“aku ceritanya Cuma
sama kamu ya, jangan disebarkan ke yang lainnya” kupikir berpesan seperti itu
kepada satu orang akan aman. Nyatanya tidak!. Justru itu yang dijadikan bahan
candaan atau topik ketika seseorang sedang giat-giatnya bercerita dengan
sesama. Dan tentu tanpa aku sebagai obyeknya. Sebal, absolutely yes!,
tak ada orang yang tak sebal jika rahasianya tersebar. Tapi balik lagi yang
namanya rahasia, bukan rahasia lagi jika sudah terdengar oleh orang lain.
begitu kan pembaca yang budiman ?Oke let’s see, sekarang aku
bakalan share “rahasiaku”.
Perihal kenal sama si
mamas, aku anggep itu sebagai rahasia ya. Karena banyak yang tanya dapat dari
mana, kenal dari mana, kok bisa cepet banget dan bla..bla..bla. Tapi jawabanku
Cuma ya mungkin udah ketemu jodohnya kali. Jodoh itu gak pernah disangka datangnya dari arah
mana, bahkan dengan siapa kita berencana belum tentu itu yang akan jadi
endingnya. Justru bisa jadi orang yang tak terduga bakalan jadi akhir dari
perjalanan kita menemukan jodoh #eaa. Mungkin tak penting untuk yang sudah
menemukan jodoh sesuai dengan kehendaknya, lalu bilang “toh aku sudah dapat
jodoh yang aku mau dan aku inginkan” okay, case closed, but
maybe this is for you yang sedang menunggu jodohnya. Yang mungkin
masih bersama orang lain. MUNGKIN yhaa.
Baca Juga: How to face my fake friends
Lanjut, Aku tipekal
orang yang gak nyaman jika memulai hubungan melalui sebuah perkenalan yang
disengaja. Menurutku hubungan itu harus atas upaya sendiri, look like
feel desperate gak sih kalau kudu dikenalin kanan kiri. Tapi One
day, teman di tempat kerja lama minta izin untuk share kontakku ke
temannya. Menurutnya, Dia- yang akan dikenalkan padaku, dulu pernah bekerja di
tempatku saat ini. Sayangnya dia lebih dulu keluar saat aku pertama kali masuk.
Waktu aku tanya siapa namanya, well aku familiar dengan
namanya “oh aku tahu itu anak, kan pernah ikut Open Trip Banyuwangiku” begitu
responku pada temanku ini.
Even nama tersebut gak asing, aku masih jual mahal
gak nge-iya-in langsung. Toh aku juga lupa wujud orangnya yang gimana. Gengsi
lah, namanya juga dikenalin ya kan ya. Jangan langsung iya. Toh
emang gak ada niatan juga sih buat kenal lebih deket. Sempet nolak berkali-kali
buat dikenalin. Tapi.. karena si temanku pantang menyerah sebelum
berperang, finally I said “ywes kasihkan kontakku ke
dia”. dalam hati nih. -Palingan gak daku reken atau gak si doski gak bakalan
chat.
Singkat cerita ada
pesan masuk melalui aplikasi WA dengan casing yang religius sekali
“assalammualaikum, Dian ya?” begitulah bunyi isi chatnya. Woyajelas pasti itu
chat dari orang asing. Ciri-ciri orang yang kenal pasti nyelonong aja
panggilnya kind of “hai/woy sis… Ian.., di,.. Behel,
beb…” begitulah, tapi ini kok ya alim banget. Curiga dong jangan-jangan si
mamas yang rencana bakalan di kenalin ini yang chat. Dan ternyata betul. Doski
tanya-tanya macam pegawai sensus, kerja dimana, tinggal dimana, berapa saudara,
udah berapa lama kerjanya, betah gak sama kerjaanya dan masih banyak lagi.
Karena aku emang gak
terlalu mikirin deket sama orang dengan cara “dikenalin”, jadinya aku terkesan
cuek, jawab sekedarnya. Inget dijawab, kalau gak inget ya gak di chat. Anehnya
cuekku ini gak bertahan lama. Si Mas gencar banget kalau ngehubungi. Rasanya
nyambung aja kalau lagi ngobrol sma si mas, baik chat ataupun telepon. Akhirnya
si mamas ngajak ketemu untuk pertama kali. Ehh.. tunggu, ketemu untuk pertama
kali as a close friend, kan sebelumnya udah pernah ketemu di
open trip just say hello udah kelar.
Karena sama-sama gak ngeh sih bakalan punya kisah diluar itu. tapi
ini ketemu yang beda. Setelah cari tempat yang pas untuk ketemu, aku dan si Mas
sepakat untuk ketemu dirumah teman yang jadi perantara kami. Takutnya kalau
ketemu di tempat lain, suasana bakalan canggung, gitu gak sih bagi yang ngalami
hal kayak gini. Aku sih yes.
Waktu itu hari Selasa,
setelah pulang kerja aku segera meluncur ke TKP, sebelumnya juga udah info
temenku sih kalau aku dan si Mas bakalan ketemu dirumahnya, jadi biar bisa
ngobrol luwes lah. Mungkin yang berbeda juga dari hari itu adalah
dari segi penampilan karena waktu open trip, layaknya orang mau
ndaki, bawa ransel, pakai sepatu both, dan beberapa keperluan mendaki. Kali ini
yang akan temui sesosok yang berpakaian formal seperti pegawai kantoran, ya
kali ahh dia orang kantoran. Pertama ketemu setelah sekian lama, alih-alih
canggung kita malah ngobrol seperti teman lama yang gak ketemu. Tapi dari
pertemuan itu, dia lebih banyak diem. Mungkin giginya lagi sakit kali ya.
Entahlah.. Sedangkan aku ngomong mulu, kebetulan temenku juga aktif banget
ngajak ngobrol jadi situasi aman terkendali. Sempat ada pertanyaan basa –basi
seperti: abis ini mau kemana?, emang pulangnya jam berapa? Kerjaannya ngapain
aja? Dsb. Kalau di inget-inget sebenarnya jawaban pertanyaan itu gak penting,
karena aku mana perduli toh ya hidupnya dia, mau pulang kemana ya urusannya.
Jahat kan aku ini sama dia. Iya bener, aku jahat banget. Namanya juga gak
terlalu serius buat nanggepi perkenalan kayak gini.
After first met, ku pikir ya udahlah, palingan dia jera ketemu aku
yang ngablak ke gini. Eh ternyata salah besar. Sepulang dari meeting
point. Dia telp buat tanya apa sudah sampai rumah, lalu ngomong panjang
lebar. Dari situ kita mulai nyambung, enak ngobrolnya, ada pertemuan
selanjutnya. Gak nunggu berbulan-bulan sampai purnama berganti. Tiba-tiba dia
mengutarakan niat baiknya kalau ingin mencoba lanjut sama aku. Lah dikira ini
sinetron ada episode lanjutan. Oke.. selanjutnya bisa tebak sendiri ya, arahnya
kemana J.
Sekarang, kalau kita
lagi flashback tentang pertama kali ketemu. Aku selalu bilang
ke si Mas, kalau tau dari awal ada cerita lanjutan, mending waktu open trip
kemarin aku langsung bilang “aku Dian, yang bakalan jadi pendamping hidupmu dan
jadi ibu dari anak-anak lucumu”