Cerpen Tentang Arashi - Cemburu Part 1


PS : Part 16 of Tentang Arashi ready to Read. Semoga kalian gak bosen yes. Anyway ini bakalan berseri-seri seperti yang aku bilang diawal. Oke minta supportnya yes.

  

“kay… look! Itu beneran Gito dan Tia kan?” Ucapku tak percaya. Sikuku berkali-kali menyenggol lengan Kanaya. Sialnya, dia sibuk ngelihat diskon baju yang ada di salah satu store. Padahal tu kunti tadi ngegalau kayak orang ditinggal kekasihnya di medan perang. Sekarang jiwa belanjanya balik lagi. Emang dasar sih, ini kunti satu, labil!

“apaan sih” ucapnya kesal. Namun kemudian ekspresinya sama dengan ekspresiku tadi.
“bukannya Tia demennya sama Aras ya?”

Kami sama-sama mematung di tempat. Dan kebetulan mereka yang kami amati menoleh, jadilah adegan mannequin challage. Saling pandang, terdiam dan begitulah seperti yang hal yang pernah hits di Indonesia.

“mending pergi deh” Kanaya mengembalikan baju yang ia ambil kemudian menarikku pergi dari sana.

“Kunti!, mau kemana?” tanyaku heran tapi terus saja mengikuti langkahnya menjauh dari sana.

“kemanapun yang penting gak ketemu mereka. Ntar jadi ribut sendiri kalau kamu ketemu mak lampir laknat itu” Ucap Kanaya ketus.

Aku yang binggung sendiri mulai sadar, kalau Kanaya gak pengen kita ketemu mereka, karena ini ditempat umum, bisa jadi hal-hal yang tidak di inginkan muncul. Aku menghentikan langkah yang membuat Kanaya menoleh keheranan 
“kok berhenti?” tanyanya binggung 

Aku tersenyum senang. Ngelihat tingkah Kanaya yang aneh begitu  “soalnya memang gak harus pergi cuma gara-gara itu doang, denger ya Kay, aku ngerti niatmu baik, kalau Mak Lampir itu pasti setiap ketemu denganku cari gara-gara, kecuali kalau kamu gak mau malu ngeliat aku ribut sama Tia ditempat umum. Haha”

Alhasil, toyoran aku dapat dari Kanaya, lalu kita tertawa seolah ngerti pikiran masing-masing.
"nah itu yang ngebuat aku takut ngebiarin dia ketemu kamu"  

Kami melanjutkan windows shopping-nya. Membeli beberapa aksesoris, yang cukup menarik mata. Setelah 4 jam mengitarai Mall. Kemudian 1,5 jam perjalanan pulang, akhirnya kami kembali kehabitat masing-masing.

Ketika sampai didepan pagar rumah, sudah ada Aras yang bercakap-cakap ria dengan Bunda. Sedangkan Kanaya pamit pulang tanpa mampir karena haris sudah semakin sore, takutnya sampai rumah kemalaman. Dia hanya meninggalkan pesan untuk bunda dan Aras yang ada didepan teras. Mengetahui itu, bunda tersenyum ke Kanaya

“Assalammualaikum” sapaku lalu menyalami tangan bunda

“kamu keluyuran mulu, ih!” tegur bunda dengan menoal hidungku

“ya, kan lama gak ketemu si Kunti, Bun jadi sekalian jalan-jalan, Aras udah lama disini?” Pandanganku beralih ke Aras yang masih setia ngasih senyum pasta giginya.

“lumayan lah, 30 menitan” balasnya dengan menatap jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan. Emang pengen aku ngerasa bersalah kali yaa, ngebuat dia nunggu gitu. “lah kok gak langsung pulang tadi?” tanyaku basa –basi

“lah gak seneng kalau ketemu aku?”

“hahah , gak bercanda, seneng kok. kalau kamu tiap hari kesini aku seneng kok” ucapku menyakinkan Aras yang sudah memanyunkan bibirnya.

“yaudah masuk yuk” ajak bunda pada kami.

“enggak, tante Aras disini aja, abis ini pulang kok”

“yaudah, bunda masuk dulu ya” Bunda pergi ninggalin kami berdua diteras. Tumbenan ni bocah gak mau masuk .

“kenapa gak masuk?” tanyaku penasaran

“sini aja, abis ini pulang kok. Kan cuma mau ketemu kamu”

Lagi-lagi gombalannya Aras bikin aku melting. Jadi binggungkan mau bales apa ceritanya “mulai deh nggegombalnya, bilang aja mau pastikan aku pulang bareng siapa, hayo ngaku” tunjukku ke arah hidungnya

“sembarang, aku percaya sama kamu, kamu mau pulang bareng siapa aja, aku percaya kok kalau yang kamu lihat cuma aku, jadi aku gak perlu khawatir bakalan kehilangan kamu”

Loh.. ini anak kenapa, jadi melow gini. Kok ngomongnya ngelantur yang aneh-aneh. Bener sih aku suka kalau dia percaya, tapi kan aneh dengernya “kok mendadak melow gini sih, ada apa ?”

“gak ada, cuma mau ngomong itu aja, aku pulang ya?” pamitnya kemudian pergi. Aku sempat keheranan mendapati tingkahnya hari ini. Karena aku enggan mengira-ngira, setelah tubuhnya hilang dari pandanganku, aku memasuki rumah dan melangkah ke kamar.

***

Aku kembali ke kelas setelah jam kedua kuliah usai. Hari ini aku tak bersama Aras karena dia ada kelas pagi dan sore, sedangkan jam kuliahku  siang dan sore. Jadi gak sempat bareng dia berangkatnya. But as usually, karena dia ada kelas sore dan akupun juga, jadinya bareng. Gila yak! Punya pacar yang supirable gini jadi  bikin tambah sayang. Kalau nanti pulang bareng, sekalian aja deh ntar ngajak mampir ngajak beli kado buat kado buat Kanaya, soalnya tu kunti, minggu depan ultah. Jadi prepare kadonya lebih baik sekarang ketimbang deket hari, lalu kebentur jadwal dadakan. Kan enak ntar bisa tambah lama sama Aras.

Lamunanku buyar ketika aku bertemu dengan Gito. Manusia satu itu emang gak bisa ngebiarin aku hidup tenang rasanya. Dia sempat menyapaku, namun karena aku malas bertemu dengannya, aku sengaja meghindar dengan berbalik arah.Ditambah dia akan bahas soal soal waktu itu di mall. Mending ngehindar jauh-jauh.

“woi, Bintang!!” 

Sontak teriaknnya, ngeberhentiin langkahku. Dan ngebuat beberapa manusia yang mengamati menoleh. Oke cukup ngebuat malu. Aku memutar tubuh dengan tatapan garang. Gitonya malah tersenyum puas dan ngehampiri tanpa rasa berdosa. Malu njir!!

“apaa?”

“wuidih, galak bener eh ntar pulang bareng yuk. Kan rumah kita searah” pintanya memelas. Oh dasar modus!

“sorry ya, aku udah pacar, yang available buat antar jemput, jadi gak perlu orang lain. Minggir aku mau kekelas”  balasku ketus.

