Ada Kalanya

Ada saatnya seseorang benar-benar butuh seseorang lainnya yang paham dengan apa yang sedang ditimpanya. Seseorang yang mungkin tak memberikan banyak solusi tapi mau menemani dengan sepenuh hati. Mendengarkan cerita tanpa henti termasuk cerita sedih. Menyeka airmata ketika menangis dan menyediakan pundaknya untuk hapuskan letihnya

Ada saatnya seseorang butuh seseorang lainnya yang mau berjalan di sampingnya bahkan bersedia memapah saat dirinya jatuh. Sesorang yang rela dunianya berhenti sejenak, untuk berbagi waktu dengannya. Bersedia memberi tahu jika kadang semesta itu kejam, namun tak akan ada apa-apa selama dia tak sendirian karena ada orang lain yang akan penawar.

Berhalusinasi seperti itu rasanya cukup menghibur. Kadang, meskipun kita mengatakan jika kita butuh,  tak ada seseorang yang membantu. Ketika kita berteriak kesepian terkadang orang-orang berpura-pura tak mendengar, bahkan tak ada yang benar-benar datang sekedar untuk meramaikan. Mungkin karena setiap orang punya kesibukan. Punya impian yang tak mau dia tinggal karena waktu terus berjalan dan mereka tak ingin ketinggalan.

Jadi banyak orang yang memutuskan untuk bisa mengatasi segalanya sendirian. Bergelut dengan pikiran dan mencoba menyelesaikan apa yang sedang menekan di dalamnya. Duduk tertegun untuk menemukan hal yang mampu membuatnya lebih kuat. Mungkin juga berbicara pada dirinya sendiri di cermin jika segala hal yang terjadi mampu dia atasi sendiri. Ataupun harus merangkai beberapa kalimat supaya dirinya terhibur. Yang terpenting, di saat dia  gigih berjuang dan tak ingin menyerah dengan keadaan apapun akan dicobanya. Mencoba yang terbaik dan menetap meski segalanya sudah tampak sulit. Dia percaya semua ada nilainya, tak ada yang sia-sia meski saat itu berdarah-darah melewatinya.

Setelah Aku Diarah Yang Salah

Aku, seseorang yang pernah rapuh. Pernah sepenuhnya percaya namun ditinggalkan begitu saja. Seseorang yang pernah benar-benar mencintai tapi dilukai berkali-kali. Seseorang yang rela berjuang ketika semua usahanya tak dipandang. Dan seseorang yang kesakitan namun tetap bertahan untuk cinta yang sangat kejam.

Itu aku, sebelum aku tahu jika nanti dikehidupanku akan ada sesosok dirimu. Seseorang yang entah siapa. Tapi mampu membuatku terpana. Seseorang yang secara sukarela mau menghabiskan sisa hidupnya bersamaku pasti nanti begitu. Menciptakan bahagia berdua dan tempat aku berpulang dengan segenap jiwa. Aku tersadar dengan tidak sengaja, lalu berusaha membuang usaha yang sia-sia hanya untuk cinta yang salah. Aku yang saat ini sudah berbeda. Memasukkanmu dalam pikiranku setelah aku terserang cinta gila.

Kamu, Bantulah aku untuk menemukanmu, untuk mengenggam tanganmu. Aku tahu, aku pernah dijalan yang keliru. Aku tahu aku pernah bertumpu pada rasa nyaman yang dulu ku sombongkan lantas rasa itu menyesatkan. Sebab itu, aku butuh bantuan untuk menemukanmu. Bisakah kau memberiku petunjuk dari mana arahmu, atau bisakah kau beri aku isyarat bagaimana wujud dirimu sehingga tak nampak abu-abu. Aku akan menyapamu dengan hati-hati.

Sementara ini, sibukkan dirimu dengan hal-hal yang baik ya. Jangan lupa berdoa agar aku segera berhenti dari jalan yang bernama penantian. Bermimpi duduk berdua bersamamu, menyeduh teh hangat buatku lalu menatapmu. Didukung dengan gerimis kecil sehingga kita tak bisa kemana-mana. Kurasa sudah mampu kusebut romantis.

