Tampilkan postingan dengan label Ceritasahabat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ceritasahabat. Tampilkan semua postingan

Ada Kalanya

Ada saatnya seseorang benar-benar butuh seseorang lainnya yang paham dengan apa yang sedang ditimpanya. Seseorang yang mungkin tak memberikan banyak solusi tapi mau menemani dengan sepenuh hati. Mendengarkan cerita tanpa henti termasuk cerita sedih. Menyeka airmata ketika menangis dan menyediakan pundaknya untuk hapuskan letihnya

Ada saatnya seseorang butuh seseorang lainnya yang mau berjalan di sampingnya bahkan bersedia memapah saat dirinya jatuh. Sesorang yang rela dunianya berhenti sejenak, untuk berbagi waktu dengannya. Bersedia memberi tahu jika kadang semesta itu kejam, namun tak akan ada apa-apa selama dia tak sendirian karena ada orang lain yang akan penawar.

Berhalusinasi seperti itu rasanya cukup menghibur. Kadang, meskipun kita mengatakan jika kita butuh,  tak ada seseorang yang membantu. Ketika kita berteriak kesepian terkadang orang-orang berpura-pura tak mendengar, bahkan tak ada yang benar-benar datang sekedar untuk meramaikan. Mungkin karena setiap orang punya kesibukan. Punya impian yang tak mau dia tinggal karena waktu terus berjalan dan mereka tak ingin ketinggalan.

Jadi banyak orang yang memutuskan untuk bisa mengatasi segalanya sendirian. Bergelut dengan pikiran dan mencoba menyelesaikan apa yang sedang menekan di dalamnya. Duduk tertegun untuk menemukan hal yang mampu membuatnya lebih kuat. Mungkin juga berbicara pada dirinya sendiri di cermin jika segala hal yang terjadi mampu dia atasi sendiri. Ataupun harus merangkai beberapa kalimat supaya dirinya terhibur. Yang terpenting, di saat dia  gigih berjuang dan tak ingin menyerah dengan keadaan apapun akan dicobanya. Mencoba yang terbaik dan menetap meski segalanya sudah tampak sulit. Dia percaya semua ada nilainya, tak ada yang sia-sia meski saat itu berdarah-darah melewatinya.

Pada Dia Yang Sedang Berdamai Dengan Keputusasaan

(Source: Id.pinterest.com)

Hai pembaca budiman!. Cieleeh, sekarang punya greeting yang ajeg. hehe. Sesuai infoku di latest update ya, kali ini masih  menyoroti soal perempuan. Anyway..  entah kenapa sensitivitasku terkait perempuan kini semakin meningkat atau karena aku menjadi bagian dari orang-orang yang tergolong selective empathy ya . FYI. Selective empathy itu menaruh perhatian pada suatu hal yang menurut kita perlu untuk di perhatikan.  Ini bukan hal buruk yang harus dihindari juga sih, karna bagaimanapun memiliki empati itu baik. Salah satunya bisa memberikan dukungan fisik dan mental.

Ini pertama kalinya aku angkat cerita yang menurutku sangat sensitive di blog,  yang  seharusnya konten blog ini menghibur ataupun sekedaar share what i want to post.  Tapi karena rasa empati terhadap para wanita yang merasa jika dirinya sudah tak berdaya. Hilang bahagia sebab "after she gave to him all" , aku ingin speak up  bukan untuk menilai tapi memberikan tanggapanku pada mereka. Tujuan aku angkat ini supaya mereka tau, kalau hidup mereka masih berharga meski tanpa dia yang mengambil harta berhargamu. Jadi jangan patah semangat untuk bebenah.

Kali ini issue yang ingin aku angkat adalah " after i gave you my all" . Selalu ada cerita setelah kalimat itu telontarkan.  Aku baru peka dan baru sadar jika aku dikelilingi dengan para pecinta yang tulus namun disakiti kemudian.  Rasa sakit, stress outdesperate , gak punya semangat hidup untuk melakukan apapun bahkan tidak jarang ada yang berpikiran suicide. Karena sebelum melakukanya selalu dijanjikan hal-hal manis. Namun setelah memberikan, tiba-tiba dilepaskan begitu saja ataupun mulai mendapat perlakukan kasar baik verbal ataupun fisik.

Akhirnya, mereka merasakan diri mereka seperti sesuatu yang tidak layak lagi, karena telah memberikan sesuatu yang paling berharga namun setelah itu di sia-siakan. Merasa diri mereka kotor bahkan jijik pada diri mereka sendiri. Dan Kini mereka mengalami krisis self esteem.  So  aku concern di bagian ini. Mencoba untuk memberikan tanggapan, saran , ataupun semangat pada mereka yang berada di posisi tersebut. Untuk bangkit dari  masa-masa yang buruk. Membuang jauh-jauh pikiran yang membuat diri semakin terpuruk. Mengajak mereka mengembalikan bahagia dari sudut pandang yang berbeda. IYA harus bahagia.

Beberapa waktu lalu,  seorang  sahabat bercerita tentang pengalamannya”””terkait " after i gave you my all" . Diakhir kalimat dia memberikan pertanyaan " bagaimana jika kamu di posisiku, memberikan seluruh hidupmu padanya. kemudian kamu diputuskan dengan alasan yang tidak masuk akal?" Aku diam senjenak. Berusaha memberikan jawaban yang tidak menyudutkan apalagi mengatakan hal tersebut tidak baik, karena tanpa aku mengatakan pasti dia juga paham apa yang dilakukan itu tidak benar.  Tapi ternyata aku tak bisa menjawab sesuai kehendaknya. Aku hanya mengatakan setiap orang di uji dengan persoalan masing-masing. Mungkin ujianku tak sama dengannya, tapi sama-sama pernah membuat hidup di titik terbawah tak punya semangat hidup dan merasa sendirian dengan masalah yang begitu berat. 

Sayangnya, dia tetap keukeuh dan mengatakan kalau masalahnya lebih pelik, kami berbeda. YA tentu!, tapi cara mengatasinya yang harusnya sama. Dengan tidak melakukan hal gila sampai lupa kalau masa depan selalu ada untuk dia. Aku miris mendengar dia merendahkan dirinya sendiri. Menganggap dirinya sudah tak punya nilai lagi untuk seseorang yang akan layak nanti. Itu yang menjadi pointnya.  Aku tak ingin dia semakin murka dengan apa yang dia alami. Aku terus mencoba membuat dia memotivasi diri sendiri untuk lebih hidup dan "waras" dengan keputusan yang akan diambil.