“lah kan gue gak ada niatan antar jemput, gue cuma ajak bareng. Gue bukan gojek kali ya”

Kan ngelunjakkan, resek nih monyet satu. Udah punya pacar juga memper-memper pacar orang. Sebel  jadinya, Oh ya, sudah kukonfirmasi dari orang terpecaya kalau si kutu kucing ini pacaran sama mak lampir. Aku sempat heran sih, tapi bodo amatlah, hidup-hidup dia. “mending tu mulut, diem jangan kebanyakan ngomong sampah nanti busuk, minggir!!” usirku padanya. Biarlah, manusia satu ini gak perlu di sopanin, lihat aja masih ngomong kayak tadi aja resek, mending ngomong nyakitin sekalian

“woi.. woi.. neng kalau ngomong di rem dong. Sembarang!”

“minggir, gak? Aku ada kelas nih”

Gak juga minggir, dengar amat terpaksa setelah meniup poni yang jauh didahi, dan sekilas melempar pandangan sekitar, dan ngasih senyum sengak ke Gito, kaki tuh kutil ayam aku injek. Gak pake ba-bi-bu. Dan dengan muka nahan sakit dia lompat-lompat kesakitan. Sebelum dia bertingkah balik, aku segera mendorongnya kesamping lalu melewatinya tanpa bersalah. Mungkin harus dengan kekerasan nyuruh itu anak minggir.

“awas lo, sakit ogeb!!”

Aku berjalan tanpa menoleh kebelakang, ngedengerin Gito yang berkali-kali ngasih sumpah serapahnya. Salah sendiri gak mau minggir, kan aku ada kelas. Senyumku tak henti-hentinya kegambar di wajah. Inget kejadian tadi

“lu kenapa, Bi?” tanya Dira disampingku. Dira ini temen sekelasku, kita gak deket sih. Cuman sesekali kita makan bareng kayak tadi. Tapi karena dia ada perlu jadinya masuk duluan ke kelas.

“enggak kenapa-kenapa kok, Cuma lagi males aja. Semua matkul hari ini mental dipikiran”

“emang lo punya pikiran ya?”

“suek” Balasanku membuat Dira tekekeh dari balik bukunya. Mata kami kembali fokus dengan Mas Ridwan yang lagi ngejelasin tentang materi public speaking. Dosen kece nan tampan dari jurusan komunikasi. Sayangnya doi udah nikah, tapi ya, udah nikah aja masih banyak yang ngedeketin. Untungnya imannya kuat, gak pernah tergoda dengan hal-hal macam cabe-cabean gitu. Mas Ridwan cukup asyik juga jadi temen diluar kampus. Dia humble dan easy going person. Kenapa dia dipanggil mas sama mahasiswa lain, ya karena mas Ridwan ngerasa dirinya masih muda. Usianya baru 35. Dia gak mau dipanggil bapak kayak dosen lainnya. Selain itu , kita kadang sering ketemu di angkirangan samping kampus dan ngobrol-ngobrol perihal matkul ini.  Orangnya asyik banget ngomongnya gak kaku. Ini nih yang aku suka  dijurusan ini. Orangnya jiwa muda semua.

***

“gue balik dulu, ya Bi” Dira menepuk pundakku begitu kami keluar dari kelas

“oke, mau kerja?” tanyaku dan dibalas dengan anggukan oleh Dira. Perempuan yang satu ini super women banget. Gak ada hari yang gak nganggur dalam kamusnya. Dia freelance event, karyawan paruh waktu di restoran ibu teman SMAnya. Kalau dia gak ada event di pasti langsung ke restoran yang ada di Cikini. Yang aku salut dari Dira ini, dia bisa ngebagi waktu dan kuliah.  Hebatnya lagi, dia bisa masuk jurusan ini lewat jalur prestasi. Keren kan?

“hati-hati yaa..”

Kami berpisah di pintu masuk fakultas, dan tanpa ada angin dan hujan. Seseorang nemplokin tangannya dibahuku. Reflek aku noleh “Gito!!!” . Dianya Cuma mandang cengar-cengir busuknya. Ketika aku mau ngalihin lengannya dari pundakku. Seseorang tiba-tiba muncul dari arah kami.

“Bintang”

“Aras”

Mata kami beradu, dia berdiam diri ngelihat posisiku dan Gito. Dan aku baru sadar, kalau tanganku sedang memegang tangan Gito yang ada di pundak. Tatapan Aras juga aneh, kayak nyimpen marah gitu. Sebelum ada pertumpahan darah aku minta Gito ngejauh, takutnya Aras salah paham. 

“minggir”

Aku langsung berlari menuju Aras, “kamu udah selesai kuliahnya ?” dia hanya membalas anggukan kemudian mengajakku segera menuju mobil.

“Ras, anter beli kado dulu mau?, kan minggu depan Kanaya ulang tahun”

“iya” jawabnya dingin. Wah alamat jealous ini, “ras kamu marah sama aku?’

“enggak, kenapa harus marah?” nadanya masih dingin. Gitu bilang gak marah, duh akuin aja napa. Sok iya banget kalau kayak gini. Jadi senyum-senyum sendiri kan

“kenapa senyum-senyum gitu, inget tadi, iya?”

Lah, si ganteng kok ngomong gitu. Beneran cemburu ya? “kamu cemburu sama Gito?”

“enggak” kan jawabannya beneran tak menyiratkan apa yang dikatakan. ARAS CEMBURU!, iya doi marah gara-gara tadi. Ah, pacarku ini lucu kok. tinggal akui kalau cemburu aja susan nian.

Oke trik pertama, elus-elus tangannya yang lagi nempok di kemudi bulat “Aras, kalau jealous  ngomong aja, aku gak ada apa-apa kok sama Gito, aku aja baru tau kemarin kalau kita satu fakultas”

“Bintang, aku lagi nyetir, gak usah ganggu”

“lah kan aku gak ganggu, cuma elus-elus doang” Rajukku dengan suara manja. Aku masih ngasih senyum terimut yang pernah ada khusus untuk Aras. Bukannya noleh, matanya masih aja fokus ngelihat jalan. Oke gagal!

Trik kedua, setelah tiba di Lippo mall setelah turun aku langsung gandeng tangan Aras. Tapi apalah daya, boro-boro mau ganteng dipegang aja alasannya pegang HP , atau gak setelah itu tangannya dimasukkan jaket. Zonk!

 Kalau jealous kayak wajah Aras kelihatan mainly, kan jadi tambah suka. Karena kedua trik gatot, mungkin trik ketiga akan berhasil. Aku ngeberhentiin langkah, awalnya dia sadar kalau aku sengaja berhenti dibelakang dia. Pas dia noleh, dan ngerasa aku gak disampingnya. “kamu ngapain disana, ayo” ajaknya.

Aku masih tak bergeming dari tempatku. Kali aja dia nyamperin lalu gandeng tanganku untuk tetap jalan. Dan benar kan dugaanku. Dia berjalan kearahku dan tarik tanganku. Berhasilkan cara kayak gini. Kalau gini gantian aku yang marah ceritanya. Haha menang banyak dah.

“Ras”

“hem?”

