akan memantaskan diri hingga tiba saatnya kita dipertemukan nanti. Jadi tunggu aku disana ya, jangan kemana-mana. Aku akan segera kesana mendekapmu dalam balutan doa

Tenanglah Kita Semua Pernah Terluka

(souce: pinterest.com)

Kamu pasti pernah dikecewakan dengan orang yang tak pernah kamu sangka. Kamu pasti pernah dibuat menangis dengan orang yang kamu kira baik hatinya. Kamu pasti pernah mengunci diri di kamar dan tak membiarkan orang lain mengerti sedihmu. Bukan karena kamu malu, tapi karena kamu butuh waktu sendiri untuk terima kesakitan itu. Membenci diri sendiri karena tak berdaya berbuat semestinya meski rindu juga menggebu di kepala.

Kadang hidup memang harus dicumbu gelisah bahkan sampai menderita. Melalui kesulitan untuk terima kenyataan kemudian mengikhlaskan. Tak ada yang mudah mengatakan rela jika yang kita lepaskan adalah sesuatu yang berharga. Namun, tak ada cara yang lebih mudah selain menerima. Sebab, dengan begitu kita akan sadar segala yang ada di sisi sifatnya sementara. Tenanglah, kita semua pernah mengalami yang namanya terluka. Berada di kondisi yang tak pernah kita harapkan ada. 

Beberapa waktu yang lalu aku seperti itu. Apa yang kumiliki tiba-tiba melayang, pergi menjauh seperti terbawa angin topan. Duniaku terbalik dalam hitungan detik. Aku mencoba menguatkan diri, kembali mengumpulkan pemikiran dan usaha terbaikku jika tak ada yang benar-benar tinggal, setiap datang akan diiringi dengan pulang. Tapi tetap saja, aku meluruh dengan kehilangan. Aku menangis sejadi-jadinya karena usaha relaku gagal tak tersisa. Kehilangan begitu menyesakkan hingga aku sulit untuk bernafas. Saat itu aku merasa aku sudah berada di titik terbawah dalam hidup. Tak ada yang berjalan sesuai kehendakku. Kupikir hidupku sungguh-sungguh memilukan dan aku tak kuat untuk berdiri tegap. Bahkan untuk menyemangati diri sendirian aku tak mampu.

Meski begitu, logika kembali walau butuh waktu yang tak sebentar. Sadar jika apa yang aku genggam sampai kepayahan kini harus kulepaskan. Itu saran yang kubisikan lirih ketika mataku bertemu dengan diriku sendiri didepan cermin. Aku yakin akan ada pelangi setelah rintik hujan berhenti. Langit mendung akan indah dengan hiasan beberapa garis warna-warni yang membuat mata kita terpesona. Aku memang butuh seseorang, namun sebelum itu yang perlu kulakukan adalah melewati ini sendirian dengan hati yang tak memikul beban. Aku tak boleh berhenti untuk menuju hal baru yang telah menungguku di ujung sana. Aku harus terus hidup untuk memperjuangkan apa yang kumiliki saat ini, tak boleh menyerah hanya karena pernah kalah dan tumpah airmata.

Hari Ini Di Tahun Lalu


Foto kita ketika menatap masa depan

epat tanggal 9 Desember 2018, hari ini di tahun lalu. Perasaan campur aduk berkecamuk dalam hati. Bahagia, canggung, tak percaya semuanya beradu menjadi satu. Yang kupikir , hal itu cuma mimpi. Kalau tidak menikah, ya yang menghampiri adalah mati. begitukan hidup?. ditakdirkan bersama atau sendirian sampai menutup mata. Tapi Allah Maha Baik, Dia memberiku kesempatan untuk bisa bahagia dengan menikmati masa di khitbah seseorang.

Hari ini di tahun lalu, satu langkah kita lebih dekat. Menyegerakan ingin membuang getir. Sejak pagi aku sudah gelisah sendiri, menyiapkan ini itu bahkan mempoles diri untuk tampil cantik di antara yang datang dan yang ku undang. Merapikan jilbab bahkan kebaya yang sengaja kubeli untuk hari teristimewa. Waktu yang telah disepakati pun berlalu seperkian menit, gelisah dan gemirisik kanan kiri pun menyeruak. Beruntungnya segera terdengar informasi jika rombongan yang melamar datang. Aku kembali mempersiapkan diri. "ah aku akan menikah sebentar lagi". Begitu yang selalu saja ku ucapkan di depan cermin. Dipinang oleh seseorang yang tak pernah aku rencanakan dalam satu tahun belakang. Tak pernah sebelumnya  terucap dalam sujud dan akan menjadi pendamping seumur hidup. Mulanya hanya sebagai kolega, lalu berteman hingga akhirnya dia datang melamar. Tentu segala sesuatunya berproses. Namun, cukup unik karena tak ada kendala. Ridho kedua orang tua pun sudah kami terima. Serasa semua langkah dipermudah.