Dear sahabat, kamu adalah pribadi yang tangguh. kalaulah kamu di tinggalkan ataupun di campakkan. Aku perkenankan untukmu berduka ataupun berkabung tentang dia. Tapi jangan lama-lama.  Kamu harus menata ulang hidupmu. Kalaupun kamu mengklaim dirimu rusak, maka jangan semakin kau rusak. Perbaikilah.  Jangan menyerah. Apa yang kita pegang teguh kadang memang tak berpengaruh saat kita mulai jatuh hati pada laki-laki.  Yang sebelumnya kita amini dia baik hati tapi ternyata lidahnya bak belati tajam dan menyakitkan. Tapi kita harus tetap sadar, kamu ini pribadi yang juga harus diperhatikan oleh dirimu sendiri. Kita ini berdiri dikehidupan yang keras sesekali lumpuh logika itu wajar. Tak semua memang lelaki seperti itu, ada baiknya belajar dari pengalaman dan mulai membentengi diri sendiri dengan nurasi dan akal yang tidak bertentangan. Berjalan seirama untuk menuju kebaikan. Sudah ya, sudahi membuat mentalmu semakin sakit. insecure terlalu berlebihan itu tak baik. Ayok bangkit! ada orang-orang yang sayang denganmu tanpa perduli apa yang pernah kau lakukan di masa lalu.

Cerita teman ku ini, hampir sama dengan sebagian kisah di akun instagram @perempuanberkisah. sebuah akun yang digunakan sebagai wadah sharing  kisah inspiratif, telling the truth dan/atau pun empowering  para kaum perempuan yang marjinal. Terlepas dari kisah buruk yang tertuang di dalamnya, aku salut pada mereka yang berani speak up dan mencoba untuk "sembuh" dengan membagi kisah mereka. meminta saran bagaimana caranya untuk sembuh dari luka bahkan tak ingin mengingatnya (jike mereka bisa dan ada caranya). mungkin dengan berbagi seperti itu mereka lebih lega. Berharap tak ada orang-orang selanjutnya dengan kisah serupa. 

Untuk para wanita yang sedang kasmaran hatinya, atau juga yang sedang mencoba tegar dan bangkit dari kisah menyakitkan. kamu boleh mencintai  siapapun (lagi) selama yang kau cintai ini dalam keadaan bukan milik orang lain. Kamu boleh memberikan perhatian ataupun kasih sayang pada orang itu selama itu wajar dan tidak memberatkan siapapun termasuk dirimu. Kalaulah semua itu sudah terlanjur , maka berhentilah. jangan lagi mengulang atau bertahan pada hubungan yang sudah tak bisa lagi dia jaga. Berlaku tak sopan saat ini saja sudah menjadi hal biasa, bagaimana dengan nantinya. Ada banyak kemungkinan yang tak bisa diterjemahkan-kata-kata. tanggalkan rasamu jika sudah berbau racun untuk mengusik hal berharga yakni bahagia.

 

Bangkit Dari Rasa Sakit Itu Perlu


Hai pembaca budiman! , mungkin beberapa waktu kedepan aku lebih concern untuk menulis tentang isu-isu perempuan dan pelecehan. Bukan karena bosan membahas romansa, toh itu emang tema yang menurutku bisa ngetik sambil tiduran #sorry sombongnya come up. HEHE gak kok, ntar juga balik lagi ke romance. TAPI  untuk saat ini aku lagi pengen sekali angkat tema perempuan. Alasan aku fokus adalah karena rasa perduliku terhadap cerita yang mereka alami. Aku perempuan DAN aku peka, aku tidak terima jika perempuan di perlakukan kasar, apalagi dilecehkan. Perempuan sama derajatnya dengan laki-laki, hak yang dimiliki pun sama, kenapa tak memanusiakan manusia? Terlepas dari itu, aku salut dengan dia atau mereka yang berani lantang bicara dan mengatakan jika mereka mengalami suatu hal yang menyakitkan tapi mampu bangkit. Itu pointnya. Mungkin tanpa aku berkomentar mereka juga berusaha bangkit tapi akan lebih enak jika ada support dari orang lain yang mendukung dia supaya tidak merasa sendirian.

Setiap orang tentu punya masalah dengan porsi masing-masing. Tapi kembali lagi, bagaimana kita menyelesaikan tanpa melukai diri lebih dalam. Untuk Topic kali ini aku mulai dari cuitan seseorang di twitter. Aku tak sengaja membaca DM yang kemudian di blow up oleh sebuah akun. Aku begitu fokus membaca lalu mulai tertarik dengan kisah yang dialami pun ingin turut menanggapi. Ini adalah masalah serius bagi dia yang entah namanya siapa dan tinggal dimana. Hal itu dimulai dengan keluarga yang menuntut untuk dia segera bergelar sarjana dalam tempo cepat, lalu menikah gak lebih dari umur 23 , kemudian diharuskan untuk lanjut S2 Luar negri dengan beasiswa. Ditambah pasangan bak toxic yang siap menggrogoti semangat hidup perempuan ini. Entah kenapa kehidupannya begitu di tuntut untuk mengikuti kehendak orangtuanya. Oke. Menurut boleh saja, tapi tentu sebagai manusia yang merdeka kita ingin hidup sesuai kehendak kita. So. Lets talk.  Aku gak pengen ngejudge kamu yang macem atau pun macem-macem , jalan hidup setiap orang itu sekali lagi berbeda. Tapi gak ada salahnya kalau kita saling mengingatkan dan saling ngedukung kalau kita lagi di posisi terbawah.

Jadi begini, di manapun kamu- sender.  Semoga kamu sudah dalam keadaan baik, sudah bangkit, lepas dari toxic yang membelenggung dan dikelilingi oleh orang -orang yang tulus mencintaimu. Aku sebagai pembaca kisahnmu turut prihatin dengan apa yang menimpa. Tapi lebih dari itu, aku ingin mengucapkan terima kasih. Kamu telah tegar sejauh ini, berani speak up meski pada anonim. Kamu hebat!. Ada banyak perempuan di luar sana yang juga mengalami hal sama. Tapi tidak banyak yang mampu menguak dan bercerita seperti kamu. Ada banyak yang tanpa berpikir dua kali untuk melakukan kesalahan lainnya tapi kamu tidak. Kamu masih memiliki nurani untuk bisa memperbaiki diri meskipun itu dengan proses terseok. Aku salut!

Sebagai anak kita harus patuh. Tapi kita juga harus berdikari. Untuk beberapa hal kita harus memiliki prinsip hidup yang harus kita pegang. Jika memang tidak tidak sejalan dengan kehendak orang tua, ajak bicara baik-baik orang tua. Sampaikan apa yang menjadi keluhanmu. Kalaupun pendapat kita tidak didengar, ajak orang ke-3 sebagai penengah yang dekat denganmu pun dengan orang tuamu. Kita hanya harus memberikan pendapat jika hal yang akan kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mengenai kuliahmu, jika jurusan itu yang menurutmu passion. Jalani dengan senang hati. Bukti kan jika itu mampu membawa dirimu pada kesuksesan. Jika saat ini masih belum berhasil untuk mendapatkan apa yang di inginkan, mungkin di percobaan berikutnya kamu bisa bahkan gemilang dengan sesuatu itu. Positive thingking needed ya!

