Opiniku Untuk Ibu Pertiwi

Ricuh - Itulah yang terjadi pada Indonesiaku saat ini. Selain beberapa wilayah dipenuhi dengan kepulan asap pekat yang ada di daerah kalimantan pun dengan Riau. Bahkan hingga wajah matahari pagi sulit untuk terdeteksi. Di sisi lain, papua sedang riuh dengan sebaran isu hoax hingga turun korban jiwa. Ditambah, kini seluruh penjuru negri sedang menangis akibat dicabik harga diri serta diperkosa hak suaranya oleh elit politik. Demi kepentingan yang tak tahu ditujukan untuk siapa. 

lantas,  bolehkah aku mengatakan jika itu untuk yang berkuasa dan berjaya sebut saja pemerintah yang buta hatinya. Represif dilarang, nyatanya aparat turun ke lapangan membawa perlengkapan perang. Siap menghadang katanya kalau-kalau para  massa bertindak melebihi batas wajar. Mohon di lihat, mereka yang berjejer di sana adalah pemuda-pemuda terpelajar. Datang dengan harapan ada perubahan. Bukan membawa kebencian yang berujung pertikaian. 

Mereka ingin ada tanggapan dari pemerintah daerah mengenai keberatan yang ditimbulkan oleh RUU yang ngawur itu.Dulu.. dulu sekali sewaktu aku kecil. Mungkin sekitar tahun 1998. aku tak paham apa itu reformasi, order baru ataupun pelengseran presiden. Lalu para mahasiswa turun kejalan, krisis moneter, Demo besar-besaran di gedung bercat hijau di pusat Indonesia ini - Jakarta.  Tapi, kini aku mulai paham sedikit lebih banyak. Ada yang aneh dengan Indonesia saat ini.

Reformasi mulai diabaikan, berpendapat untuk membenahi dipaksa bungkam. Undang-undang  yang harusnya menjadi perlindungan  HAM goyah dan tumpul bahkan justru menusuk ke bawah yakni rakyat jelata. Mencekik bahkan sadis untuk disebut kebijakan. Alih-alih memperbaiki malah justru mengkebiri ide para penerus negri.  Mengganggap pemuda dan pemudi yang turun kejalan menyampaikan inspirasi berlaku anarki. Kritikan dan mosi dianggap kurang menguasai polemik negri. Harus bagaimana lagi menyelematkan Indonesia agar tidak hanya tinggal nama. Puncaknya, mewakili jeritan rakyat yang tak percaya dengan para orang berdasi yang duduk di kursi lembaga pemerintah. Mengaku penyambung lidah tapi berhianat dengan amanahnya. 

Rakyat dari penjuru Indonesia turun kejalanan menyampaikan tuntutan lalu merangsek ke gedung DPR. Keadilan harus di tegakkan.Media sosial ramai dengan aksi heroik para lapisan masyarakat yang pikirannya waras menyuarakan ketidakbecusan para anggota dewan yang bercanda dengan tanggung jawabnnya. Mulai dari Pelajar, Mahasiswa , Aktivis, pekerja ataupun rakyat biasa. Mereka bergerak menghidupkan kembali reformasi sebagai warisan dari Indonesia. Mereka tak ingin tunduk dengan peraturan yang semena-mena. Lawan! Lawan!. Gugurkan.. Batalkan!. Seru yang menggema. 

Sayangnya, perjuangan untuk membuka mata para anggota dewan yang terhormat ini tidaklah mudah. Kabar duka tersebar juga melalui media. Mengklaim bahwa aksi para pemuda diakomodasi oleh oknum yang ingin Indonesia terpecah belah. Sungguh fitnah yang luar biasa binalnya. Apa alasan mendasar dibentuknya peraturan jika tidak untuk mengayomi dan melindungi bangsanya. Lalu, kenapa perundang-undangan yang penuh dengan kepincangan tetap ditegakkan. Berbanding terbalik dengan keinginan para pemuda dan masyarakat yang justru ingin membuat demokrasi tetap hidup dan tak ingin hanya menjadi sebatas wacana. 

Oh ibu pertiwi, maaf jika kau rusak di tangan bangsamu sendiri. Bangsa yang penuh nafsu untuk penuhi keinginan pribadi. Aku tak ikut di sana, menyaksikan perjuangan rakyat yang mencatat sejarah baru di era milenia. Yang rela berjalan jauh berkilo-kilo meter membawa suara dari para kaum marjinal yang diperkosa haknya, yang terpapar terik sinar mahahari bahkan hingga tersiram gas air mata milik aparatur negara yang sejatinya itu layak untuk Kalimatan yang kini sedang berjuang lepas dari belenggung asap yang mampu meregang nyawa. 