“kamu kan kemarin bilang, kalau kamu percaya aku, untuk kejadian hari ini, boleh gak aku jelasin itu?” tanyaku menghentikan langkah kami. Aras beralih menghadapku, dia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

“gini,  tadi itu salah paham, tadi dia kayak gitu soalnya  sebelum masuk kelas aku sempet buat dia dongkol. Aku injek kakinya karena ngehalangin  aku ketika mau kekelas. Lagian dia udah punya pacar kok, dan kamu tau siapa pacarnya”

Aras hanya mengerdikan bahu seolah tak perduli “Tia!, si mak lampir,”

“aku gak perduli dia pacaran sama siapa, entah itu Tia atau siapapun. Aku pernah bilangkan ke kamu kalau aku gak suka dengan Gito. Aku.. aku… cem. Udahlah, Lagian meskipun dia udah punya pacar gak menutup kemungkinan dia flirt ke kamu, kan?”

“terus kamu ngeraguin aku? Kemarin ucapannya itu apa kabar?” entah kudu seneng apa gimana denger pengakuam dia, tapi yang jelas bukannya itu kata lain dari dia ngeragui aku dong. Kan sedih jadinya, bisa gak kalimatnya itu tata yang bener supaya aku bisa lega.

“bukan begitu, ngelihat kamu ngasih senyum ke dia tadi, aku gak suk”

“siapa bilang aku senyum ke dia, timing-nya aja gak tepat jadi ngebuat kamu anggep aku kayak gitu. Padahal aku marah ke dia. But lets make it clear. Don’t get jealous with a stupid thing like that. And about  Gito, please Aras, he is nothing

Cerpen Tentang Arashi - Sahabat

Part 15 of tentang Arashi. lamanyoo updatenya. iya, ya gitulah kalau mood lagi ngeggarap cerpen ilang kebawa angin puting beliung. hehe enggak deng bercanda. belum sempet aja update kemarin-kemarin, maka dari itu, penebus dosa jadinya ngetik lumayan panjang.

Tiga bulan setelah kita jadian, tak ada yang berubah dari sikap Aras, dia tetap manis dan sesekali konyol seperti biasanya. Kami sudah bukan anak SMA lagi, jadi intensitas untuk ketemu setiap hari sudah jarang. Tapi karena rumah Aras dekat dengan rumahku, ia sering bermain ke sini. Dalam seminggu saja, dia bisa kesini sampai 3 atau 4 kali. Kadang alasannya tidak masuk akal. Aku dibuat tersenyum sendiri melihat ulahnya jika ingin bertemu denganku. Dia pernah beralasan kalau di rumahnya bilang kehabisan air, jadi dia ingin numpang mandi di sini. Pernah bilang ketinggalkan earphone yang diletakkan di ruang tamu. Aku yakin sekali dia punya earphone lebih dari 2 untuk ponselnya. Jadi tak masalah jika barang itu ketinggalan di sini, toh dulu sebelum jadian juga begitu. Dan setelah di cek di ruang tamu juga tak ada barangnya. Ujung-ujungnya main terus ngajak beli makan di depan komplek perumahan. Tapi tak apalah aku menikmati itu semua, bunda juga sudah anggap Aras seperti anak sendiri. Mengingat kedekatakan bunda dengan tante Mia. Bunda seperti menemukan saudara baru.

Oh ya, pengumuman penerimaan mahasiswa baru keluar. Puji syukur aku dan Aras diterima di universitas yang sama-Universitas Indonesia. Meskipun beda fakultas, karena Aras diterima di Fakultas Ekonomi Management sedangkan aku di Fisip Komunikasi. Aku tetap senang, setidaknya kami bisa ketemu di area kampus. Kadang-kadang pula kami berangkat bersama. Hari ini kebetulan dia punya kelas pagi dan aku pun begitu, jadinya kami berangkat kuliah bersama.

“Sayang, nanti rasanya aku ada kelas sore, sedang kamu sampai siang, nanti tetap aku anter pulang ya?” ucapnya ketika di dalam mobil. Sebenarnya risih sih Aras panggil-panggil sayang. Mungkin gak terbiasa soalnya biasanya si ganteng itu panggil nama.

“apaan sih sayang-sayang, pagi-pagi gini!” gerututku pada Aras yang fokus menatap jalan

“ohh, jadi gak mau dipanggil sayang di pagi hari tapi siang, sore, malam, boleh??”

“ya gak gitu juga, risih tau!. Udah biasa aja napa. Bintang, panggil aku B-I-N-T-A-N-G, bintang!” Balasku kesal. Tapi melihat dia yang tertawa lepas aku juga ikut tersenyum senang. Rasanya memang beruntung juga memiliki hubungan lebih dengan sahabat sendiri

“gak usah, nanti aku pulang bareng Kanaya aja, nanti dia mampir  ke kampus sekalian mau ajak aku jalan-jalan”

Aras mengangguk-angguk paham. “boleh ikut?”

“gak boleh, please. Kamu tau kan gimana kalau aku sama Kanaya belanja lama dan kamu ngajak pulang mulu” sergahku ketika Aras menunjukkan raut wajah bete’ nya. Seketika wajahnya berganti dengan wajah manis. Yaudalah, emang kayak gitu kalau Aras diajak shopping, nyebelin asli!

Mobil Aras memasuki pelataran fakultas Komunikasi, sebenarnya aku uda bilang Aras gak usah nganter sampai depan kelas, kayak anak TK coy. Tapi ya gitu alasannya lagi-lagi yang aneh-aneh, maunya marah tapi geli sendiri. dia bilangnya ‘gak apa-apa dong, sekalian waktu buat ketemu pacar lebih lama’ gak gak itu alasan yang gak masuk akal. Kan rumah deket bisa main ke rumah kapan aja, bilang aja gak rela kalau ada cowok ganteng pengen lebih deket sama aku. Intinya Aras bener-bener berasa seperti bodyguard. Iya bodyguard ganteng dan kebetulan statusnya pacar. Mentang-mentang pacar bisa semena-mena gitu, oh no, jangan harap deh! Meskipun kita ini pacar tapi aku gak mau di kekang.

“udah pergi sana, kan kamu juga ada kelas” usirku halus, yaa sekali lagi risih sih ada yang ngelirik jijik gitu. Syirik mungkin lebih tepatnya.

“oh.. jadi ngusir, Yah aku syedih” ucapnya menye-menye. Duh gemes banget ngeliat bibirnya dimanyun-manyunin gitu “yaudah, ntar kalau udah sampe rumah aku di kabari ya?, dan belajar yang rajin, ya saa---yang!” ucapnya dengan mengusap lenganku lalu pergi sebelum aku mengoceh. Aku menatap punggungnya yang semakin lama-semakin menjauh dari padanganku, senyumku mengembang dengan sendirinya. Kita akan seperti ini terus kan, Ras?.