Aku setuju jika ada ucapan kalau pacaran tak baik lama-lama. Toh setelah menikah memang kita masih terus belajar untuk memahami pasangan bahkan mulai dari nol. Tapi menargetkan diri untuk menikah karena usia tertentu kurang pas. Jodoh itu datang di saat yang tepat menurut Tuhan, bukan menurut usia sudah mencapai berapa. Tuhan akan berikan jka menurut-Nya engkau telah pantas. Terkait hubunganmu dengan pasangan sekarang, aku sangat tidak menganjurkan untukmu meneruskannya. Kamu hanya akan terluka dan akan terus berpura-pura jika kamu tak kenapa-kenapa. Hal itu justru membuat kamu semakin merasa kosong dan tidak bahagia. Jangan under estimated diri kamu sendiri dengan segala hal yang terjadi dimasa lalu. Healing first dengan PUTUS dari dia –- pacar yang abusive.  Di awal dia baik sama kamu karena ada maunya, tapi ketika apa yang di mau sudah tercapai, luka batinmu akan semakin dalam. Semena-mena tingkahnya tidak akan bisa kau bayangkan lagi. Jika dia menyayangimu, dia tak akan melukaimu sedalam ini.

Mulailah dengan mencintai dirimu sendiri lebih banyak dari sekarang. Berdamai dengan apapun itu yang tidak membuatmu bahagia. Berkawanlah dengan orang-orang di lingkungan yang tepat yang mendukungmu. Mulai terbuka dan berbaurlah, kamu tidak akan dilihat dari masa lalumu untuk bergaul dengan siapa saja. Tinggalkan hal yang tak baik. Lakukan hal yang positif. Segarkan badanmu. Datanglah ke psikiater untuk healing mentalmu. Aku percaya setelah itu kamu akan lebih yakin untuk menatap kehidupan dari sisi yang berbeda. Kamu berhak bahagia walau tanpa dia. Tidak ada yang lebih menyayangi dirimu kecuali kamu sendiri. Ada orang tua yang juga menunggumu dengan tangan terbuka jika kau mulai mendekatkan diri pada mereka lagi.

Untuk perempuan di luar sana yang mengalami hal serupa. Sesekali menangis bahkan tersedu tak masalah. Anggaplah menangis adalah cara tercepat untuk membuang beban hati yang begitu berat. Tapi setelah itu kamu harus bangkit. Terpuruk lama-lama tak baik. Yang kemarin adalah pengalaman. Kedepannya apa yang kamu lakukan pastikan yang terbaik untuk hidupmu. Jika masalah datang kamu harus bertahan dan memecahkan dengan memikiran yang matang. Salam sayang dan pelukku dari blog ini. 

Tanpamu Kurasa Aku Mampu!

Jatuh cinta tak serta merta harus lapang dada menerima seperti apa pasangan kita. Jika rasa itu mengarah pada hal yang serius, pernikahan misalnya. Tentu ada banyak pemikiran yang harus dibagi. Kebiasaan-kebiasaan apa yang tak harus dilakukan lagi. Bukan  tak menerima. Menikah itu soal kesepakatan. Jika kebiasaan itu hanya bisa menghancurkan bukankah lebih baik ditinggalkan?. Bukan memaksa untuk bertindak seperti pasangan inginkan. Tapi menghargai pasangan agar tak ada salah paham. Ditambah memastikan pasangan memiliki rasa nyaman melakukan hal-hal yang dapat diterima nalar

Satu porsi mie ayam yang masing-masing ada di hadapan kami siap untuk disantap. Rintik hujan menemani kami menghabiskan malam. Sembari menunggu reda, kami bertukar cerita tentang apa saja. Karir, keluarga ataupun hari bahagia lainnya. Aku pun tergelitik untuk tahu perkembangan hubungannya (FYI, bukan karena ingin ikut campur, tapi temanku ini teramat berharga kalau jatuh kepelukan ke orang yang salah). Semula aku hanya iseng bertanya bagaimana kondisi hatinya kini pasca 2 minggu tak bertemu. Sayangnya Dia memintaku untuk tak mengulas apapun perihal hati ataupun menyebut nama seseorang itu “you know who”. Baiklah aku tak permasalahkan. Toh selama dia dapat tersenyum puas sampai akhir we can enjoy our memorable moment no matters what!  Jadi saat itu, kita lebih memilih membicarakan karir masing-masing, tapi tiba-tiba nada bicaranya begitu berat. Pandangannya tak tentu. Mungkin karena mengingat kekasihnya  yang selalu saja berbuat ulah dan finally she speaks up about her truth feeling.

Bukannya dia tak cinta, hanya saja bersama justru membuatnya lebih terluka. Kekasihnya berbagi rasa  dengan orang yang tak bisa ia anggap itu orang biasa. Sayangnya dia tak bisa menyuruhnya berhenti. Bukan karena tak punya kuasa, tapi yang di cinta mengatakan hanya perasaan kasihan dengan sesama. Tak melibatkan perasaan tapi terus menerus berbagi kabar layaknya orang kasmaran. Sesama dengan model apa yang sedang dianutnya. Cinta yang pernah digadang-gadang temanku diawal, ternyata tak semanis perjalanannya hingga saat ini. Dia sadar tak ada yang mau mengalah diantara mereka berdua. Bahkan ketika dia berusaha mencegah pun, hanya akan berakhir dengan keadaan yang sama-sama marah.

Terlalu banyak kebohongan yang kekasihnya lakukan. Pun jika dibuat perkara hasilnya akan sia-sia. Seperti perkataanku sebelumnya, hanya akan berakhir dengan saling lempar salah. Kini dia malah terbiasa pura-pura buta. Lebih memilih untuk diam dan membiarkan entah seseorang itu layak disebut kekasih atau bukan untuk melakukan semaunya. Dia hanya ingin menjadi satu-satunya. Bukan kedua atau cadangan saat seseorang hanya ingin singgah sebentar. Namun sebelum itu, dia harus berjuang melawan rasa bersalahnya. Bersalah telah ada saat orang itu telah berpunya dan tak tau apa-apa setelah rasa yang namanya cinta berkembang dengan sempurna.

Aku hanya bisa menepuk pundaknya, berharap dia paham aku ada disampingnya. Mendengar setiap detail kisahnya dengan setia. Aku pernah berkata padanya jika kewaajibanku hanya memberi saran disertai pelukan jika diperlukan. Selebihnya aku akan mendukung keputusannya. Apapun itu. entah tetap dijalur bersama ataupun berpisah dengan cara yang berdarah-darah. Aku akan tetap disampingnya. Menemaninya dan tetap menjadi orang yang menyebalkan tapi selalu dirindukan.

Aku sangat lega. Jika keputusan dia untuk berada dijalan yang berbeda dengan kekasihnya saat ini adalah pilihan yang terbaik. Meskipun dia akan berjuang menyingkirkan rasa cinta yang masih bersemanyam didada. Mengingat ada banyak “kebaikan” yang pernah kekasihnya tebar tapi disertai dengan banyak kebohongan. Dia masih ingin bertahan dengan pendirian, berpisah sampai keduanya dipertemukan dengan kondisi yang sama-sama siap. Siap untuk menyongsong kehidupan yang lebih layak. Sedikit bocoran Kekasihnya memang pintar mencari celah untuk bisa menarik kembali temanku ini. Bukan karena temanku yang lemah, tapi karena temanku yang kelewat baik dimanfaakan stock unlimited forgiveness- nya.

Ada kata magic yang always she said again and again. setiap batinnya lelah mencela dan mengutuk rasa sayangnya; “tanpa dia, aku bisa!”. iya dan akhirnya aku tertawa terbahak-bahak. Bukan menghina. Tapi kalimat magic ini kadang hanya berlaku selama satu minggu. Dan akhirnya mereka kembali. Semoga kali ini tidak.