Di hari itu, 9 Desember 2018, dia- Dipasuta namanya, Pria yang menurutku tak gagah tapi memiliki niat baik untuk hidup bersama dan menua dengan aku yang penuh kurang dan minim sabar. Dia yang dalam benaknya menyiapkan mental untuk mengijab di depan penghulu dan waliku. Pernah waktu itu aku berandai, andai bukan dia yang datang mungkin saat ini seseorang lainnya yang mencoba menyakinkan. Tapi kuperjelas lagi, aku sangat keras kepala. Butuh berapa dekade untuk bisa mengambil hatiku yang pernah terbelah dan berdarah-darah karena jatuh cinta. Akan butuh waktu lama untuk aku bisa bersanding dengannya. Seseorang yang akan mengakuisisi dan mengendalikan hidupku nanti.

Untung saja, dia - Dipasuta yang datang. Pantang menyerah sebelum mendapatkan. Pantang lelah meskipun batinnya lagi-lagi kubuat kepayahan. Pun setelah hari ini ditahun lalu, aku sempat menggoyahkan niatnya untuk bersama. Siapa tahu dia akan berkata "ya sudah aku menyerah dan mari kita berpisah" nyatanya, tak pernah sekalipun dia terpikir kearah sana. Yang ada, dia justru mengecangkan ikatan dan berkali-kali berkata sayang.

Jika di ingat-ingat, sebelum aku berkata "iya" untuk niatnya meminang. Ada banyak keraguan yang bergentayangan. Bisa jadi dia semena-mena. Bisa jadi dia kan menjadi otoriter dan hidup yang aku jalani saat ini. Bisa jadi dia akan melenggangkan ikatan dan habis kesabaran, saat aku tak patuh dan kemudian aku dijatuhkan dalam kubangan penderitaan. Ya.. bisa jadi, itu yang dibenakku.

Lalu aku berbisik pada Tuhan. Meminta diberi jalan dan ditunjukkan arah yang benar. Klise bukan? tentu.  Aku hanya tak ingin membuang masa-masa berhargaku. Itu cara terampuh untukku hilangkan ragu. Sebelum hari itu aku sangat takut, kalau-kalau keputusan yang aku ambil keliru. Aku pun takut untuk meminta pendapat pada teman karena sejatinya semua cerita tentangnya bermula dari mulutku saja. Mereka tak kenal, bertegur sapa pun jarang.  Sampai akhirnya aku putuskan untuk menerimanya. Dia  menyakinkanku tak akan berubah meskipun sudah lama bersama bahkan berpuluh tahun lamanya. Tetap sayang dan perhatian sebagaimana saat ini dia bertingkah. Gigih berjuang padahal aku dulu kerap tak sepaham bahkan sempat lontarkan cercaan saat dia menjelaskan kesalahpahaman. Kupikir dia sangat sabar, bisa meredam emosi dan tenangkan aku saat aku butuh sandaran.

Hingga tiba hari ini di tahun lalu 2018. Minggu pagi di bulan Desember. Dia bersama keluarga besar datang menawarakan diri menjadi besan.  Membawa beberapa bingkisan yang sejatinya untukku yang di utamakan. Aku sembunyikan senyum malu saat keluarganya datang menggoda. Hatiku berdebar "oh Tuhan, aku dilamar". Aku menatapnya dari kejauhan. Dia berwibada dengan kemeja yang kami beli berdua dengan motif senada.  Langkahnya mantap maju kedepan. Aku berbisik padanya  apakah yakin untuk memulai semuanya bersamaku nanti ?. Dia tersenyum dan berkata  " Bismillah aku yakin".

