Rasanya ini pertama kali aku kencan berdua dengan temanku ini. Teman dari
seorang teman. Hampir setahun penuh kita sering membuat janji, tapi bisa kita
penuhi lantaran sibuk dengan urusan masing-masing. Dia dengan keluarga kecilnya
sedangkan aku dengan pekerjaan baruku. Dan akhinya ketika aku iseng untuk
meminta bertemu, dan kebetulan posisinya sedang libur dari pekerjaannya.
Kami pun sepakat untuk bertemu di salah satu restoran di pusat perbelanjaan
yang ada di Surabaya.
Banyak hal sebenarnya yang telah kami bahas,
termasuk urusan pribadi terkait masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
Menariknya, dari sekian cerita yang kudengar, cerita tentang keluarga kecilnya
yang mungkin ingin aku bagikan. Seperti biasa, aku tak akan menyebutkan namanya
dan izin untuk membuat tulisan ini pun sudah aku miliki. Justru temanku dengan
senang hati jika ceritanya yang ku posting ini mampu dijadikan inspirasi,
motivasi ataupun referensi tentang keputusanku atau siapapun untuk membina
keluarga. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk benar-benar berpikir jika
rumah tangga adalah tempat belajar paling rumit namun tetap menyenangkan.
Jangan hanya karena satu masalah kita jadi menyerah justru itu adalah waktu
terbaik untuk kita belajar banyak hal yang tak pernah kita dapatkan di tempat
manapun.
Awalnya, aku hanya sekilas mendengar cerita tentang
pasangannya. Ya, seseorang yang ia pilih untuk menemani sisa hidupnya kini.
Kupikir segalanya baik-baik saja, oh tentu sampai sekarang baik-baik saja. Dia
dan suaminya masih bersama. Hanya saja konflik yang dia alami cukup membuatku
berpikir “Rumah tangga tak sebercanda itu”. Segala sesuatu yang diputuskan,
tentunya tak ingin melahirkan kekecewaan ataupun penyesalan kemudian.
Temanku, wanita yang sangat cantik, bahkan lebih
cantik sejak aku bertemu pertama kali dengannya. Mungkin karena keputusannya
untuk berhijab sejak menikah. Dia sipit tapi memiliki sorot mata tajam,
ditambah lagi dia pintar untuk berdandan. Di setiap cerita, senyumnya tak
pernah enggan untuk sembunyi.
Kami menghabiskan waktu sepanjang siang. Tertawa
terbahak bersama-sama, ataupun saling update story di sosial media
masing-masing. Setelah obrolah ringan kami selesai, wajahnya berubah serius.
Rasanya inilah topik utama untuk pertemuan kami. Sebelum membuka suara perihal
keluarga kecilnya, ia sudah ber-ultimatum jika tak bisa menjamin air mata tak akan
tumpah. Mendengarnya berkata seperti itu aku masih membalas dengan
nada bercanda harapanku, di pertemuan langkah kita ini tak ada air mata yang
tumpah.
Dia mulai bercerita seperti apa kehidupan keluarga
kecilnya yang telah ia lalui selama 2,5 tahun ini. Hubungan yang semula kupikir
dijalani oleh dua orang dengan pemikiran dewasa itu baik-baik saja, ternyata
tak seperti yang aku kira. Dari nada bicaranya dia cukup berat mengungkapkan
apa yang sedang bergejolak dihatinya. Apa yang dia alami hingga saat ini. Meski
begitu dalam pernikahannya itu masih ada sisi bahagia yang dia ceritakan dengan
suara sedikit parau. IYA. DIA MASIH BISA BAHAGIA di tengah batinnya yang
terluka.
Memilih untuk mengakhiri masa lajang dengan orang
yang kita sayangi dan dia pun memiliki perasaan sama adalah impian. Begitu juga
dengan dia. Aku masih ingat, pertemuan terakhir kali sebelum ia memutuskan
untuk menikah. Dia menjelaskan jika seseorang yang akan meminangnya itu sesosok
yang dewasa serta lembut. Sesuai dengan kriterianya. Kupikir dengan ia berkata
seperti itu, pertemuan kami selanjutnya akan terasa menyenangkan. Ia akan
bercerita tentang manisnya berumah tangga.
Dia Bercerita jika awal mula hubungan yang sudah
sah itu berjalan sesuai dengan impiannya – Manis dan indah. Sifat dan
pemikirannya masih sama seperti mereka berkomitmen untuk merajut kasih sebelum
ke jenjang lebih. Sayangnya, itu hanya sementara, entah di usia pernikahan
bulan keberapa, beberapa hal yang tak dia temukan di masa pacaran muncul ketika
dia berumah tangga. Sebuah kebohongan, perkataan sarkas, tanggung jawab yang
terbaikan, egois, kekanak-kanakan bahkan kekerasan.
Dia sangat sadar, ketika sudah memutuskan untuk
menikah, sifat asli pasangan akan muncul. Namun, tak habis pikir hingga separah
itu. Pertengkaran selalu ada. Hari tenang dalam rumah tangganya bahkan bisa ia
sebutkan dalam hitungan jari. Aku percaya ketika dia mengatakan tak ingin
menyesal dengan keputusannya memilih suaminya kini. Bagaimana pun, berumah
tangga tak melulu akan dilalui dengan cara mudah. Ada kalanya kita benar-benar
lelah dengan setiap masalah, ada kalanya ketika satu masalah belum selesai
masih ada masalah lainnya.
Temanku ini wanita yang sangat ceria. Dengan nada
bicara yang sedikit berlogat Bojonegoro dia masih sempat bilang jika rasa
sayangnya tak pernah hilang, bahkan terus tumbuh seiring berjalannya waktu.
Meski air matanya tak pernah benar-benar sudah saat mereka bersama. Tapi dia
sangat bersyukur ketika ada masalah di hubungannya, dia memiliki teman-teman di
lingkungan kerja yang sangat menghibur sehingga dia tak pernah merasakan
benar-benar sendirian. Rasanya semesta selalu berkonspirasi dengan rasa dalam
hidupnya.
Mendengar kisahnya, aku sangat gemas jika seorang
wanita diperlakukan layaknya kepala keluarga, padahal pasangannya masih ada.
Masih dalam keadaan sehat dan dapat berdiri dengan tegak. Sebagai temannya, aku
hanya bisa memberikan dukungan serta pelukan hangat. Hebatnya, dia masih tegar
dan mampu berdiri diatas kakinya sendiri sampai hari ini. Dia masih memupuk
harap di setiap sujudnya, suatu saat akan ada perubahan dalam diri suaminya.
Aku tau, aku tak memiliki kapasitas menjadi penasehat untuk urusan rumah
tangga. Untuk saat ini, mungkin aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik
untuk seluruh kisahnya. Aku percaya segala hal yang dia lalui kini akan
mendapat balasan yang sangat indah nanti. Tak perduli sekacau apapun
pasangannya saat ini, dia masih tetap setia di sampingnya, mendampingi, serta
menyayangi hingga sepenuh hati.