Terakhir, matanya menatapku dengan penuh kenyakinan. Dia justru memberiku banyak saran dari pengalamannya berhubungan. Salah satunya, selama pasanganku hanya menatapku, menganggap aku adalah dunianya, dan rela menjadikan aku yang pertama setelah keluarga maka aku diminta untuk mempertahankannya. Aku terkekeh mendengar ucapannya itu. seolah-olah apa yang dia sampaikan adalah harapan yang ia gantungkan agar aku tak seperti dirinya. Mungkin sebab itu aku tak bisa jauh-jauh darinya. Sekedar untuk saling sapa lewat sosial media saja kami sudah kecanduan.


“Aku sering bertanya pada diriku sendiri, apa mungkin aku yang tak peka dan terlalu menuntut yang tak sepantasnya. Apa iya aku yang terlalu sering melukai hingga resah tak sekalipun berkeinginan sudah dan berakhir dengan kelopak mata yang basah”

Cinta Tak Sebercanda Itu

Rasanya ini pertama kali aku kencan berdua dengan temanku ini. Teman dari seorang teman. Hampir setahun penuh kita sering membuat janji, tapi bisa kita penuhi lantaran sibuk dengan urusan masing-masing. Dia dengan keluarga kecilnya sedangkan aku dengan pekerjaan baruku. Dan akhinya ketika aku iseng untuk meminta bertemu, dan kebetulan posisinya sedang libur  dari pekerjaannya. Kami pun sepakat untuk bertemu di salah satu restoran di pusat perbelanjaan yang ada di Surabaya.

Banyak hal sebenarnya yang telah kami bahas, termasuk urusan pribadi terkait masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Menariknya, dari sekian cerita yang kudengar, cerita tentang keluarga kecilnya yang mungkin ingin aku bagikan. Seperti biasa, aku tak akan menyebutkan namanya dan izin untuk membuat tulisan ini pun sudah aku miliki. Justru temanku dengan senang hati jika ceritanya yang ku posting ini mampu dijadikan inspirasi, motivasi ataupun referensi tentang keputusanku atau siapapun untuk membina keluarga. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk benar-benar berpikir jika rumah tangga adalah tempat belajar paling rumit namun tetap menyenangkan. Jangan hanya karena satu masalah kita jadi menyerah justru itu adalah waktu terbaik untuk kita belajar banyak hal yang tak pernah kita dapatkan di tempat manapun. 

Awalnya, aku hanya sekilas mendengar cerita tentang pasangannya. Ya, seseorang yang ia pilih untuk menemani sisa hidupnya kini. Kupikir segalanya baik-baik saja, oh tentu sampai sekarang baik-baik saja. Dia dan suaminya masih bersama. Hanya saja konflik yang dia alami cukup membuatku berpikir “Rumah tangga tak sebercanda itu”. Segala sesuatu yang diputuskan, tentunya tak ingin melahirkan kekecewaan ataupun penyesalan kemudian.

Temanku, wanita yang sangat cantik, bahkan lebih cantik sejak aku bertemu pertama kali dengannya. Mungkin karena keputusannya untuk berhijab sejak menikah. Dia sipit tapi memiliki sorot mata tajam, ditambah lagi dia pintar untuk berdandan. Di setiap cerita, senyumnya tak pernah enggan untuk sembunyi.

Kami menghabiskan waktu sepanjang siang. Tertawa terbahak bersama-sama, ataupun saling update story di sosial media masing-masing. Setelah obrolah ringan kami selesai, wajahnya berubah serius. Rasanya inilah topik utama untuk pertemuan kami. Sebelum membuka suara perihal keluarga kecilnya, ia sudah ber-ultimatum jika tak bisa menjamin air mata tak akan tumpah. Mendengarnya berkata seperti itu  aku masih membalas dengan nada bercanda harapanku, di pertemuan langkah kita ini tak ada air mata yang tumpah.

Dia mulai bercerita seperti apa kehidupan keluarga kecilnya yang telah ia lalui selama 2,5 tahun ini. Hubungan yang semula kupikir dijalani oleh dua orang dengan pemikiran dewasa itu baik-baik saja, ternyata tak seperti yang aku kira. Dari nada bicaranya dia cukup berat mengungkapkan apa yang sedang bergejolak dihatinya. Apa yang dia alami hingga saat ini. Meski begitu dalam pernikahannya itu masih ada sisi bahagia yang dia ceritakan dengan suara sedikit parau. IYA. DIA MASIH BISA BAHAGIA di tengah batinnya yang terluka.

Memilih untuk mengakhiri masa lajang dengan orang yang kita sayangi dan dia pun memiliki perasaan sama adalah impian. Begitu juga dengan dia. Aku masih ingat, pertemuan terakhir kali sebelum ia memutuskan untuk menikah. Dia menjelaskan jika seseorang yang akan meminangnya itu sesosok yang dewasa serta lembut. Sesuai dengan kriterianya. Kupikir dengan ia berkata seperti itu, pertemuan kami selanjutnya akan terasa menyenangkan. Ia akan bercerita tentang manisnya berumah tangga.

Dia Bercerita jika awal mula hubungan yang sudah sah itu berjalan sesuai dengan impiannya – Manis dan indah. Sifat dan pemikirannya masih sama seperti mereka berkomitmen untuk merajut kasih sebelum ke jenjang lebih. Sayangnya, itu hanya sementara, entah di usia pernikahan bulan keberapa, beberapa hal yang tak dia temukan di masa pacaran muncul ketika dia berumah tangga. Sebuah kebohongan, perkataan sarkas, tanggung jawab yang terbaikan, egois, kekanak-kanakan bahkan kekerasan.

Dia sangat sadar, ketika sudah memutuskan untuk menikah, sifat asli pasangan akan muncul. Namun, tak habis pikir hingga separah itu. Pertengkaran selalu ada. Hari tenang dalam rumah tangganya bahkan bisa ia sebutkan dalam hitungan jari. Aku percaya ketika dia mengatakan tak ingin menyesal dengan keputusannya memilih suaminya kini. Bagaimana pun, berumah tangga tak melulu akan dilalui dengan cara mudah. Ada kalanya kita benar-benar lelah dengan setiap masalah, ada kalanya ketika satu masalah belum selesai masih ada masalah lainnya.

Temanku ini wanita yang sangat ceria. Dengan nada bicara yang sedikit berlogat Bojonegoro dia masih sempat bilang jika rasa sayangnya tak pernah hilang, bahkan terus tumbuh seiring berjalannya waktu. Meski air matanya tak pernah benar-benar sudah saat mereka bersama. Tapi dia sangat bersyukur ketika ada masalah di hubungannya, dia memiliki teman-teman di lingkungan kerja yang sangat menghibur sehingga dia tak pernah merasakan benar-benar sendirian. Rasanya semesta selalu berkonspirasi dengan rasa dalam hidupnya.