***

Kelasku selesai lebih cepat,  dosen ada perlu jadi jam kuliah hanya berjalan setengahnya. Oh ya, Mau cerita benar soal Kunti!. Karena Kanaya gak diterima di sini, jadinya ia pilih kuliah di Universitas Gunadarma. Awalnya dia kecewa, dia beranggapan kalau dewi fortuna sedang berpihak padaku, karena aku bisa lolos masuk UI dengan tes seleksi tingkat nasional. Kadang-kadang memang bacotnya sahabatku itu mengeluarkan kata-kata nista dan unfaedah. Secara gak langsung doi bilang aku sebenarnya begok dong, eh gak dengan, like a cara kerja otakku di bawah otaknya. Sebel pasti, tapi emang iya sih. FYI aja, sejak di sekolah mau itu SMP ataupun SMA peringkatku selalu di bawah Kanaya. Cuma ini aja nih, tumbenan, aku bisa masuk di UI sedangkan dia enggak. Sedih juga iya, kan impian kita satu kampus, apa emang bener ya ucapannya itu aku keterima di sini mungkin karena faktor lucky! bodo amatlah udah kejadian juga.

Ngelirik jam tangan, masih jam 12.30 itu berati kurang 30 menit lagi Kanaya datang. Mending nongrong di gazebo kampus sambil nyedot jus enak kali ya, baru mau beranjak suara yang tak asing tertangkap telinga memanggil namaku. Ketika aku menoleh, berasa mata ini mau keluar dari tempatnya mengetahui suara siapa itu. Laki-laki yang sempat buat Aras geram dulu, dia di sini berjalan kearahku

“bintang, lo kuliah di sini?” tanya Gito

Aku cuma angguk-angguk cengok, “kamu ngapain di sini?” pertanyaan ini sebenarnya basa-basi, masa’ iya jualan panci, kolor dan sejenisnya. Kecuali kalau dia datang jauh-jauh dari rumahnya yang ada di Kemang lalu ke depok buat  tebar pesona doang. Mukanya gak ancur-ancur amat sih, tapi masa sefrustasi itu gak aku terima, huahaha

“kuliah-lah, masak iya gue ngecengin cewek sini, mending kan gue ngecengin lo!” jawabnya mengerutkan keningnya. Aku membuang pandangan dengan jengah. Ada ya makhluk seperti ini di muka bumi. Oh, ya Aku lupa kalau otaknya juga encer 11-12 sama kayak Aras, tapi kelakuannya biadab sungguh saat jadi siswa. Itu dulu sih, biasa gosip sekolah. Mangkannya itu aku risih. Anyway pernah aku kasih tau gak kalau Gito dulu jelek loh. Tapi setelah prom night aku terkesima dengan penampilannya. Dia berubah dari buruk rupa ke pangeran ganteng. Tapi berhubung dia dulu punya sifat yang brengsek jadinya aku gak tanggepin ataupun deket-deket dia.

“sembarang kalau ngomong!, oh, kamu kuliah di sini, kukira di luar negri"

“lo ambil jurusan apa?, kok baru hari ini gue ketemu lo?” tanyanya penasaran.

“ambil komunikasi, lo?”. tanyaku sambil menyeruput segelas es yang ada di tangan. Sebenarnya aku tidak ingin tau lebih dalam. Padahal aku pengennya segera pergi dari depan manusia ganteng tapi buasnya gak ketulunga ini.

 NGOMONG APA GANTENG!!. GAK ARAS LEBIH GANTENG!!

Itu loh maksudnya tadi

 “pengen tau, apa pengen tau banget?” godanya dengan senyum jayus

“gak usah dijawab deh, gak penting juga. Udah ya gue mau pergi dulu, di sini panas sebelah ada makhluk immortal soalnya” sindirku lalu ngeloyor pergi. Gito gak ngejar sih cuma ngomongnya agak kenceng, dia bilang kalau dia mahasiswa Hubungan Internasional ditambah, kalau pengen nyari dia bisa deh basecamp anak HI di belakang gedung. Denger omongan gitu aja aku menggerdik ngeri, perasaan gak ada dan gak akan pernah ada hal yang mengharuskan buat aku harus minta bantuaan dia deh.

***

“kamu gak ada kelas lagi kan?” tanya Kanaya yang sedang cari tempat parkir di Margo city mall. Kanaya memang baru ini bawa mobil ke kampus. Bukan karena dia baru dapat sim, tapi karena emang dia gak mau nyolok dengan hal-hal yang begituan. Soal Nyetir Kanaya jago kok. Kanaya itu tipe orang yang rendah hati. Dia down to earth banget jadi orang, gak songgong sama harta bapak ibunya. Hampir satu sekolah gak tau kalau orang tua Kanaya itu penyumbang dana terbesar di sekolah, mereka lebih milih nutupin kebaikan mereka. Keren bangetkan. Itu juga salah satu alasan kenapa aku senang deket sama kunti satu ini. Sebelum-sebelumnya dia anti bawa mobil ke kampus lebih senang naik transportasi umum, alasannya biar bisa ketemu orang banyak dan tau gimana keseharian mereka. Kanaya ini lebih seneng belajar psikologi orang.

“gak ada, sekarang terus bawa mobil?”

“iya, babe nyuruh bawa mobil aja, ketimbang naek KRL gitu katanya, padahalkan enak naek gituan, jadi bisa tidur juga di kereta”

“lah, kan enak mobil lebih cepet, toh stasiun sama kampus lumayan jauh gitu”

Kanaya hanya menggeleng kepala, lalu mengalihkan pembicaraan “udah bilang Dika?”

“udah, Aras udah tau kok, dia tadi malah pengen ikut, tapi gak aku bolehin.Eh ya, faisal apa kabar?” Aku lupa setauku dia pacaran sama Faisal. Kanaya juga udah gak pernah cerita lagi soal tuh cowok satu. Bahkan sekedar tau kerja atau kuliah Kanaya diem seribu bahasa. Terakhir ketemu pas pas prom night itu. setelahnya kami sibuk persiapan ujian masuk perguruan tinggi.

 “dia mati!!” Ucapnya sarkas

Aku sempat tersedak dengan minuman yang sedang ku sedot. Hampir saja leci bulat yang disediakan mbak-mbak AMK nyangkut ditenggorokan tanpa ku kunyah mendengar ucapan Kanaya yang kejam itu.

“ seriusan!!!!!!? Innalillahi wa..”

“heeh!!, pelan-pelan dong, Bintang kalau minum. Dia ngilang maksudnya” buru-buru Kanaya mengoreksi kalimat jahatnya. Emang ya, mulut kadang suka ngasal kalau ngomong.

“emang ngilang gimana? Mangkannya kamu juga gak pernah cerita”

“dia kuliah di Surabaya”

“owalah gitu di bilang mati, ditinggal beneran nangis darah deh. Kan lo tau di Surabaya, berarti dia gak ngilang”

“Entahlah” balasnya singkat.  

Kami ini lagi window shopping, tapi gak tau kenapa kok Kanaya moodnya jelek banget, jadinya aku yang sibuk sendiri. Ditanyai sepatu yang dipajang didepan toko, atau baju yang biasanya selera kita atau gak boneka lucu yang lagi di diskon jawabannya standart, alias flat gitulah gak kayak biasanya. Kalau gini gak jauh beda ngajak  Aras. “Kunti, kalau emang gak niat ngemall mending pulang aja deh!” sergahku ketika Kanaya sibuk mengotak-atik media sosialnya

“aku lapar, Bi. Makan yuk” ajaknya tanpa menggubris ocehanku. Rasa-rasanya raut muka Kanaya menunjukkan tanda-tanda yang gak normal. I mean Kanaya yang biasanya heboh kalau ada diskon yang superwah jadi mengkerut gini. Tiba-tiba Kanaya menarikku kesalah satu resto jepang dan langsung memesan beberapa sushi untuk makan siang kami..