Si Penulis Yang Menikah

Sedikit flashback di hari akad tepatnya tanggal 23 Agustus 2019 jam 13.00 WIB. Mungkin baru bisa cerita bagaimana proses dan akhirnya sah si penulis jadi istri. Lantaran sejak kapan hari masih sibuk buat buka amplop, pindahan, dan beres-beres kamar untuk dua orang sekaligus dan terakhir back to reality  that I’m a worker. Hari itu, aku bukan datang di kondangan teman sebagai tamu, bukan datang sebagai supporter yang cukup bilang sah, TAPI datang sebagai yang di AKAD. Sebagai mempelai wanita. Jabatan yang kutunggu-tunggu dari tahun ke tahun. Jabatan terbesar dalam sejarah hidupku

Setelah ba’da sholat jum’at, aku dipekenankan untuk duduk di tempat yang telah disediakan untuk mempelai wanita. Aku duduk di antara Ibuku dan calon ibu mertuaku. Semuanya menggunakan pakaian dan jilbab dengan warna senada sesuai dengan rencana.  Terlihat anggun dan cantik. Sedangkan aku yang menjadi pemeran utama menggunkan kebaya putih panjang dengan kain jarik sebagai bawahannya. Ini hari ku, hari bahagia dalam hidupku. Si penulis akan meniqah. ALHAMDULILLAH. Tapi sebelum akad diucap, dag dig dug jantungku menjelang detik-detik itu rasanya semakin cepat. Aku hampir tak bisa mengontrolnya, untung saja ada budenya si mas yang begitu grapyak ngajak aku ngomong ini itu. Suasana menjadi sedikit hening ketika MC acara memulai membuka suara. Untuk memulai acara Sayup-sayup tapi pasti, terdengar suara bapak yang sedang dituntun oleh pak Penghulu untuk mewakilkan akad hari itu. Posisi bapak duduk di depan si Mas yang dipisahkan oleh meja persegi, dan berada diseberang tempat para shaf perempuan. Aku bisa melihatnya dari celah-celah, beliau terbata-bata meniru perkataan pak penghulu. Hatiku haru, mendengar dan melihat prosesi,di mana peralihan tanggung jawab akan segera berpindah.

Bisa dibilang ada banyak hal yang harus dilalui sampai menguras berat badan untuk terciptanya moment tersebut di hari jum’at yang penuh berkah. Tapi itu bukan hal yang pas untuk dibahas saat ini, dipikir-pikir wajar juga kalau ada yang akan menikah dirundung masalah dari banyak sisi. Yang terpenting kata orang-orang, yang sabar saja menjalani. Mau ada masalah apa, salah satu kudu bisa ngebuat suasana adem dan ga tersulut emosi. Akhirnyaa.. terjadilah proses sakral tersebut.

Begitu akad diucap oleh si Mas “Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur”, hal pertama yang berubah adalah tanggung jawab. Bapak sudah bebas tugas dari segala tanggung jawabnya atas aku - anaknya yang kinyis-kinyis ini. Semuanya sudah take over ke si Mas. Dan saat itu juga, aku harus sadar, kalau aku ini selain jadi anak, aku juga sudah bergelar seorang istri dari seseorang. So.. fase baru kehidupan just begin, Tak lama setelah itu, Si Mas dianjurkan menjemputku untuk duduk di depan pak penghulu dan  kita berdua diwajibkan menandatangani “kontrak” hidup sampai surga. Amin.. amin..

Sampai saat ini hitunglah jalan 3 minggu hidup serumah eh jangan serumah tapi pernikahan kita. Kalau lagi berdua dan ngobrol tentang proses tersebut, sembari dipeluk doski bilang “kita ini udah sah kan ya?” . Akunya manggut-manggut ke enakan dipeluk. So para pembaca budiman, apa mau dilanjutkan ceritanya ? Feel free comment on bellow



Rahasia Di Balik Open Trip

“aku ceritanya Cuma sama kamu ya, jangan disebarkan ke yang lainnya” kupikir berpesan seperti itu kepada satu orang akan aman. Nyatanya tidak!. Justru itu yang dijadikan bahan candaan atau topik ketika seseorang sedang giat-giatnya bercerita dengan sesama. Dan tentu tanpa aku sebagai obyeknya. Sebal, absolutely yes!, tak ada orang yang tak sebal jika rahasianya tersebar. Tapi balik lagi yang namanya rahasia, bukan rahasia lagi jika sudah terdengar oleh orang lain. begitu kan pembaca yang budiman ?Oke let’s see, sekarang aku bakalan share “rahasiaku”. 

Perihal kenal sama si mamas, aku anggep itu sebagai rahasia ya. Karena banyak yang tanya dapat dari mana, kenal dari mana, kok bisa cepet banget dan bla..bla..bla. Tapi jawabanku Cuma ya mungkin udah ketemu jodohnya kali. Jodoh itu gak pernah disangka datangnya dari arah mana, bahkan dengan siapa kita berencana belum tentu itu yang akan jadi endingnya. Justru bisa jadi orang yang tak terduga bakalan jadi akhir dari perjalanan kita menemukan jodoh #eaa. Mungkin tak penting untuk yang sudah menemukan jodoh sesuai dengan kehendaknya, lalu bilang “toh aku sudah dapat jodoh yang aku mau dan aku inginkan” okaycase closed, but maybe this is for you yang sedang menunggu jodohnya. Yang mungkin masih bersama orang lain. MUNGKIN yhaa.