Rinduku nanti juga tak akan biasa berkat kau yang kini aku tak tahu siapa. Aku akan terus berbincang-bincang pada Tuhan, meminta Dia memberikan sabar dan juga mempercepat kehadiranmu. Aku juga akan memantaskan diri hingga tiba saatnya kita dipertemukan nanti. Jadi tunggu aku disana ya, jangan kemana-mana. Aku akan segera kesana mendekapmu dalam balutan doa

Tenanglah Kita Semua Pernah Terluka

(souce: pinterest.com)

Kamu pasti pernah dikecewakan dengan orang yang tak pernah kamu sangka. Kamu pasti pernah dibuat menangis dengan orang yang kamu kira baik hatinya. Kamu pasti pernah mengunci diri di kamar dan tak membiarkan orang lain mengerti sedihmu. Bukan karena kamu malu, tapi karena kamu butuh waktu sendiri untuk terima kesakitan itu. Membenci diri sendiri karena tak berdaya berbuat semestinya meski rindu juga menggebu di kepala.

Kadang hidup memang harus dicumbu gelisah bahkan sampai menderita. Melalui kesulitan untuk terima kenyataan kemudian mengikhlaskan. Tak ada yang mudah mengatakan rela jika yang kita lepaskan adalah sesuatu yang berharga. Namun, tak ada cara yang lebih mudah selain menerima. Sebab, dengan begitu kita akan sadar segala yang ada di sisi sifatnya sementara. Tenanglah, kita semua pernah mengalami yang namanya terluka. Berada di kondisi yang tak pernah kita harapkan ada. 

Beberapa waktu yang lalu aku seperti itu. Apa yang kumiliki tiba-tiba melayang, pergi menjauh seperti terbawa angin topan. Duniaku terbalik dalam hitungan detik. Aku mencoba menguatkan diri, kembali mengumpulkan pemikiran dan usaha terbaikku jika tak ada yang benar-benar tinggal, setiap datang akan diiringi dengan pulang. Tapi tetap saja, aku meluruh dengan kehilangan. Aku menangis sejadi-jadinya karena usaha relaku gagal tak tersisa. Kehilangan begitu menyesakkan hingga aku sulit untuk bernafas. Saat itu aku merasa aku sudah berada di titik terbawah dalam hidup. Tak ada yang berjalan sesuai kehendakku. Kupikir hidupku sungguh-sungguh memilukan dan aku tak kuat untuk berdiri tegap. Bahkan untuk menyemangati diri sendirian aku tak mampu.

Meski begitu, logika kembali walau butuh waktu yang tak sebentar. Sadar jika apa yang aku genggam sampai kepayahan kini harus kulepaskan. Itu saran yang kubisikan lirih ketika mataku bertemu dengan diriku sendiri didepan cermin. Aku yakin akan ada pelangi setelah rintik hujan berhenti. Langit mendung akan indah dengan hiasan beberapa garis warna-warni yang membuat mata kita terpesona. Aku memang butuh seseorang, namun sebelum itu yang perlu kulakukan adalah melewati ini sendirian dengan hati yang tak memikul beban. Aku tak boleh berhenti untuk menuju hal baru yang telah menungguku di ujung sana. Aku harus terus hidup untuk memperjuangkan apa yang kumiliki saat ini, tak boleh menyerah hanya karena pernah kalah dan tumpah airmata.

Hari Ini Di Tahun Lalu


Foto kita ketika menatap masa depan

epat tanggal 9 Desember 2018, hari ini di tahun lalu. Perasaan campur aduk berkecamuk dalam hati. Bahagia, canggung, tak percaya semuanya beradu menjadi satu. Yang kupikir , hal itu cuma mimpi. Kalau tidak menikah, ya yang menghampiri adalah mati. begitukan hidup?. ditakdirkan bersama atau sendirian sampai menutup mata. Tapi Allah Maha Baik, Dia memberiku kesempatan untuk bisa bahagia dengan menikmati masa di khitbah seseorang.

