Saling Memeluk Dan Tunduk



Aku lupa, kadang aku juga harus mendengar, mengalah, bahkan memahami apa yang kamu mau. Setelah panjangnya batin bergelut dengan ragu. Menyisir waktu untuk selalu tumbuhkan rindu. Meminta Tuhan untuk bersatu. Akhirnya semesta memberikan jawabannya;  Kita menjadi sepasang yang seatap. 

Kita tak gentar dan terus maju menyongsong hari-hari nanti. Mempersiapkan apa-apa yang perlu disegerakan.  Berjuang untuk saling mempertahankan. Pun saling menguatkan pada apa yang membuat kita sempat berpikir macam-macam. Kita adalah sepasang yang manis atas izin Tuhan.

Sayangnya, ada beberapa hal yang membuat aku merasa paling ingin di dengar. Merancau dengan kalimat tajam dan menyebabkan luka pada hati yang sedemikian berjuang. Dan itu adalah hatimu. Aku diperdaya amarah hingga gegabah berkata menyerah. Aku mulai membuat batasan yang tak patut untuk diperdebatkan. Kita saling adu benar dan mempertanyaan siapa yang bertanggung jawab atas semua ini. Kata-kata makian ku lontarkan. Aku sungguh marah dengan keadaan kita.

 Hingga malam itu, air matamu luluh.

Seketika langit egoku runtuh. Aku tersadar akulah yang salah. Akulah  yang setengah-setengah memahami dirimu. Aku yang masih belum mengerti apa yang hatimu butuh. Atau mungkin justru aku yang belum berusaha. Aku yang menyulitkanmu untuk mengerti aku. Menyalahkanmu atas perlakukanku yang semena-mena. Aku yang salah tapi kamu yang terkena dampaknya.

 Maaf, aku belum gigih berjuang untuk kita. Tangisku pecah. Aku perlahan meraihmu, mendekapmu.

Maaf, telah keras kepala. Aku lupa kalau saat ini aku adalah tanggung jawabmu. Segala tindak tandukku berpengaruh pada peranmu.

Untungnya kamu membalas pelukanku dengan dekapan tak kalah hangat. Kita berdamai dengan kekurangan masing-masing. Saling memeluk dan tunduk pada keputusan besar. Kita tak akan berhenti di titik ini. Seatap memang bukan hal mudah, tapi aku pastikan aku tak akan lagi mengatakan ingin menyerah. Selama kamu disampingku aku tak khawatir.

 

Kisah hari ini

Aku senang duduk ditepi danau ini. Menikmati setiap angin yang mengoyak ujung jilbabku. Desiran anginnya mampu menenangkan rumitnya pikiran meskipun sekelebat. Hiruk pikuk dunia kadang berbisik di telinga, apalagi diiringi drama yang kadang buat diriku kesal juga. Setidaknya, dengan duduk di sini, mampu menggeser sejenak penat yang melekat.

Aku menarik nafas panjang, sekali lagi duduk di sini membuatku mampu merasakan sunyi yang aku kagumi. Seharusnya aku bersyukur aku bisa hidup sejauh ini dan menikmati mentari yang masih terbit dari timur. Tidak membuat segalanya menjadi lebih kacau termasuk dengan perkara hati. Perkara yang seharusnya sederhana namun prosesnya menyita teori semesta.

Aku pernah dihadapkan pada situasi yang aku sendiri merasa tak mampu mengatasinya dengan segera. Saat itu aku sedang giat-giatnya menuju tujuanku. Lalu, beberapa kerikil muncul dan melukai kakiku. Sempat aku memaksa berjalan meskipun berdarah-darah, meringis kesakitan sebab luka semakin melebar. Hingga akhirnya aku memilih berhenti. Sungguh aku tak mampu berjalan lagi. Aku butuh berhenti sejenak. Memikirkan diriku sendiri tidak bertindak menyedihkan.

Lalu, aku duduk di sini menangkan diri, memeluk luka batinku sendiri. Sembari menyiapkan mental dan mempertebal niatan.  Mungkin karena setiap orang punya cara untuk menenangkan pikiran, jadi aku memilih cara demikian - Berdiam meleburkan lamunan dan mengumpulkan keberanian.  Aku sadar hal seperti ini juga dialami banyak orang. Saat mereka sudah menentukan tujuan, mereka akan dihadang dengan banyak ujian, sepertiku.

Pikiranku kembali jernih. Renunganku usai. Danau ini pun yang menjadi saksi. Semua kenangan, semua kesusahan, pun dengan bahagia yang akan kudapatkan nanti melayang-layang dalam pikiran. Iya, aku hanya butuh waktu untuk bisa kembali ke niatku. Aku butuh ruang untuk tenang. Rasanya, tak semua yang terjadi di dunia ini butuh jawaban pasti. Namun, yang jelas segalanya harus dilalui dengan hati-hati. Jika pun nanti aku terpeleset dan terjatuh lagi,  aku diminta merebahkan diri  (lagi). Kemudian bangkit dan segera berjalan menyelesaikan apa yang sempat tertinggal. 