Baca Juga: How to face my fake friends

Lanjut, Aku tipekal orang yang gak nyaman jika memulai hubungan melalui sebuah perkenalan yang disengaja. Menurutku hubungan itu harus atas upaya sendiri, look like feel desperate gak sih kalau kudu dikenalin kanan kiri. Tapi One day, teman di tempat kerja lama minta izin untuk share kontakku ke temannya. Menurutnya, Dia- yang akan dikenalkan padaku, dulu pernah bekerja di tempatku saat ini. Sayangnya dia lebih dulu keluar saat aku pertama kali masuk. Waktu aku tanya siapa namanya, well aku familiar dengan namanya “oh aku tahu itu anak, kan pernah ikut Open Trip Banyuwangiku” begitu responku pada temanku ini. 

Even nama tersebut gak asing, aku masih jual mahal gak nge-iya-in langsung. Toh aku juga lupa wujud orangnya yang gimana. Gengsi lah, namanya juga dikenalin ya kan ya.  Jangan langsung iya. Toh emang gak ada niatan juga sih buat kenal lebih deket. Sempet nolak berkali-kali buat dikenalin. Tapi.. karena si temanku pantang menyerah sebelum berperang, finally I said  “ywes kasihkan kontakku ke dia”. dalam hati nih. -Palingan gak daku reken atau gak si doski gak bakalan chat. 

Singkat cerita ada pesan masuk melalui aplikasi WA dengan casing yang religius sekali “assalammualaikum, Dian ya?” begitulah bunyi isi chatnya. Woyajelas pasti itu chat dari orang asing. Ciri-ciri orang yang kenal pasti nyelonong aja panggilnya kind of  “hai/woy sis… Ian.., di,.. Behel, beb…” begitulah, tapi ini kok ya alim banget. Curiga dong jangan-jangan si mamas yang rencana bakalan di kenalin ini yang chat. Dan ternyata betul. Doski tanya-tanya macam pegawai sensus, kerja dimana, tinggal dimana, berapa saudara, udah berapa lama kerjanya, betah gak sama kerjaanya dan masih banyak lagi.

Karena aku emang gak terlalu mikirin deket sama orang dengan cara “dikenalin”, jadinya aku terkesan cuek, jawab sekedarnya. Inget dijawab, kalau gak inget ya gak di chat. Anehnya cuekku ini gak bertahan lama. Si Mas gencar banget kalau ngehubungi. Rasanya nyambung aja kalau lagi ngobrol sma si mas, baik chat ataupun telepon. Akhirnya si mamas ngajak ketemu untuk pertama kali. Ehh.. tunggu, ketemu untuk pertama kali as a close friend, kan sebelumnya udah pernah ketemu di open trip just say hello udah kelar. Karena  sama-sama gak ngeh sih bakalan punya kisah diluar itu. tapi ini ketemu yang beda. Setelah cari tempat yang pas untuk ketemu, aku dan si Mas sepakat untuk ketemu dirumah teman yang jadi perantara kami. Takutnya kalau ketemu di tempat lain, suasana bakalan canggung, gitu gak sih bagi yang ngalami hal kayak gini. Aku sih yes.

Waktu itu hari Selasa, setelah pulang kerja aku segera meluncur ke TKP, sebelumnya juga udah info temenku sih kalau aku dan si Mas bakalan ketemu dirumahnya, jadi biar bisa ngobrol luwes lah.  Mungkin yang berbeda juga dari hari itu adalah dari segi penampilan karena waktu open trip, layaknya orang mau ndaki, bawa ransel, pakai sepatu both, dan beberapa keperluan mendaki. Kali ini yang akan temui sesosok yang berpakaian formal seperti pegawai kantoran, ya kali ahh dia orang kantoran. Pertama ketemu setelah sekian lama, alih-alih canggung kita malah ngobrol seperti teman lama yang gak ketemu. Tapi dari pertemuan itu, dia lebih banyak diem. Mungkin giginya lagi sakit kali ya. Entahlah.. Sedangkan aku ngomong mulu, kebetulan temenku juga aktif banget ngajak ngobrol jadi situasi aman terkendali. Sempat ada pertanyaan basa –basi seperti: abis ini mau kemana?, emang pulangnya jam berapa? Kerjaannya ngapain aja? Dsb. Kalau di inget-inget sebenarnya jawaban pertanyaan itu gak penting, karena aku mana perduli toh ya hidupnya dia, mau pulang kemana ya urusannya. Jahat kan aku ini sama dia. Iya bener, aku jahat banget. Namanya juga gak terlalu serius buat nanggepi perkenalan kayak gini.