Sudah pernah aku ceritain kan kalau Kanaya itu pernah menjadi model endorse instagram. Dia dipilih karena wajah dan bodynya lumayan bagus. Eh gak deng, gak lumayan lagi tapi emang bagus. Tapi asal kalian tahu aja. Body gitar spayol Kanaya itu, didapat tanpa proses yang mati-matian. Untuk urusan makan dia gak pernah pilih-pilih. Mau nambah ya nambah meskipun makanan isinya lemak semua. Mau minum ya minum yang enak-enak sesuai selera banget lah. Tapi yang aneh badannya gak pernah gemuk bener-bener mukzizat banget deh manusia satu ini. Dan kali ini dia memesan beberapa sushi seperti kita mau pesta. Padahal kan yang makan cuma berdua. Setelah pelayan restoran itu meninggalkan kami untuk menyiapkan apa yang kami pesan, aku masih heran dengan sikap Kanaya hari ini.

“eh, kunti, jujur deh! ada masalah?, sama bonyok atau sama Faisal atau sama hal lain. Mukanya kisut bener!!” rasa penasaranku sudah di ubun-ubun. Kelamaan kalau nunggu Kanaya cerita, yang ada aku kepikiran sendiri

“hmm.. ammm gini. Hmmm ” ucapannya terputus. Berasa amandelnya tiba-tiba gede kali ya, ngomongnya amm emm aa,, emm mulu

“kelurga?” tebakku. Dia ngegeleng kuat, lah terus apa, apa jangan-jangan Faisal, kan doi tadi ngomongnya ketus gitu pas aku tanya tentang Faisal

“Faisal?”

Binggo!, dia diem kayak patung pancoran. Hmm, galau perkara cowok nih ceritanya. Rasanya ini baru pertama kali kejadian deh sejak kita kenal di jaman putih biru.

“kenapa emangnya, gara-gara dia kuliah di surabaya?” tebakku kali ini pasti gak meleset.

“iya!!”

“lah masalahnya apa coba?, kan di Surabaya dianya belajar woy!, bukan nyari kecengan. Yaa syukur-syukur dapat yang lebih bagusan sih ketimbang elu!” rancauku mencoba menghibur. enggak menghibur jatohnya, tapi malah ngasih gas ke api jadinya gede. 

“eh, kotoran kambing, jahat bener omongannya” sewot Kanaya tak suka

Aku ketawa puas, dia bukannya seneng malah sebel kuadrat “lah terus apa dong, ku na aneh gini, coba, Nak cerita sama ibu. Siapa tau ibu bisa ngasih solusi yang baik”

“Aku sempat dilamaran sama dia, sekitar....”

“WHAT!!!!!, dilamar, KILAT AMAT!!”

Kanaya buru-buru menahan mulutku, karena beberapa mata udah ngelirik kami jijik. Iya sih, kadang kalau aku ngomong suka ngebass. Ya kan soalnya kaget ceritanya

“itu mulut bisa gak volumenya di kecilin atau gak di mute deh”

“sorry-sorry, reflek! Lah abis lu bilangnya di lamar. tapi emang bener sih, Faisal suka lo dari  masuk SMA, terus mau dilamar , cinta mati kali doski sama elu”

“jadi ceritanya, ketika pengumuman penerimaan mahasiswa 2 bulan lalu. pas saat itu Faisal ngajak aku ketemu. Katanya ada yang mau di omongin. Ya udah aku mau, tapi dia aku suruh kerumah aja, nyokap gak ada temennnya. Setelah kami ngobrol dia tiba-tiba bilang mau ngelamar ya udah terprediksi sih, taukan aku secantik apa?” ungkapnya tanpa dosa. Oke iya dia cantik. Tapi kalau ngomongnya kalau model gini, enek deh jadinya

“oke lanjut!”

“ lanjut doang dari tadi! Huh!. ya pasti a awalnya ku terima, lagian  Faisal juga gak neko-neko anaknya. Dulu kan alasannya yo know me so well,  gak mau pacaran dulu. Dia juga udah nepatin janjinya gak menye-menye ke cewek lain. lo tau sendiri kan kalau Faisal di masa-masa SMA dulu gak ganjen, dia lurus-lurus aja hidupnya. Gak neko-neko”

Part tadi gak penting sih sebenernya, dia ngasih tau aku tentang kelebihannya Faisal yang gak guna banget bagi aku. Tapi berhubung ini sesi curhat antar sahabat, kalau aku mentahin omongnnya tentang Faisal. Bisa jadi aku dipecat jadi sahabatnya dan biarkan sendiri di dunia ini. oh no! sahabat itu segalanya, kalau yang bener-bener sahabat sih, contohnya aja Kanaya.

“masalahnya dimana woy!, jangan panjang2 please, bagian kelebihannya.langsung masuk ke Inti cerita leh uga”

Kanaya menarik nafas jengah, dengan segala kefrustasian, airmatanya jatuh ngebahasahin pipi mulusnya itu “dia bilang sayang dan pengen perjuangin aku meskipun LDR-an. Satu bulan pertama it’s okay for me. Tapi lama-kelamaan akunya yang gak bisa, aku gak mau pacaran LDR-an. Aku butuh dia di sini, aku pengen dia ada di samping aku ketika aku ada masalah, jadinya aku minta kita udahan aja”

Gak tau kenapa, alasan Kanaya buat mutusin Faisal konyol banget. LDR-an Jakarta – Surabaya aja ngerasa berat. Apakabar yang beda negera?. Mereka kan bisa komunikasi by phone udah gak jamannya kompeni yang kudu pakai surat. Apalagi sekarang jaman udah canggih, bisa video call-an. Ada-ada aja nih kunti

“terus hubunganmu sama dia sekarang gimana? Gak kontak-kontakkan?”

“masih sih, dia masih sering tanya kabar. Tanya aktivitas harianku ngapain, kadang kita telpon-telponnya tengah malam, macam anak SMA aja. ”

“lah.. kayak gitu kan bisa, Kunti!!. Apa bedanya sih pacaran sama gak pacaran kalau Cuma beda status doang. Denger ya kunti. Kamu tau gak sih LDR sebenernya itu gimana?”

“ya jarak itu kan, kita di mana, pasangan di mana!”

“begok kan. Mangkannya gak masuk UI, soal gini aja gak bisa jawab. Eh bisa deng, tapi salah total!!” Denger ucapan itu Kanaya cemberut kayak ikat cucut. Satu meter ada kali itu bibirnya

“terusin bahas yang udah lalu, terusin aja”

“hehe sorry, yang namanya LDR sebenarnya itu ketika kalian sama-sama di satu kota, duduk bersama tapi hati kalian biasa-biasa aja. Gak ada rasa penasaran buat tanya kabar, ataupun saling perhatian. Hati kalian mati, padahal raga kalian berdekatan” jelasku, bak Bintang teguh aja nih lama-lama. ”kalau Faisal masih ngasih perhatian kayak gitu ke kamu, ya dia masih gak terima di putusin. Dan soal penyakit kamu yang parno sama LDR. Coba deh tanya mereka-mereka yang LDR an beda pulau atau gak beda negara. Mereka bertahan sampai bertahun-tahun itu rahasianya apa. Bahkan ada yang setelah ketemu mutusin buat nikah!, belajar dari sono deh”

“Bintang!!!!”