Cerita 2019 di Awal 2020

366 hari sudah terlewati dengan sangat hangat (rasanya) tapi juga keras (kenyataanya). Ada banyak kenangan yang terbentuk selama setahun. Penuh syukur dengan kondisi Senang, sedih bahkan pernah juga dilalui dengan putus asa. Kini saatnya menyambut 2020 dengan harapan baru. Iya harapan baru!. Meski di tahun lalu ada banyak kisah yang tak sempat aku ceritakan secara menyeluruh dalam blog ini . Apalagi kalau bukan karena sibuk (halah .. bukan tapi  karena gak tatak buat cerita). Mungkin di awal tahun 2020 ini, Tentang kejadian yang terjadi di waktu lampau akan aku sebutkan secara garis besar. Iya garis besar, karena kalau terjabarkan, aku takut kalian bosan. kan gak bagus mengungkit yang lalu-lalu (fiuh mantan kali ah). Jadi, semoga para pembaca budiman bisa paham.

2019, Banyak hal yang tak terduga yang terjadi di tahun ini, seperti; memulai, merencakan, menambah bahkan kehilangan.  tak melulu berduka, bahagia pun mampir dengan epic. Semuanya berjalan dengan hangat, bak roller coster: cepat, lambat, menegangkan menyenangkan, tapi juga menakutkan segalanya bergantian dirasakan tanpa kurang tanpa terlewat. Untungnya aku berusaha menikmati, karena itu suguhan semesta untuk cerita di setiap hari.

2019, aku mengawali tahun dengan menyusun rencana balasan lamaran, maklumlah setelah di khitbah di penghujung tahun 2018. Pihak laki-laki meminta untuk segera  menentukan tanggal pernikahan. Tak ingin lama-lama melamar yang tak segera mendapatkan tanggal pasti, begitu mungkin pikirnya. Diawal aku pun juga mempersiapkan mental. Mulai sibuk dengan banyak kegiatan yang berhubungan dengan pernikahan. Ya aku tentu bahagia, apalagi mendekati bulan-bulan pernikahan. Meskipun aku dan dia dibeberapa point  berbeda sudut pandang. cekcok tentu!, gak ada pasangan yang gak debat untuk menentukan a,b,c,d dalam pernikahan. Apalagi pernikahan sendiri.

2019, Kehilangan, setelah moment lebaran kabar duka muncul dari kerabat dekat.  Baik dari pihakku dan pihak si mas. Beberapa orang mengatakan jika kita punya rencana menikah, setidaknya dalam satu tahun tidak ada kabar duka. Nah itu yang juga sempat menjadi dilema. tapi akhirnya pernikahan tetap berlangsung. Karena jodoh, maut, rezeki itu sudah ada yang mengatur.

Semesta selalu memberikan kejutan yang tak terduga, pernah juga hampir putus asa lantaran beberapa rencana tak berjalan sesuai keinginan. Belum lagi ada hal-hal yang buat sakit kepala tapi akhirnya dapat dilalui dengan baik. Hal paling berkesan, di tahun 2019 menjadi seorang istri dan calon ibu (insya allah). Yang semula bangun ketika ibu udah teriak nyuruh bangun pagi, yang sebelumnya jarang banget bantu ibu masak di dapur. Pagi hari setelah kemarin siangnya Akad, langsung auto bangun pas subuh (masya allah, jadi bangga sama diri sendiri hehe). Eh.. enggak ya. emang gitu kan ya seharusnya

Lanjut, tinggal berdua dengan suami. Dua minggu setelah menikah dengan porsi seminggu tinggal dirumahku dan seminggu berikut tinggal dirumah keluarganya, hal itu ngebuat kita sesaat bergantung dengan mereka ya maklum juga kan newbie. Tapi setelah memutuskan serumah sendiri OMG!!! ternyata banyak hal yang harus dipersiapkan. Dari printilan sampai dengan benda-benda yang berat. Belum lagi, harus adaptasi tinggal berdua dari buka mata sampai tutup mata lagi. Prosesnya yang kadang di penuhi drama. Aku jamin 1000 persen, meskipun kalian yang bilang " aku kenal pasanganku dengan baik kok from top to toe" inget ya pembaca budiman, setelah nikah kalian akan menemukan banyak hal yang belum kalian pahami soal pasangan kalian. Jadi jangan cepet-cepet mengklaim kalau kalian paham pasangan sebelum nikah

 So, 2019 has gone by warm but hard!. And now time to prepare new hope to be true.