Aku turut mendoakan, semoga diberi keselamatan sampai pulang kerumah. Dikabulkan permintaannya. Di sejukkan hatinya agar tidak terprovokasi untuk bertindak anarkis. Tetap tenang meski hati geram. Hidupkan empati bagi yang di lapangan dan butuh bantuan. Ingat keluarga menunggu di rumah dengan rasa cemas namun bangga, wahai pemuda Indonesia!.

Sebuah ajakan untuk membuat opini tentang kejadian yang ramai belakangan ini bersama si cantik  denycahyawati.wordpress.com

Si Penulis Yang Menikah

Sedikit flashback di hari akad tepatnya tanggal 23 Agustus 2019 jam 13.00 WIB. Mungkin baru bisa cerita bagaimana proses dan akhirnya sah si penulis jadi istri. Lantaran sejak kapan hari masih sibuk buat buka amplop, pindahan, dan beres-beres kamar untuk dua orang sekaligus dan terakhir back to reality  that I’m a worker. Hari itu, aku bukan datang di kondangan teman sebagai tamu, bukan datang sebagai supporter yang cukup bilang sah, TAPI datang sebagai yang di AKAD. Sebagai mempelai wanita. Jabatan yang kutunggu-tunggu dari tahun ke tahun. Jabatan terbesar dalam sejarah hidupku

Setelah ba’da sholat jum’at, aku dipekenankan untuk duduk di tempat yang telah disediakan untuk mempelai wanita. Aku duduk di antara Ibuku dan calon ibu mertuaku. Semuanya menggunakan pakaian dan jilbab dengan warna senada sesuai dengan rencana.  Terlihat anggun dan cantik. Sedangkan aku yang menjadi pemeran utama menggunkan kebaya putih panjang dengan kain jarik sebagai bawahannya. Ini hari ku, hari bahagia dalam hidupku. Si penulis akan meniqah. ALHAMDULILLAH. Tapi sebelum akad diucap, dag dig dug jantungku menjelang detik-detik itu rasanya semakin cepat. Aku hampir tak bisa mengontrolnya, untung saja ada budenya si mas yang begitu grapyak ngajak aku ngomong ini itu. Suasana menjadi sedikit hening ketika MC acara memulai membuka suara. Untuk memulai acara Sayup-sayup tapi pasti, terdengar suara bapak yang sedang dituntun oleh pak Penghulu untuk mewakilkan akad hari itu. Posisi bapak duduk di depan si Mas yang dipisahkan oleh meja persegi, dan berada diseberang tempat para shaf perempuan. Aku bisa melihatnya dari celah-celah, beliau terbata-bata meniru perkataan pak penghulu. Hatiku haru, mendengar dan melihat prosesi,di mana peralihan tanggung jawab akan segera berpindah.

Bisa dibilang ada banyak hal yang harus dilalui sampai menguras berat badan untuk terciptanya moment tersebut di hari jum’at yang penuh berkah. Tapi itu bukan hal yang pas untuk dibahas saat ini, dipikir-pikir wajar juga kalau ada yang akan menikah dirundung masalah dari banyak sisi. Yang terpenting kata orang-orang, yang sabar saja menjalani. Mau ada masalah apa, salah satu kudu bisa ngebuat suasana adem dan ga tersulut emosi. Akhirnyaa.. terjadilah proses sakral tersebut.

Begitu akad diucap oleh si Mas “Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur”, hal pertama yang berubah adalah tanggung jawab. Bapak sudah bebas tugas dari segala tanggung jawabnya atas aku - anaknya yang kinyis-kinyis ini. Semuanya sudah take over ke si Mas. Dan saat itu juga, aku harus sadar, kalau aku ini selain jadi anak, aku juga sudah bergelar seorang istri dari seseorang. So.. fase baru kehidupan just begin, Tak lama setelah itu, Si Mas dianjurkan menjemputku untuk duduk di depan pak penghulu dan  kita berdua diwajibkan menandatangani “kontrak” hidup sampai surga. Amin.. amin..

Sampai saat ini hitunglah jalan 3 minggu hidup serumah eh jangan serumah tapi pernikahan kita. Kalau lagi berdua dan ngobrol tentang proses tersebut, sembari dipeluk doski bilang “kita ini udah sah kan ya?” . Akunya manggut-manggut ke enakan dipeluk. So para pembaca budiman, apa mau dilanjutkan ceritanya ? Feel free comment on bellow