Mendengar kisahnya, aku sangat gemas jika seorang wanita diperlakukan layaknya kepala keluarga, padahal pasangannya masih ada. Masih dalam keadaan sehat dan dapat berdiri dengan tegak. Sebagai temannya, aku hanya bisa memberikan dukungan serta pelukan hangat. Hebatnya, dia masih tegar dan mampu berdiri diatas kakinya sendiri sampai hari ini. Dia masih memupuk harap di setiap sujudnya, suatu saat akan ada perubahan dalam diri suaminya. Aku tau, aku tak memiliki kapasitas menjadi penasehat untuk urusan rumah tangga. Untuk saat ini, mungkin aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk seluruh kisahnya. Aku percaya segala hal yang dia lalui kini akan mendapat balasan yang sangat indah nanti. Tak perduli sekacau apapun pasangannya saat ini, dia masih tetap setia di sampingnya, mendampingi, serta menyayangi hingga sepenuh hati.

Surat Untuk Kawanku

Untuk Seseorang yang beberapa waktu lalu sempat bersedih.

Waktu itu, sebelum memulai pembicaraan denganku, kau tampak begitu gelisah. Memulai kalimat pertama saja harus dimulai dengan beberapa pertanda yang akhirnya aku jadi paham jika kau sedang gundah gulana. Setelah itu aku tau jika dalam salah satu hubungan pertemananmu sedang ada masalah. Kau bercerita panjang lebar tentang temanmu yang tiba-tiba tak terbuka seperti biasanya. Kemudian hubunganmu merenggang dengan sendirinya. Padahal menurutmu, kau sudah mencoba mendekat sebelum jarak benar-benar menyekat. Sebelum sibuk menjadi alasan utama kalian tak besua.

Begini, ini hanya sekedar arahan, boleh kau perhatikan atau hanya kau anggap sebagai hiburan belaka. Kau tak perlu khawatir jika dalam berkawan, mengalami selisih paham atau renggang. Bapakku dulu pernah bilang – Jika berkawan tak perlu terlalu dekat, kadang yang dekat bisa saja menusuk dari belakang-. Memang tak seluruhnya kalimat itu benar. Namun kita bisa saja jadikan itu sebagai landasan jika berkawan tak perlu terlalu dalam.

Ada bagian-bagian yang memang harus kita beri jeda. Ada hal-hal yang memang tak perlu dibagikan ketika berkawan. Bukan berarti dalam berkawan kau tak percaya padanya. Hanya saja, biarkan hal-hal tersebut kau simpan sendiri. Berkawan tak melulu menceritakan diri kita ataupun pengalaman pribadi secara menyeluruh. Bukankah itu lebih baik untukmu. Aku pun juga begitu, ketika temanku menjauh, itu haknya. Biarkan dia melakukan hal dia suka meskipun tanpa aku sebagai temannya. Cukup mendukung apa yang dilakukan selama itu baik untuk kehidupannya.

Jika saat ini kau merenggang dengannya. Mungkin memang sudah waktunya kalian membutuhkan waktu sendiri. Bukannya juga dia tak mau terbuka, mungkin memang belum waktunya dia bercerita. Tunggulah dia  dengan sabar, mungkin nanti dia akan sadar jika dirimu merindukan dia, karena sebagian umurnya dihabiskan bersamamu, kawannya.

Sudah jangan gundah seperti itu, nanti cantikmu hilang. Sementara ini bersamalah denganku, kita main-main sebentar, bukankah kita tak pernah menghirup angin segar besama?.  Nanti kalau sudah baikkan dengannya, pasti hal yang kita lakukan berdua, hanya tinggal kenangan semata mungkin akan kau rindui juga. Sabarlah, dia yang akan menghubungimu lebih dulu. Dia pasti rindu untuk bertemu. Jika dia tak kunjung menyapamu, biarlah kan masih ada aku. Ku usahakan aku tak akan seperti itu.

Masa Lalumu

Berbicara perihal masa lalu dan tentang lukamu di masa itu, sebenarnya aku tak begitu perduli. Aku yakin kalau aku bisa mengobati karena aku adalah masa depanmu yang menjadi penyembuh. Asalkan kau tak melibatkan masa lalumu ketika bersamaku, lalu kau mulai membanding bandingkan dan akhirnya kau mengatakan jika aku tak bisa seperti dia.

Aku tak akan pernah menjadi dia, bahkan aku tak mau. Tolong bedakan. Aku dan dia adalah dua orang berbeda. Dia mencintaimu lalu dia membuatmu terluka dan kau ditelantarkan entah dengan sebab apa, tapi tidak dengan aku. Aku mencintaimu dan ingin bersama denganmu selalu. Aku memilihmu karena aku percaya, kau orang yang tepat untukku.

Kupikir, saat kau memulai suatu hubungan yang baru denganku. Kau telah melupakan masa lalumu. Pun demikian juga dengan aku. Bagiku, masa laluku tak ada hubungannya dengan apa yang aku jalani bersamamu saat ini. Dia adalah dia dan kau adalah kau, seseorang yang kurencakan kedepannya.

Sayangnya aku salah, kau tak secepat yang aku kira. Kau masih saja berusaha membangunkan masa lalumu saat bersamaku. Padahal aku sudah bersusah payah untuk meninabobokannya. Kau tak selihai ucapanmu di awal yang ingin mencoba mencintai kurangku, menyanjung lebihku dan berjuang bersamaku meraih tujuan kita- Bahagia dengan bersama. Kau masih tetap sama, bergelut dengan dia yang kau cintai di dasar hatimu sana. Dan aku terlanjur terluka.

Sebelumnya aku tak masalah jika sifatmu yang begitu keras kepala menuntut aku untuk menjadi seperti yang kau mau, karena aku percaya arahanmu adalah membenahiku untuk menjadi lebih baik versimu.  Jika cinta itu saling menerima. Tentu aku menerimamu dengan segala hal yang melekat padamu termasuk dengan masa lalu yang menyeramkan itu. Tapi bukan berarti kau bertindak semena-mena. Jika cinta saling menguatkan, seharusnya kau bisa berujar jika aku harus sabar menghadapi tingkahmu yang kekanakan, bukan justru memperlebar kerusuhan.

Di kepalaku, aku masih ingat jelas, pertengkaran pertama kita dengan perkara sederhana dan tentu aku memilih mengalah. Namun, berbeda dengan saat ini. Sejak aku tau dia masih ada di kepala dan hatimu. Itu sudah cukup membuatku muak dengan semuanya. Tentang hubungan kita yang kau namai percaya dan mencoba. Maaf kesempatanmu untuk bersamaku sudah tak ada lagi. Aku tak mau terluka dan terus salah sangkah, jika cintamu tak sepenuhnya dan bahagia yang kau berikan juga cuma setengah.  

Menyelami Rasa Lelaki

Duduk berdua di dalam satu mobil. Memutar lagu sendu yang ternyata membuat temanku bernostalgia dengan kekasih dari masa lalunya. Dia mulai membuka suara, dan cerita tentang cintanya yang sering aku dengar namun sebagian, kini ia mulai perbincangkan. Cintanya telah kandas, mungkin sudah beberapa waktu yang lalu. Sebab bosan yang tak bisa dia bendung. Perkara sederhana menjadi tak terduga dan berakhir dengan kata pisah.