After first met, ku pikir ya udahlah, palingan dia jera ketemu aku yang ngablak ke gini. Eh ternyata salah besar. Sepulang dari meeting point. Dia telp buat tanya apa sudah sampai rumah, lalu ngomong panjang lebar. Dari situ kita mulai nyambung, enak ngobrolnya, ada pertemuan selanjutnya. Gak nunggu berbulan-bulan sampai purnama berganti. Tiba-tiba dia mengutarakan niat baiknya kalau ingin mencoba lanjut sama aku. Lah dikira ini sinetron ada episode lanjutan. Oke.. selanjutnya bisa tebak sendiri ya, arahnya kemana J. 

Sekarang, kalau kita lagi flashback tentang pertama kali ketemu. Aku selalu bilang ke si Mas, kalau tau dari awal ada cerita lanjutan, mending waktu open trip kemarin aku langsung bilang “aku Dian, yang bakalan jadi pendamping hidupmu dan jadi ibu dari anak-anak lucumu”

Nanti Kalau Aku Jadi Pendampingmu

Nanti kalau aku jadi pendampingmu. Aku mohon perlakukan aku sebagaimana kamu memperlakukan aku seperti saat ini ya, penuh cinta dan kasih sayang. Aku senang karena aku merasa sangat dicintai dan takut ditinggal pergi. Beri aku kepercayaan tanpa batasan juga, sehingga kamu tak terkesan seperti pengekang. Aku janji aku tak akan mengecewakanmu atas kepercayaan yang kau berikan padaku.

Nanti kalau aku jadi pendampingmu. Aku mohon jujurlah padaku tentang apapun itu. Entah kamu yang sedang marah, kamu yang sedang kesal ataupun hal-hal kecil yang membuatmu merasa tak nyaman. Contohnya masakanku yang masih kurang. Aku siap dengan semuanya, karena aku ini masih belajar yang tak hanya ingin ada disaat-saat bahagiamu, tapi juga dukamu sehingga aku akan merasa menjadi orang yang kau butuhkan untuk menenangkan.

Nanti kalau aku jadi pendampingmu. Saat ada pertikaian kecil, aku mohon bersabar ya. Itu ujian untuk kita. Setiap masalah harus kita selesaikan dengan segera. Jangan merenggangkan ikatan apalagi kabur-kaburan dengan alasan ingin sendiri menenangkan pikiran. Aku mohon jangan begitu ya. Justru ketika kau pergi denga  cara seperti itu, kau malah membiasakan aku menyelesaikan perkara sendiri tanpa hadirmu. Apa-apa bisa kulakukan sendiri. Jadi aku bisa juga berpikiran kalau tanpamu kurasa aku masih mampu.

Nanti kalau aku jadi pendampingmu. Hal-hal yang berkaitan dengan masa lalumu dan masa laluku tolong biarkan ya. Biarkan itu jadi kenangan, jangan perdulikan yang sudah lewat. Kita fokus saja menata masa depan. Sebab, jika terlalu sibuk memperdebatkan yang sudah-sudah, kita hanya akan dapat lelah. Sedangkan perjalanan kita kedepannya masih butuh tenaga.  Cukup kita lalui segalanya sama-sama, susah senang berdua. Setuju kan?

 


Tak Pernah Bi(n)asa

Mengenalmu lebih dalam itu menyenangkan. Aku jadi tahu apa yang kau suka, kau benci dan sangat kau hindari. Mungkin juga ada saat kita bersitegang, ketika kita sama-sama berpendirian dan tak mau dikalahkan lalu akhirnya kita saling diam. Sibuk dengan arah pandangan masing-masing. Tak lama setelah itu kita kembali saling lempar senyum, menelaah kembali apa yang baru saja terjadi, begitu seterusnya.

Kau bilang, sejauh ini aku sudah banyak berubah yang dulunya kaku menjadi luluh. Dulu yang katamu aku keras kepala kini jadi serba mengalah. aku binggung jika kau berujar seperti itu, sedangkan menurutku, aku masih sama seperti pertama berjumpa. Tapi yasudahlah, toh aku tetap baik-baik saja dan merasa tak ada yang berubah.