Ucapan nih cewek depanku lirih tapi melengking ditelinga. Langsung deh airmatanya ngocor kayak air pancoran. Aku salah ngomong ya? Kan jadi panik sendiri. Lagian banyak mata yang lagi ngeliat kami pula. Ntar dikira aku KDP lagi Kekerasan Dalam Persahabatan. Atau kayak pasangan lesbong yang salah satu minta putus dan satunya gak terima jadi nangis-nangis gitu. Kan ngeri yah.

“Bintang, kok kamu ngomongnya kali ini bener semua. Otaknya tumben jalan” 

Kalau ada airputih di meja mungkin udah aku siram nih cewek. Untung aja adanya orange jus , kan sayang kalau di siram kekepalanya. Lebih enak di minum. Karena Kanaya lagi galau jadi kali ini aku maklumi, sahabat yang baik bukannya harus gitu ya?. Memaklumi kegalauan sahabatya. Kalau salah ya dikasih tau tanpa intonasi menyalahkan sama sekali “coba pikir ulang deh hubungan kalian. Kalau kamu masih sayang dan dianya juga coba diskusiin, kali aja ada titik temunya. Gak  mungkin kan kamu  egois nyuruhdia pindah kuliah. Disana juga bagus lo kampus dan grade – nya”

Kanaya mengangguk setuju, pipinya udah gak basah gara-gara airmata lagi. Udah tenang mungkin, kelihatan senyumnya ngembang lagi, udah agak legaan rupanya. Hari itu kami habiskan untuk jalan-jalan. Setelah menikmati sushi yang biasa saja rasanya. Tapi karena seharian ini aku mengabiskan waktu bersama siapa, itu lah yang paling penting.

Pandanganku kulempar ke sebrang. Lagi-lagi aku di kejutkan dengan fakta jika ada sesosok makhluk immortal, gak bercanda, ada Gito sama Tia!!. Itu dua orang jadian atau gimana, tapi jadian kok Tianya marah-marah gitu sama Tia

 “Kay.. coba lihat deh tu Gito sama Tia, kn? Mereka kok kayak tengkar didepan toko sih?”

Kanaya yang terusik dengan ocehan ku langsung menoleh. Mulutnya mengangga sempurna tak percaya. Kami terdiam sesaat, kebetulan juga kedua makhluk disebrang sana menoleh jadinya kami saling pandang.

Cerpen Tentang Arashi- Rasa


PS : Next for part 14 of Tentang Arashi. Agak lama iya! sibuk iya,! no ide juga iya. tapi semoga masih bisa ngegerakin tangan buat ngelik lalu baca. 

Beberapa waktu setelah lampu kembali menyala, MC meminta maaf karena kesalahan teknis ini dan langsung melanjutkan acanya.

“Maaf ya, untuk jedanya barusan, OKe! selanjutnya untuk ratu kali ini jeng-jeng jeng siapa yaa. Kalian pada penasaran kan? Oke langsung aja, ratu untuk malam ini yang beruntung adalah..” putus suara MC dengan sengaja untuk membuat para siswa lagi-lagi di grogotin penasaran, aku juga tentunya talking to much nih MC, sebelkan jadinya.
 “Yang kita pegang ini ada dua nama, selisih poling mereka tipis banget hanya 5 point, oke langsung aja Sorry for Bintang Azalea and the winner is Arestya Gilbran, selamat!!!!”  Ucap MC yang cukup membuatku terdiam di tempat sesaat, sebelum menyadari sorak tepuk tangan dari para siswa. Sebenarnya aku tak mengharapkan menjadi pemenang, karena memang menjadi nominasi sudah syukur alhamdulillah. Tapi, kenapa harus Tia yang mengalahkanku, sepertinya maksud dari kalimatnya tadi adalah ini. Dasar wanita licik!

Mataku memandang Aras sayu seperti mengirim telepati padanya, jika aku tak suka ia bersanding dengan Tia. Tentu, aku tak mengharapkan jika Aras tiba-tiba turun. Sungguh itu pikiran tak masuk akal. Namun, sejujurnya aku mengharapkan dia melakukan hal itu. Aras melihatku dengan tatapan iba. Mungkin dia paham jika aku kesal dengan apa yang baru saja terjadi.

“okee, inilah ratu kita malam ini, Tia, beri tepuk tangan sekali lagi” ucap MC menyambut kehadiran Tia ketika menaikki panggung. Kanaya yang ada di sampingku mengumpat sebal dan menyumpahi Tia yang dianggapnya memanipulasi hasil poling. Aku sudah tak ingin berada di sana lama-lama, tapi Kanaya memintaku untuk bertahan sebentar lagi, ia ingin melihat sejauh mana Tia bertindak dan aku menurut dengan lugunya.

“sudah jangan sedih, Aras tetap pilih kamu kok di hatinya” hibur Kanaya, mengelus-elus lenganku.

Aku memaksakan tersenyum hambar, melihat tulusnya Kanaya mendukungku. Dalam hati kecilku, sebenarnya meskipun aku benci padanya, tapi aku tak boleh tutup mata.  Aku akui jika Tia memang cantik. Dia adalah model sekolah yang tak beda jauh dengan Kanaya, dia sering ikut lomba modeling atas nama sekolah, dan sekolah merasa tersanjung akan gal itu. Sedangkan Kanaya, sejak kelas 3 dia memilih vakum dunia model dan endorsenya, ia lebih fokus sekolah untuk bisa masuk universitas negri. 

tapi untuk urusan otak.Boleh aku bilang dia begok. Untuk nilai setauku dia pas-pasan bahkan sebelas dua belas denganku. Dan lagi, saat ini, aku dongkol, emosiku sepertinya sudah di ubun-ubun, tak
 bisa diredam lagi. Selain itu dia juga gadis yang banyak jadi incaran para siswa untuk dijadikan pacar. Entah sudah berapa lelaki yang menjadi mantan pacar Tia disekolah ini. Namun sepertinya obsesi Tia hanya pada Aras.

Aku menghela nafas panjang menyaksikan keduanya yang kini berdansa. Hal itu mereka lakukan sebagai syarat wajib bagi pemenang raja dan ratu malam ini. Aku tau Aras terpaksa melakukan itu sedangkan Tia, ia tak perduli jika Aras membuang muka padanya. Dia tetap menatap Aras lekat. Rasanya aku ingin maju menemui mereka dan berteriak kencang tepat di mukanya INI PACARKU WOI, TOLONG MINGGIR!