Meski cintanya telah kandas. Kenangan yang dia ciptakan tak turut hilang seperti seseorang yang pernah ia sayang. Rindunya tak mati dan cintanya tetap bersemi. Dan dia baru sadar saat segelanya telah usai, jika perempuan yang telah menghabiskan lebih enam ratus hari bersamanya itu sangat ia cintai. Bahkan dari hal-hal receh yang tak terpikirkan sebelumnya.

Dia bercerita dengan sedikit menyunggingkan senyum, sekali matanya melirik seolah-olah menjelaskan padaku jika hatinya itu sungguh-sungguh. Setiap kalimat yang ia ucap, beberapa sengaja ia berikan penekanan. Mungkin luka hatinya sudah parah namun dia masih berpura-pura tak merasakan apa-apa. Mungkin juga, itu wujud penyesalannya sudah terlambat, dia sadar jika dia dan wanitanya dua orang yang keras kepala, tapi disaat-saat tertentu ada masa dimana salah satu memilih mengalah dan berdamai atas bedanya pemikiran. Dia bercerita secara rigit tentang kekasihnya dimasa lalu. Hingga pada saat kekasihnya pergi dan dia patah hati, kisahnya tetap hidup dan membuatnya semakin sadar cintanya tetap bertahan meskipun hanya dirasakan seorang.

Dia patah hati. Teman priaku ini sedang patah hati. Remahan hati telah dia buka satu persatu. Dia mulai terbuka tentang bagaimana kacau dunianya tanpa kekasihnya. Meski begitu, ia tak ingin harinya lumpuh karena masa lalu. waktu itu, aku Cuma menjadi pendengarnya. Tak ingin melibatkan pemilikiran tentang masa lalunya. Aku yakin, dia hanya ingin didengar tanpa meminta saran. Dia ingin dimengerti ketika tak seorangpun memahami bagaiman ia terluka.

Temanku ini, tipe orang yang humoris, tapi dibalik humornya terselip patahan dada yang tak bisa ia sembunyikan. Berkali-kali dia mendekat pada hati yang lain. Berharap terlupa dengan apa yang masih ada dipikiran. Hanya saja, orang baru itu tak  sepenuhnya ia tempatkan dalam hati. mula-mula ia bertutur maaf karena masa lalu kerap terucap tanpa sengaja, namun lama kelamaan namanya menjadi dominan dalam segala percakapan dan membuat hati baru menghindar pelan-pelan. Ah,temanku ini ternyata masih menyayangi masa lalunnya. Mau bagaimana pun hatinya masih merasakan hampa dan rindu pada seorang yang telah bersandang kenangan.

Perlahan kubuka suara, perihal lukanya aku tak berjanji ketika aku bicara tentang ini, rasanya hilang seketika. Cuman, karena aku seorang teman aku perlu memberikan dukungan. Entah itu memperbaiki yang pernah terputus atau untuk bahagia baru yang sedang ia cari. Hidupnya harus terus berjalan. Kelak jika terjadi hal sama dengan orang berbeda, mungkin saat itu dia harus lebih banyak sabar. Cara-cara yang pernah dia terapkan pada masa lalunya berkenaan dengan melepaskan, tak boleh gampang ia terapkan. Jangan lari dan mencoba temukan pelarian hingga membuat seseorang tersakiti- itu pesanku. Sebab, bahagia hanya terjadi  jika ia belajar tentang cara-cara bertahan dari jenuh, tak mengulang hal dari pendahulu meskipun titik bosan tak kenal letih menyerang hingga membuat keyakinannya tumbang.

Teman Tapi Akan Menikah

Halo jodoh, ternyata kau memang sedekat urat nadi. Meskipun di awal sejauh layaknya matahari yang mampu menerangi dari jarak ribuan kilometer. Layaknya utara dan selatan yang dipisah dengan garis khatulistiwa. Pada akhirnya dipertemukan dengan cara yang indah dan tak terduga.

kisah sebelumnya JODOH SEBENARNYA TAK JAUH

Apa kalian ingat cerita sahabat yang pernah aku tulis beberapa waktu lalu. Tentang Dia - wanita berjilbab yang memiliki rona wajah memerah lantaran seseorang mengetuk pintu hatinya. Jika sebagian dari kalian lupa, aku akan coba ingatkan. Dia yang sudah menemukan pengganti dari orang yang meremuk redamkan hatinya. Kini menemukan tambatan hati yang baru. Bukan dia yang juga sudah kuceritakan di part sebelumnya tapi, dia yang juga menjadi temanku. Aneh ya. Semuanya menjadi melingkar dan tak terpisahkan.

Begini, jika kalian membaca ulang di part sebelumnya, pada paragraf terakhir aku pernah menulis tentang kemungkinan-kemungkinan yang dia rencanakan. Sayangnya, Tuhan punya rencana lain, Tuhan patahkan lagi hatinya. Tuhan memutuskan untuk tak menyatukan dia dengan pilihan sebelumnya. Ada alasan yang tak mungkin aku ungkapkan. Oh bukan, lebih tepatnya ada alasan yang aku sendiri binggung untuk menjelaskan. Pada intinya, sang lelaki tak siap meminang di waktu dekat dengan alasan yang tak bisa dia salahkan, karena bertautan dengan masa depan. Sang lelaki memutuskan untuk mengejar gelar serta harapan orang tua yang ingin ia wujudkan.

Terluka pasti!. Ada rasa yang harus dia pendam sendiri dan tak ingin ia bagi lagi. Baginya, dia sudah merasakan perih lebih dari ini. Setidaknya dia sudah tegar untuk kegagalan yang tak mungkin ia sesalkan. Dia tetap percaya akan ada pengganti yang lebih baik dari baiknya seseorang yang dulu. Karena Tuhan Maha Tau, akan ada bahagia baru meski bukan dari dia yang dulu. 

Dia melewati hari dengan sabar, mungkin sesekali berlaku menyebalkan. Namun menurutku itu wajar. Tak ada orang yang terus-terusan mengulum senyum ketika hatinya terluka parah. Tangis tentunya pecah mengingat apa-apa yang direncakan berhamburan tanpa kejelasan. Hebatnya, dia tak lagi resah. Dia sudah berserah dan mulai menata ulang kehidupannya. Lagi-lagi ia diminta belajar dari kegagalan hubungan. 

Kemarin, aku bertemu lagi dengan sahabatku itu. Jilbab hijau pekat dan penampilan sedeharna tetap membuatnya terlihat cantik meski tak menempelkan polesan apapun diwajahnya. Maaf tak bisa sebut nama, karena itu masih menjadi privasi dia.  Aku paham mungkin ia belum siap jika ceritanya akan dibaca ribuan mata yang singgah di blog ini, mungkin nanti. Aku juga belum siap, jika ada beberapa prasangka yang akan langsung terarah padanya dan itu disebabkan olehku.