Kau bilang, saat bersamaku waktu begitu cepat berlalu, tapi jika tak ada aku disampingmu waktu seolah enggan melaju. Kau bilang rindu selalu saja mengaduk-aduk perasaanmu, tak bisa kau taklukkan sedangkan waktu untuk kita bertemu harus menunggu hingga akhir pekan.

Kau bilang, aku wanita yang cukup unik, hanya mendengarkanku bercerita sudah membuatmu tertarik. Kau bilang berada didekatmu saja, kau bilang sudah merasa nyaman. Ada-ada saja kau ini, padahal segalanya itu seperti hal biasa yang juga kulakukan kepada siapapun juga. Mungkin karena menurutmu, apapun yang berada diriku adalah candu. Ahh, aku malu kan bercerita seolah-olah aku ini duniamu.

Untuk kesekian kalinya pun kau bilang sayang. Harus aku apakan kau ini, supaya kau sadar aku hanyalah orang biasa seperti lainnya. Aku juga sayang tapi juga punya kehidupan, tak melulu kau ada dipikiranku. Sayangnya untuk pernyataan ini kau tak sependapat denganku. Karena mungkin hal yang ku anggap biasa adalah alasan kenapa kau jatuh cinta.

Jika Kelak

Kelak, ketika tak sengaja kau temukan betapa suramnya masa laluku. Betapa nelangsanya hidupku dulu. Dan betapa tak berdayanya aku dihujani banyak cobaan hidup, namun berbanding  terbalik dengan aku kini. Ingatlah itu berarti aku sudah berusaha sedemikian keras untuk sampai di titik ini. sampai pada masa jika aku baik-baik saja dengan apa yang menerpa. Tuhan masih sayang, sampai-sampai aku diberikan sabar yang luar biasa.

Baca Juga: Sepertinya Karena Sudah Menjadi Kita

Kelak, ketika engkau tak sengaja mengetahui hal yang sengaja tak kuceritakan entah perkara apa. Tolong jangan menuntut untuk aku menjelaskan. Aku sudah mempertimbangkannya matang-matang dan lebih senang mengubur yang memang harus dikubur. Bukan demi kebaikanmu atau untuk siapapun, tapi untuk diriku sendiri yang tak ingin mengungkitnya lagi. Jauh lebih baik jika aku tak menjelaskan apapun pada siapapun termasuk dirimu karena aku anggap itu sebagai masa lalu.

Hingga aku dapat berdiri saat ini, menjadi bagian dari hidupmu kini. Karena aku banyak belajar dari apa yang menimpaku dulu. Perasaan tak dihargai, rindu yang tak kunjung pergi, tangis yang tak berkesudahan, terjebak dengan ego sendiri. Pun terkadang berbuat nekad dengan melukai diri sendiri. Aku pernah benar-benar lelah hati dan dadaku sesak sekali dihujani masalah bertubi-tubi. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bersembunyi, mencoba untuk menemukan cara agar aku bisa mencintai diriku sendiri, memahami apa yang di mau hati dan mencari solusi.

Jadi tolong, apa yang kau temukan tentangku secara tak sengaja dikemudian hari, cukuplah kau pendam dalam hati. Tak bertanya ataupun mencoba mengorek luka yang sengaja kulupa. Percayalah untuk berdiri di kakiku sendiri ada banyak hal yang harus aku lalui. Namun jika keputusanku ini kau anggap tak baik, dan kau menuntut untuk aku bercerita secara menyeluruh,  dan sekiranya hal itu perlu bagimu, maka aku akan coba pertimbangkan dengan  kita bernegosiasi dulu.

 

Sepertinya Karena Sudah Menjadi Kita

Sebagai orang yang kau pilih untuk menjadi akhir perjalananmu, menjadi orang yang selalu kau cari ketika aku tak ada kabar, pun selalu kau perdulikan dalam segala hal. Belum lagi selalu kau cintai dari hal kecil begini. Aku merasa beruntung. Tuhan sudah sangat baik dengan memberikanku orang yang mencintaiku sepertimu.

 Meskipun bukan sepertimu orang yang aku inginkan. Ternyata Tuhan lebih tahu apa yang aku butuhkan, yaitu orang sepertimu. Seseorang yang sangat mengkhawatirkan diriku lebih dari diriku sendiri. Seseorang yang akan selalu menunggu kabarku di sepanjang waktu. Seseorang yang tiba-tiba cemburu hanya karena aku terlalu sering berkirim pesan dengan temanku melebihi yang aku lakukan padamu.