Hari ini di tahun lalu, satu langkah kita lebih dekat. Menyegerakan ingin membuang getir. Sejak pagi aku sudah gelisah sendiri, menyiapkan ini itu bahkan mempoles diri untuk tampil cantik di antara yang datang dan yang ku undang. Merapikan jilbab bahkan kebaya yang sengaja kubeli untuk hari teristimewa. Waktu yang telah disepakati pun berlalu seperkian menit, gelisah dan gemirisik kanan kiri pun menyeruak. Beruntungnya segera terdengar informasi jika rombongan yang melamar datang. Aku kembali mempersiapkan diri. "ah aku akan menikah sebentar lagi". Begitu yang selalu saja ku ucapkan di depan cermin. Dipinang oleh seseorang yang tak pernah aku rencanakan dalam satu tahun belakang. Tak pernah sebelumnya  terucap dalam sujud dan akan menjadi pendamping seumur hidup. Mulanya hanya sebagai kolega, lalu berteman hingga akhirnya dia datang melamar. Tentu segala sesuatunya berproses. Namun, cukup unik karena tak ada kendala. Ridho kedua orang tua pun sudah kami terima. Serasa semua langkah dipermudah.

Di hari itu, 9 Desember 2018, dia- Dipasuta namanya, Pria yang menurutku tak gagah tapi memiliki niat baik untuk hidup bersama dan menua dengan aku yang penuh kurang dan minim sabar. Dia yang dalam benaknya menyiapkan mental untuk mengijab di depan penghulu dan waliku. Pernah waktu itu aku berandai, andai bukan dia yang datang mungkin saat ini seseorang lainnya yang mencoba menyakinkan. Tapi kuperjelas lagi, aku sangat keras kepala. Butuh berapa dekade untuk bisa mengambil hatiku yang pernah terbelah dan berdarah-darah karena jatuh cinta. Akan butuh waktu lama untuk aku bisa bersanding dengannya. Seseorang yang akan mengakuisisi dan mengendalikan hidupku nanti.

Untung saja, dia - Dipasuta yang datang. Pantang menyerah sebelum mendapatkan. Pantang lelah meskipun batinnya lagi-lagi kubuat kepayahan. Pun setelah hari ini ditahun lalu, aku sempat menggoyahkan niatnya untuk bersama. Siapa tahu dia akan berkata "ya sudah aku menyerah dan mari kita berpisah" nyatanya, tak pernah sekalipun dia terpikir kearah sana. Yang ada, dia justru mengecangkan ikatan dan berkali-kali berkata sayang.

Jika di ingat-ingat, sebelum aku berkata "iya" untuk niatnya meminang. Ada banyak keraguan yang bergentayangan. Bisa jadi dia semena-mena. Bisa jadi dia kan menjadi otoriter dan hidup yang aku jalani saat ini. Bisa jadi dia akan melenggangkan ikatan dan habis kesabaran, saat aku tak patuh dan kemudian aku dijatuhkan dalam kubangan penderitaan. Ya.. bisa jadi, itu yang dibenakku.

Lalu aku berbisik pada Tuhan. Meminta diberi jalan dan ditunjukkan arah yang benar. Klise bukan? tentu.  Aku hanya tak ingin membuang masa-masa berhargaku. Itu cara terampuh untukku hilangkan ragu. Sebelum hari itu aku sangat takut, kalau-kalau keputusan yang aku ambil keliru. Aku pun takut untuk meminta pendapat pada teman karena sejatinya semua cerita tentangnya bermula dari mulutku saja. Mereka tak kenal, bertegur sapa pun jarang.  Sampai akhirnya aku putuskan untuk menerimanya. Dia  menyakinkanku tak akan berubah meskipun sudah lama bersama bahkan berpuluh tahun lamanya. Tetap sayang dan perhatian sebagaimana saat ini dia bertingkah. Gigih berjuang padahal aku dulu kerap tak sepaham bahkan sempat lontarkan cercaan saat dia menjelaskan kesalahpahaman. Kupikir dia sangat sabar, bisa meredam emosi dan tenangkan aku saat aku butuh sandaran.

Hingga tiba hari ini di tahun lalu 2018. Minggu pagi di bulan Desember. Dia bersama keluarga besar datang menawarakan diri menjadi besan.  Membawa beberapa bingkisan yang sejatinya untukku yang di utamakan. Aku sembunyikan senyum malu saat keluarganya datang menggoda. Hatiku berdebar "oh Tuhan, aku dilamar". Aku menatapnya dari kejauhan. Dia berwibada dengan kemeja yang kami beli berdua dengan motif senada.  Langkahnya mantap maju kedepan. Aku berbisik padanya  apakah yakin untuk memulai semuanya bersamaku nanti ?. Dia tersenyum dan berkata  " Bismillah aku yakin".