Tia semakin bertingkah, kepalanya ia sandarkan di bahu Aras. Sorak riuh dari temen-temen ngeliat Aras dan Tia seperti ini. Mereka ngegumam kalau keduanya cocok. Bahkan ada yang bilang, kalau seharusnya Tia yang sama Aras saat ini. Karena gak kuat ngeliat mereka yang nempel kayak prangko dansa  di sana, mendingan aku pergi.

“mau kemana Bintang?” tanya Kanaya yang cegah tanganku

“mau ketoilet bentar”

Kanaya mengangguk, lalu ngelepasin pegangannya. Dia paham kali kalau aku gak betah terus-terusan ngeliatin Aras dan mak lampir lagi mesra-mesraan gitu. 

***

Ngeliat pantulan wajah di kaca westafel, aku meringis sendiri. Ngeyakinin kalau Aras gak bakalan flirt ke Tia.Will  Never be!.  Tapi gak tau kenapa airmata udah netes aja di pipi kalau ngebayangin tadi. Cengeng banget sih. Buru-buru air mata aku hapus sebelum ngerusak make up hasil karya bunda. Meskipun itu gak ngembaliin mood ketika datang ke sini tadi.

Pas mau keluar dari toilet, Tia tiba-tiba muncul dan ngehadang di depan pintu kayak preman yang mau malak. Persis kayak dia sekarang

“minggir, gue mau lewat, kalau mau malak sorry lagi kere” 

“Pirang, ini masih permulaan masih ada selanjutnya!” Tia seolah tak pernah lelah untuk membuatku jengah dengan tingkahnya

“receh, mending minggir deh!!” balasku yang tampak geram namun masih menahan marah. Tanganku udah ngegumpal berasa pengen nonjok. eh dianya pura-pura tuli, malah magrak di depan pintu. Ya, semoga tuli beneran kalau gitu mah!. Gak juga minggir dia malah bergaya seperti model yang lagi pamer baju yang kebuka sana sini di catwalk Macam orang sok banget. “Minggir gak?” sorot mataku sudah berapi-api, kalau sampai dia gak minggir mending sekalian aku tarik rambutnya kayak kapan hari, ribut-ribut deh. Nanggung kalau ditahan mulu yang ada ntar bisulan.

Begitu dia mau ngomong, sudah ada orang di belakangnya dan itu Aras “Bintang ayo” ajaknya menggandeng tanganku  lalu melewati lampir satu ini. Kali ini dia selamat dan gak bisa berkutik karena Aras keburu narik aku dari dalam sana, matanya ngelihatin kami kayak panas dalam gitu.

Setelah jauh dari Tia, aku tepis tangannya, gak tau kenapa emosi masih aja nempel di pikiran begitu keinget Aras tadi. Rasanya doi sadar sama sikapku, dia berhentiin langkahku dengan segera  berdiri depanku kayak pak satpam yang lagi introgasi tamu  yang mau masuk komplek “marah gara-gara aku dance sama Tia?”

“menurut kamu!?”

“lah malah tanya balik, kan tadi itu emang sudah tradisi kalau siapa yang jadi raja dan ratu prom night bakalan dance, Bi!” balas Aras dengan nada merendah.

“ya, kenapa harus deket-deket gitu?, gak bisa apa jauhan posisinya” mataku mulai meremang, bener-bener gak tau kondisi nih mata. Tahan plis Bintang, tahan

Aras ngemajuin langkahnya, reflek aku mundur “mau apa?!” tanyaku siap siaga. Dia ngehela nafas panjang, kedua tangannya pegang lenganku “kamu cemburu kan?” 

definitely nope!” 

Aku buang muka dianya malah senyum-senyum senang gitu, padahal mukaku udah ngegelembung kayak ikan gabus gini. Aras ngebimbing tanganku buat ditempelkan di dadanya. Rasanya detak jantung Aras kenceng banget kayak kereta api express  dugdug dugdug, “Bintang, di sini cuma ada kamu, aku gak tertarik dengan orang lain apalagi Tia. Kalau aku bisa tadi pasti aku nolak karena aku udah dapat Ratuku dan itu kamu. I love you more than you do, Dear!” 

Aku jamin siapapun kalau dapat pengakuan kayak gitu pasti udah terbang tinggi. Untung aja kakiku tertolong dengan gravitasi bumi jadi masih di tanah. Aku berdehem buat ngatur nafas. saliting gila kalau diposisi kayak gitu terus. Sesekali natap mata Aras yang ngeliat aku lekat-lekat, dia coba ngeyakinin aku kalau omongannya itu benar adanya. Tapi berhubung gengsi masih tinggi, tangan segera aku tarik. “oke!” jawabku singkat, cukup ngewakili apa yang aku rasakan deg deg ser. Sesungguhnya aku percaya apa yang dikatakan lelaki yang ada didepanku ini, tapi, apa daya debar-debar di dada tak bisa dikontrol lagi jika terus-terusan di posisi seperti ini.

“oke?” tanyanya memperjelas maksudku

“iya, oke, aku percaya”

Aras mengulum senyum yang ngeliatin lengsung pipitnya. Cowokku ini emang mau dilihat dari sisi mana aja tetap aja manis. 

“Cuma itu aja?”

Hah? Emang harus gimana?”  

“ini loh yang ngebuat aku harus ngedekte apa yang aku omongin ke kamu, kadang kamu lemotnya kebangetan. udahlah lupain, ayo kita gabung lagi di pesta, habis ini penampilan dari anak-anak. Aku  juga pengen ngeliat kamu tampil!” ucapnya mengandengku menuju keramaian

“kan aku gak bilang kalau aku bakalan tampil, Ras”

“udah tampil aja, sama aku ya? Kita duet lagu yang sering kita nyanyiin, how?”  ajaknya tanpa perduli jawabanku.

sounds good tapi itu kalau Cuma berdua, tapi kalau beramai-ramai jangan harap. Aku dan Aras kembali menuju dekat panggung dan berdiri di samping kanaya dan Faisal “dari mana aja, Bro?” tanya faisal ke Aras.

“abis nemenin ikan gabus nih” Jawab Aras nunjuk kearahku. Lah baru aja baikkan malah kayak gini, ngejelek-jelekin pacar sendiri kayak ikan gabus. Ngajak perang nih lakik!. “terusin aja hina, terusin, Ras” ucapku dengan menatap Aras seperti akan melahapnya hidup-hidup. Tapi tangannya segera menangkup pipiku

“enggak-enggak, bercanda kok, Bentar ya.. aku kesana dulu” pamit Aras dan menuju sisi panggung untuk berbisik sesuatu pada MC.

“ngomong apa dia?” Kanaya berbisik, aku hanya menghardikan bahu sama tak tahunya. Sedangkan Aras tiba-tiba mematung di samping MC. Pertanda buruk rasanya

“oke! Ada temen kita yang mau nyanyi buat kita semua di sini, silahkan untuk Handika dan Bintang Azalea maju ke panggung” ucap MC. Tuh kan bener, Aras cari perkara. Aku kira dia bercanda eh ternyata beneran. Demi Iphone yang bakalan ayah belikan ketika aku masuk universitas negri nanti, apa yang aku katakan pada Aras tadi hanya bercanda. Oke untuk debat mungkin aku mau, tapi ini nyanyi suaraku gak bagus-bagus amat. Tolong Tuhan, kalau bisa buat listrik padam sampai besok pagi.