 Aku sebal, kadang yang aku lakukan kini serba terbatas. Sebelumnya aku bisa melakukan ini itu semauku. Tak perlu izin lebih dari ayah dan ibu. Kini bersamamu, bertambah pula kewajibanku untuk mengatakan aku kemana, dimana dan bersama siapa. Segalanya menjadi terbatas saat aku ingin bersenang-senang. Sekedar camping ditengah padang ilalang ataupun  menikmati angin pantai bersama teman-temanku saja, mengatakan iya padaku kau sangat susah. Selalu ada syarat yang harus aku penuhi.

 Belum lagi, saat aku harus bertemu dengan teman lawan jenisku bahkan untuk hal yang sangat  perlu. Izinmu sungguh harus aku dapatkan dulu. Meski begitu, aku tetap beruntung dengan kau memberikan batasan. Aku jadi terjauh dari hal yang akan merusakku dikemudian. Sepertinya, karena aku dan kamu sudah menjadi kita, apa-apa yang terjadi dikehidupan kita sudah harus diskusikan berdua.

 Kau pernah jujur tentang suatu hal meskipun itu menyakitkan, namun aku mampu memaafkan. Dengan kau berkata jujur, kau mengungkapkan bagaimana resahmu saat aku tak disisimu. Kau memberikan pelukan hangat dan mendengarkan omelanku disepanjang waktu atas batasan yang kau terapkan sebagai gantinya. Kau menyadari jika rasamu padaku terlalu jauh namun tak bisa berbuat apa-apa karena takut kehilanganku, begitu katamu. Kau memang orangnya ternyata. 

Terima kasih  telah datang dan memberikanku keyakinan disertai banyak pembuktian

Terima kasih telah bertahan dan tidak pergi kelain hati

Terima kasih telah memberiku lebih dari cukup

Terima kasih telah memberikan tenang dengan caramu yang diluar dugaan

 Dan terima kasih telah mencintaiku sepenuh hati

 

Kamu dan Impianku

Aku dengan  impianku sebagai penulis, itu sama seperti aku yang ingin menjadi akhir dari perjalanan kasihmu. Dua hal yang ingin selalu aku nomer satukan. Dua hal yang membuat hidupku berarti dan selalu ingin berjuang dengan gigih setiap hari. Tanpa mana yang harus aku dahulukan. Pun tanpa mana yang harus aku prioritaskan mana yang lebih karena keduanya sejajar.

Maaf jika aku tak bisa menentukan mana harus yang menjadi pertama dan selanjutnya. Akan sangat mustahil jika impianku hanya sebatas mimpi tanpa upaya untuk kuraih. Pun akan sangat disayangkan jika kamu menjadi yang terabaikan, karena aku akan sibuk sendiri.

Aku bersyukur, Tuhan masih memberikan aku kesempatan untuk terus hidup dan mengejar apa yang sedang aku upayakan. Di samping itu aku juga bersyukur di tengah usahaku mencapainya Tuhan mengirimkan kamu sebagai candunya. Sebagai inspirasi atas tulisanku kini.

Jika suatu ketika aku lelah karena semesta sedang gemar-gemarnya bercanda dengan hatiku. Ketika langit kelabu lalu menghujani hariku. Aku akan berhenti sejenak. Bukan untuk bersembunyi seperti dulu. Tidak, tapi aku akan mengumpulkan puing-puing semangat yang sempat tercecer. Aku akan berdiri lagi, karena aku percaya matahari masih jatuh cinta pada bumi. Masih ingin memberikan kehangatan meski kadang pancarannya menyengat hingga ke tulang. Aku akan mengingat kembali betapa indahnya impianku itu menjadi penulis dan sebagai pelengkap hidupmu di kemudian hari..

Kita Adalah Sepasang Yang Ingin Tinggal


– Puisi kolaborasi dengan si Bapak –

DIA -
Siapapun yang sudah begitu kokoh berdiri, pasti pernah merasakan jatuh
Siapapun yang sudah mampu tertawa lepas, pasti pernah merasakan tangis yang teramat puas
Siapapun yang sudah bahagia, pasti pernah merasakan beratnya kecewa
Kelak, Kita akan pulang pada dekapan seseorang yang padanya membuat diri merasa disayang
Yang padanya, selalu memberi tenang meski tak berucap apapun
Yang padanya, kita mengerti apa itu memberi tanpa berharap kembali
Yang padanya, kita ingin menatap sebelum memejam
Yang padanya, kita selalu ingin mendengar sebelum tuli
Yang padanya pula kita bercita-cita untuk bersama mati
Semoga akulah titik hentimu.