Sebuah obrolan serius muncul dari salah satu temanku. Kami bersahabat sebanyak 9 orang. 5 perempuan dan 4 laki-laki. Kebetulan saat itu hanya ada satu teman laki-laki kami yang hadir. Dia mulai membuka obrolan yang menjurus pada acara khitbah, dan itu dia tujukan pada temanku ini. Tentu perasaan kaget yang muncul pertama kali. Terlepas dari siapa tambatan hatinya, dia sudah menemukan pengganti tanpa mencari. Menerima tanpa terlebih dulu memberi. Ternyata keduanya ditemukan dengan cara yang tak di sangka-sangka. Melalui lingkaran yang kami sebut persahabatan.

temanku yang sudah merona pipinya tak kuasa menahan senyum lagi. Bunga-bunga bahagia terambar jelas di wajahnya. Aku jadi ingat istilah pelangi setelah badai menerpa. Apa itu artinya dia sudah melewati badai? Apa artinya warna-warni dalam wajahnya adalah pelangi. Entahlah kuharap begitu. Cukup sudah liku itu ada untuk tema yang sama. Tatapan keduanya pun terlihat meneduhkan satu sama lain, sudahlah aku tau mereka sudah sudah saling sayang dengan perasaan yang kian hari kian mendewasakan. Yang jelas saat ini, adanya kabar bahagia itu, aku turut senang.

Jatuh dan cinta pada dia yang telah di pilih hati adalah arahan Tuhan dengan banyak pertanyaan akankah jadi pelajaran atau menjadi akhir dari perjalanan. Perkara rasa memang menarik untuk ditelusuri awalnya. Bagaimana, kenapa serta apakah, seolah itu menjadi misteri bahkan bagi yang menjalani. Kata-kata yang kuutarakan hingga membentuk kalimat panjang saja tak bisa menjelaskan secara gamblang apa itu definisinya. 

Aku sempat  bertanya sejak kapan rasa itu muncul? Sahabatku tak memberikan kejelasan kapan itu mulai ada. Tetapi perubahan sikap dari si Dia, mulai terasa sejak liburan yang kita lakukan terakhir kali. Oke, terakhir kali itu di bulan Agustus tahun ini,  jadi rasa itu mulai timbul dan tumbuh dan berakar kuat. Namun tak berani ia rawat. Tentu saja!. Memiliki hubungan dengan sahabat yang melibatkan hati, pastinya memiliki konsekuensi yang cukup berat. Jika tak pandai menjaga kita akan kehilangan keduanya. 

Sahabatku sendiri tak menyangka jika akan membiarkan hatinya jatuh pada Dia yang sudah kami anggap saudara. Dia yang sudah tak malu lagi berkata dan bertingkah layaknya kami ini benar-benar keluarga. Tapi pertahanannya roboh ketika pukul 3.45 pagi sebuah panggilan telpon muncul dilayar ponselnya dengan nama dia. Sudah, ah..ini akan terlalu panjang jika diceritakan bagaimana alur mereka hingga sejalan dan beriringan. Biar saja waktu yang memberikan jawaban apa yang sempat menjadi pertanyaan dari masing-masing kepala yang masih menyimpan penasaran.

Mereka adalah sahabat yang kukenal lebih dari separuh umurku kini. Cara mereka menautkan hati satu dengan lainnya sangat indah. Tak pernah kami sangka sebelumnya. Aku sangat hapal raut wajah  mereka ketika bercerita bagaimana perjalanan panjang yang akhirnya saling menemukan. Bahkan rasanya baru kemarin keduanya dengan suara parau bercerita tentang penghianatan, lalai bahkan ingkar dari pasangan masing-masing. Keduanya sama-sama pernah di uji dengan segudang masalah pelik yang cukup sulit. Bertahan ketika gundah membuat mereka seakan mau menyerah. Berjuang ketika pasangan keduanya berlari justru menjauh pergi. 

Kini, tak lagi ada hal semacam itu. Keduanya sudah menemukan rumah yang membuat mereka nyaman untuk bercanda. Bahkan tak hanya satu cerita yang ada disini melainkan dua dari kedua sahabat. Mungkin juga ini pengganti dari Tuhan yang tak pernah disangka. Bermula dari sahabat berakhir dengan akad. Harapanku hanya satu, semoga cerita ini segera tamat dan ada kisah lainnya dengan tambahan anggota baru yang lucu. 

Jodoh Sebenarnya Tak Jauh

Jodoh itu memang tak pernah jauh dan tak ada yang tau. Jika Tuhan sudah berkehendak, Jarak sekian mil pun mampu menyatukan hati melalui acara reuni contohnya. Bisa jadi dia disebelahmu. Atau bisa jadi orang yang dulu, yang mengamatimu diam-diam tapi kamu tak pernah sadar. Bahkan yang nampaknya tak punya rasa apa-apa mendadak menjadi salah tingkah. Begitu yang kupikirkan tentang dia. Wajahnya menampakkan rona berseri. Tak terlihat lagi tanda-tanda patah hati. Matanya juga tak lagi sembab. Bahkan saat ini senyumnya yang simpul mampu dikembangkan perdetik didepanku. Ah, temanku ini, memang tak mampu sembunyikan rasa gembiranya. Persahabatan sekian tahun dengannya menjadi salah satu alasanku mampu membaca raut wajahnya. Dia mungkin tak mau secara langsung bercerita segalanya. 

Tak apalah, aku akan menunggu.Bisa jadi, wanita berjilbab itu belajar dari masa lalu, yang membuat dia lebih hati-hati untuk memilih kata tentang apa yang dia rasa. Tak ingin lagi dikecewakan dengan kalimat sakti dari seorang pria yang belum apa-apa sudah menyerah. Iya, wanita periang ini pernah kecewa, dulu sekali. Ketika mendekati hari bahagianya, masalah muncul hingga memisahkan kisah cinta yang bahkan mereka bina dengan rentetan peristiwa. Saat itu aku hanya mampu berujar ‘sabar’ meski aku tau kesabaran tak menghentikan dia jatuhkan airmata kepedihan. Tak perlu aku jabarkan secara rinci tentang pengalaman mengerikan itu seperti apa, dia sudah mengalami pilunya hubungan tanpa kepastian. Aku paham, dia tak akan mau untuk dikorek-korek lagi perihal kisah itu. Dia sudah melupakannya, sekarang dia sudah bahagia. Dan kini mampu bangkit dan merasakan cinta dari seseorang yang telah mengetuk pintu hatinya tiba-tiba.

Kala Senja sore waktu itu, tepatnya ketika aku sedang menikmati langit yang sedang bergerak menuju malam, ditemani sepiring ayam geprek dan es teh yang kuseduh di pinggir jalan. Handphoneku berdering. Sebuah pesan masuk dari dirinya. Dia tiba-tiba menawarkan diri untuk memulai cerita, bagaimana kisahnya menemukan seseorang yang mampu menjadi angin segar ditengah hati yang gersang. Iya, dia sedang jatuh cinta dengan orang yang tak terduga. Cinta monyetnya.

Sebenarnya, kedekatan dia dengan sesosok pria itu bukan pertama kali. Dia pernah mengisi relung hati. Jauh sebelum dia kecewa dengan beberapa peristiwa pahit di hidupnya. Kisah cinta itu sangat dikenal dengan nama cinta monyet. Saling suka lalu menyatakan cinta, ditengah jalan putus, entah dia sendiri lupa apa alasannya. Setelah 2 tahun berpisah, tersiar kabar jika pria itu berhubungan dengan teman satu sekolahnya. Dia tak ambil pusing, mungkin karena masih cinta-cinta anak sekolah. Siapa yang perduli kisah asmara anak kemarin sore. Bisa saja paginya putus menangis darah, malamnya tertawa sumringah seolah lupa kalau hatinya pernah bermasalah. Sudah begitu saja.