“Bintang ayo” ajak Aras yang melambai padaku, diikuti sorot mata siswa lainnya, Kanaya melebarkan pandangannya tak percaya. Dia tertawa puas ngeliat aku bakalan di permalukan oleh pacarku sendiri. “mampus,  makan itu Bi. Hahaha”

“kampret, diem!!” senggolku hingga Kanaya hampir terjatuh untuk segera di cegah Faisal.

Dengan langkah berat aku maju kepanggung meraih microfon yang disodorkan Aras. Sedikit godaan dari MC datang melanda. Benar-benar hidup di negara api rasanya. Dia menanyakan kedekatan kami. Tentu, tanpa basa-basi lagi Aras nyeletuk jika kami ini berkencan. Dan hell!  Bisa dipastikan gunjingan temen-teman dan fans Aras riuh di belakang kami. Ingetkan tadi mereka jodoh-jodohin Aras dengan Tia dan sekarang kenyataan pahit harus mereka terima. Jika idola mereka berkencan dengan seorang Bintang bukan bintang idola just Bintang !. Untung saja setelah ini tak ada kelas ataupun harus setiap hari datang ke sekolah. Setidaknya lirikan maut ataupun sindiran dari kasar sampai halus gak akan sanggup buat didengar. Segitu nistanya kah kalau aku sama Aras?. Contohnya aja setelah prosesi penembakan yang Aras di saat di camp, apakah itu real atau gimmick gak tau kenapa satu sekolah jadi benci banget ngeliat aku sama Aras. Belum kujawab Suara Aras sudah menggema di Microfon "no its real , we are couple right now".

Aras meraih gitar yang ada di sampingnya. “Siap?’ bisiknya. Of course aku ngegeleng kuat, siapa yang siap kalau mau nyanyi tapi audiencenya ngasih tatapan benci gitu. Aras mengelus punggung tanganku, sekali lagi tatapannya seperti berbicara gak ada terjadi apa-apa setelah ini. Iya kayak gitu. Padahal hati beta nih sudah meriang gak karuan. 

Dia mengambil posisi, duduk di kursi dengan stand mic di depannya. Sedangkan aku berdiri di sampingnya menggenggam microfon erat-erat, kali aja dengan gitu micnya pecah atau tiba-tiba rusak jadi aku gak jadi tampil, gitu mungkin bisa!. Tapi sialnya hal itu gak kejadian. Aras mulai petik sinar gitar sampai mengeluarkan nada-nada indah. Oke! Kita bakalan nyanyi lagi if I gonna fall in love­ –nya  A rocket to the moon.

Lagu ini adalah lagu yang kita nyanyiin ketika kita jatuh cinta nantinya dengan siapapun. anggap aja angan-angan kalau kita nanti jatuh cinta. Mungkin waktu itu aku belum ada rasa apa-apa ke Aras, jadi aku asik aja nyanyinya. Tapi sekarang gak, aku ada rasa dan rasanya luar biasa bahagia.

Suara merdu Aras mengawali lirik pertama disambung dengan petikan gitar yang pas. Menyihir siapapun yang mendengarkan. Serak-serah indah gitulah suaranya. Aku aja tertegun dia bisa main gitar juga bisa nyanyi. Jangankan nyanyi, ngaji aja dia pinter. Soleh, pinter, taat orang tua. Bunda cita-cita nikah muda boleh gak sih?!.

I'm gonna take my time
Make sure that the feeling's right
Instead of staying up all night
Wondering where you are


Miles and miles away
In a town in another state
I wanna know if you just can't take

The thought of us apart

Sempat ia berhenti bernyanyi karena memang lirik selanjutnya adalah bagianku. Aku masih terpaku di tempat, suaraku tiba-tiba tak mau keluar. Aku takut jika nantinya akan ditertawakan. Aras tak henti-hentinya memanggil namaku. “Bintang” ucapnya lirih. Aku menggeleng kepala kuat tak berani untuk mengeluarkan suara.

“kamu pasti bisa!” sergahnya lirih. Kemudian memulai lagi petikan gitarnya. Aku menelah ludah berkali-kali sebelum mulai bernyanyi. Demi Planet bercincin yang semakin indah jika dilihat melalui teropong bintang. Semoga apa yang keluar dari mulutku ini tak mendapatkan cercaan dari pada fans Aras.

If I'm gonna fall in love
There's gotta be more than just enough

I gotta get that old feeling
I gotta get that old high


Satu lirik kunyanyikan. Pertama memang itu seperti beban, aku takut melihat ekpresi para siswa yang  di depanku mendengarkan suaraku ini. Mungkin jika mereka bawa boto ataupun telur atau tepung, itu sudah mendarat di wajahku.  Mataku memutar kearah Aras dia senyum senang. Nyatanya senyum itu ngebuat aku mudah untuk meneruskan lirik hingga kami memadukan suara di bagian reffnya.

I come from an empty town
Far away from the city sounds
I'd like to settle down someday
And I need to know your past


Di akhir nyanyian kami, tepuk tangan riuh mereka berikan.  Entah itu untuk Aras saja atau memang tentang penampilan kami yang menurut mereka memukau. Tentu itu tak lepas dari permainan gitar Aras. Saat aku melirik kearah Kanaya, tampaknya ia memperlihatkan ekpresi takjub. Temanku satu ini, rasanya tak percaya dengan suaraku yang ia sering diledek cempreng.  Kali ini dia memberikan dua jempolnya dan memberikan siulan yang cukup menggemma di aula. Tak cukup sampai di situ MC pun memuji suaraku yang katanya cukup merdu. Oke! Cukup yaa, bukan bagus-bagus banget. 

Kami kembali keposisi di mana ada Kanaya dan Faisal di sana. Mereka menyambut kami dengan senyum sumringah menampilkan gigi rapi mereka. Mereka gak percaya kali kalau temennya ini emang bukan penyanyi tapi se enggaknya suaranya gak buruk-buruk amatlah. “aku gak nyangka kalau kamu…” suara Faisal terputus, yang bikin aku segera memicingkan mata nunggu kalimat selanjutnya.

“kalau kamu apa?” tagihku 

“kalau suara kamu gak ada perubahan,haha untung ada Dika yang pinter nutupi suara fals kamu tadi. Makasih ya,Dik. Lo nyelamatin telinga kita dari suara lengkingan Bintang ” lanjut Faisal yang kemudian menyalami Aras dan disambut gelak ketawa Aras. Nyebelin kan dua manusia ini. 

Tapi untuk hari ini, meskipun aku gak terpilih jadi ratu prom night. Aku sudah bahagia. Ada Aras yang sekarang udah jadi pacar sekaligus sahabat. Mungkin dulu aku belum bisa ngasih yang terbaik buat dia, selalu bikin dia marah dan binggung karena sikapku yang kayak bunglon. Tapi sekarang gak akan, sebisa mungkin aku gak akan nyakitin hatinya, menjaga apa yang kami mulai. Karena sampai saat itu terjadi, aku nyakitin Aras dan Aras pergi dari sampingku. Aku bakalan kehilangan dia sebagai pacar sekaligus sahabat yang selalu menemaniku.