Dia kutip dari "Febri Ramadhan"

 ***
Aku berterima kasih, bertemu denganmu tanpa sadar aku telah memulai hal baru dalam hidupku.
Berkatmu luka yang bertubi-tubi menghampiri tiba-tiba mati.
Aku patah hati saat itu, tapi berkat sabarmu, aku jadi lebih tangguh 
dan mencintai diriku sendiri, serta mampu menyediakan ruang untukmu bertenduh.
Menghadiahi hati yang sebelumnya sepi menjadi hangat kembali. 
Lukaku memang membekas, hanya saja aku sudah rela jika lukaku kemarin adalah cara Tuhan untuk temukan aku dengan sesosokmu hari ini.
Maaf, sebelumnya aku sempat ragu, mungkin jatuh cinta padamu butuh waktu melebihi yang aku rasakan dulu.
Padamu, harapanku akan tumbuh. Tetaplah bersamaku, jangan pernah jemu apalagi bosan. 
Semogamu adalah semogaku
Impianmu juga impianku yang ingin kita lambungkan tinggi
Membersamaiku hingga kita tinggal nama nanti  

Raguku Meluluh Cintaku Tumbuh


sumber Instagram sibapak

Untuk pertama kali, luka yang kerap kubahas mulai kusisihkan jauh dan kubiarkan. Aku kembali merasakan jatuh cinta yang padahal sebelumnya aku takut untuk memulainya. Aku takut jika aku jatuh cinta aku akan kecewa untuk kesekian kali. Bergelut dengan perasaan dan bertanya pada diri sendiri seolah bimbang itu sudah menjadi aktivitas harian yang menyebalkan. Namun, tiba-tiba seseorang datang dan menjadi penyegar kala hati kubiarkan larut dalam gersang. Awalnya aku tak berniat untuk mengindahkan, bertemu dengannya saja aku enggan. Sebab, dia-kupikir hanya akan seperti sebelum-sebelumnya. Pencipta ilusi hingga menyebabkan kehilangan yang aku sendiri tak bisa atasi. Bergantung pada kata maaf jika salah, namun tak lelah mengulanginya. Tentu, itu dulu sebelum aku mengenal dia dengan baik.

 Dia memang tak sempurna dan jauh dari kata iya. Tapi saat bersamanya segalanya indah. Piluku menghilang, dan benciku pada masa lalu melunak. Kini aku tak berjuang sendiri, ada dia yang akan menemani. Akan ada rindu yang sekarang memiliki tumpu dan mampu dituntaskan dengan temu. Setiap kali mengingatnya aku jadi tersipu malu. Bertanya dari mana rasa ini munculnya, tiba-tiba saja menjadi terbiasa dan resah jika dia tak beri kabar. Aku tak perlu lagi pasang muka masam, sebab dia tak membiarkan aku melewati rindu sendirian. Menjadi pendengar saat aku bercerita panjang lebar. Menanggapi setiap gurauan dengan antusias ditambah dengan senyuman yang khas.

Pada dia yang sekarang menjadi istimewa. Menjadi tujuan serta hal yang selalu kudiskusikan dengan Tuhan. Mampu kuajak berkompromi dengan banyak perbedaan. Berkatnya aku mampu melewati fase dimana sendiriku harus selesai sampai di sini. Dia yang membimbingku menuju bahagia dengan cara yang terarah. Tidak perduli bagaimana aku dulu, dia berhasil membuang raguku jauh dan rasa cintaku tumbuh. Untuk sedetik yang pernah aku lewati dengannya, kupikir itu cara Tuhan memantapkan pilihanku padanya.

Semoga saja, tak pernah ada sementara setelah ini, beberapa perkara memang harus ada jeda, namun dengan dia aku harap selamanya. Apa-apa yang dulu pernah kutinggalkan lantaran hanya akan berakhir dengan pengandaian. Kini akan kutata ulang, contohnya saja masa depan. Sayangnya aku ini kadang pemalu. Ungkap rindu padanya secara lantang saja aku tak mampu.  Meski aku mengaku sudah dewasa, perihal jatuh cinta padanya aku masih sungkan untuk mengakuinya. Maaf ya, aku ini perempuan yang memiliki peran sebagai perasa. Tak bisa bersuara tapi cintaku ini benar adanya. Kali ini aku akan sungguh-sungguh. Berjuang sampai akhir hingga aku dan dia menjadi kita dengan kata sah.