Kini, setelah sekian lama. Setelah semuanya sadar baik dia dan pria itu, bahwa perasaan bukan hal yang patut dipermainkan. Mereka kembali bertemu, bertatap, beradu kalimat sederhana. Ketika acara reuni sekolah. Sapaan hangat keluar dari bibir pria itu, mungkin juga basa-basi pada dirinya ‘bagaimana kabarmu?’. Itu sudah mampu meleburkan dinding es yang yang membuat situasi canggung berubah hangat. Awalnya hanya saling sapa, namun lama-lama ada proses selanjutnya yang dia sendiri tak paham apa maksud dari si pria datang mendekat.

Dia tak pernah berfikir jauh bahwa cinta monyet itu akan tumbuh lagi. Namun, karena pria ini terus mendekat bahkan tak jarang berani duduk sejajar serta memberikan hujan perhatian setiap hari, membuat dia mulai terusik. Lebih tepatnya apa yang dilakukan pria itu mampu mengambil alih separuh dari pikirannya. Kali ini dia mencoba mengikuti apa kehendak hati, memberikan kesempatan seseorang untuk menyembuhkan luka yang pernah dialami. Meski itu tak mudah. Dia tak akan pernah tau jika tak mencoba. Atau justru dengan memberikan kesempatan akan menambah bencana. Kecewa luka dan seterusnya. Anggap saja itu konsekuensi yang harus diterima.

 Aku sempat bertanya, bagaimana jika kali ini ada kebiasaan dan sifat yang tiba-tiba muncul dan kamu tak suka itu. Apakah harus merubahnya untuk kamu cintai secara utuh, tak separuh-separuh. “semua orang ada kekurangan dan kelebihan. Kalau kita mau sama kelebihannya harus mau nerima kekurangannya juga” begitu jawabannya dengan nada yakin. Aku tersenyum lega. Dia sudah matang hingga berfikir kedepan, tak seperti dulu, rancu.

 Tuhan, ini adalah harapan dari wanita yang sudah pernah tergores luka dihatinya. Dia berharap bahwa kisah cintanya saat ini menjadi terakhir. Tak perlu lagi menunggu ataupun ditemukan. Jatuhkanlah hatinya sejatuh-jatuhnya apabila dia memang ditakdirkan untuk pria ini. Jika menurut-Mu pria ini layak, maka peliharalah kemungkinan-kemungkinan yang mereka rencanakan kedepan. Namun, jika ada perbedaan tiba-tiba memisahkan. Kau yang Maha Tahu, bahwa mereka akan tetap bahagia dengan cara baru.

Untukmu, sahabatku. Dariku yang kisahnya ingin segera kau sempurnakan.

Kamu Tak Perlu Khawatir

Teruntuk temanku yang sedang kenyang dengan perasaan kasmaran.

Pagi itu, kau menanyakan apakah aku jadi datang kerumahmu. Untuk sekedar bertemu, bertatap wajah dengan anggota rumah yang semakin hari semakin menua. Maklum saja, Jarak dan kesibukan kita mulai menjadi perkara utama jarangnya bersua. Mimpi yang tinggi sudah menjadi prioritas dan memaksa kita untuk tak sering berjabat. Dulu kita berikrar untuk selalu ada bahkan ditengah kesibukkan yang membabi buta. Kini, waktu membuktikan bahwa janji kita tak cukup kuat untuk melebur temu. Masih menangkan ego untuk bekerja disepanjang waktu.

Pada temanku itu, untuk sekedar basa-basi aku menanyakan bagaimana perasaannya tentang lelaki baru yang akan dikenalkan padaku. Aku sengaja tak bertanya bagaimana kabarnya. Sebab, aku tau dari cara menjawab pesan. Dia dalam kondisi baik teramat baik untuk tetap bergurau walau hanya dalam pesan singkat. Pembicaraan mulai mengarah mengenai siapa Dia- Calon lelaki sering dibicarakan. 

Dia, Pria yang saat ini menjadi serba utama dalam ceritanya. Mampu menjadi alasan dirinya tersenyum ringan. Membuang semua keputusasaan tentang segela perasaan, takut ditinggalkan contohnya. Disela-sela cerita, terbesit di benaknya sedikit kekhawatiran perihal masa depan. Bukan lagi dengan siapa dia akan berpasangan, karena kita sama-sama tau ada seseorang yang rela menjadi tempatnya berlabuh untuk menghalalkan rindu. Melainkan, bagaimana kehidupan setelah pernikahan. Apakah kesejahteraan mampu diwujudkan berdua, begitu pikirnya. 

Untuk temanku, aku cukup terhibur dengan tingkahmu. Namun tak mengurangi perduliku pada kekhawatiranmu. Cermatilah kamu yang saat ini sedang berbunga-bunga pun disatu waktu didera gelisah. Tak salah jika kau takut melangkah maju untuk menjemput bahagia. Karena semuanya akan mengubah hidupmu dari ujung rambut sampai ujung kuku. Pada kekasih halalmu, dia yang akan mengambil alih kewajiban orang tua merawatmu. Kepadanya pun kau menyerahkan sisa hidupmu. Tentu, Ada beban yang kau ambil alih kemudian. Statusmu bukan lagi kekasih, tapi istri yang penuh abdi. 

Temanku, sekedar bersaran. Aku bersyukur jika kau pertimbangkan. Bila tak kau gubris pun tak akan menjadi beban pikiranku karena ini hanya sebuah masukkan. Aku memang belum berumah tangga. Itu juga impianku dikemudian hari yang kupanjatkan disegala doa. Temanku, untukmu aku sarankan kau maju. Menerima pinangan dari Dia yang mungkin saja menjadi ‘Tulang Rusukmu’. Barang kali Dia jawaban dari kekhusukanmu berdoa. Aku salut dengan tindakkan Dia. Berani melangkah bahkan hanya bermodal diri apa adanya, untuk meminang dirimu yang bahkan baru Dia tau beberapa waktu yang lalu. Bukankah keseriusannya sudah mampu meluluhkan hatimu ?. Bukankah, kesabarannya sudah kau uji dengan kekanak-kanakanmu. Dan cintanya sudah kau tahlukkan dengan hatimu.

 Untuk temanku, Tidak perlu kau khawatir. Sebab, dia sudah memikirkan masak-masak apa yang harus dilakukan jika kau sudah menjadi bagian dari tanggung jawabnya. apabila dikemudian hari ada duka yang harus dilalui. Menguji seberapa kuat kerja keras kalian membangun 'rumah' yang selalu menjadi arah kamu pulang. Nikmatilah, itu ujian untuk kalian berdua, bukan kamu ataupun dia secara terpisah.  Untuk bahagiamu, Aku mendukung Dia sepenuhnya.

 Dari aku, yang turut bahagia atas kabarmu.