Sesosok Yang Masih Di Rindukan

Perihal rindu yang masih belum  dibawa pemilik. Ada hati yang sedang menjerit berharap ditampung rindunya dan dibalas dengan senyum indah.Aku pernah begelut dengan rindu, iyaa rindu yang kurasakan kemarin, hari ini ataupun nantinya. Tiba-tiba seseorang menghampiriku, bertanya padaku, bagaimana rasanya merindui untuk seseorang yang sudah tak bernyawa lagi ?

Aku terdiam sejenak, menyusun kata untuk menjawab segelintir pertanyaan yang masih butuh jawaban dari seorang aku. Rindu pada yang tak bernyawa itu tersulit. Bahkan menjadi hal yang paling sulit untuk disembuhkan. Lantas apa yang harus dilakukan ? Jawabanku mungkin klise tapi itu adalah satu-satunya jawaban yang mungkin akan muncul di benak setiap orang jika dihadapkan dengan pernyataan demikian. "DOAKAN" - iyaa.. satu kata untuk penawarnya doakan yang ditinggalkan bisa ikhlas dan yang masih rindu diberi ketenangan. Sesosok yang masih dirindukan mungkin saja panutan, cerminan ataupun seorang iman hingga berbagai kenangan manis pun masih berbayang. Aku pun demikian. 

Untuk kamu dan aku yang masih hidup dan mampu mengirup oksigen dengan bebasnya pun yang terbata-bata. Jika saat ini masih berkecimpung di ruang rindu. Maka bangkitlah, ada kehidupan yang juga rindu untuk kau tapaki. Untuk kau jadikan pengalaman berharga nantinya. Jika sesosok itu masih terus memunculkan rindu, barang kali kau melakukan sesuatu yang tak pada tempatnya atau bisa jadi kau melakukan hal yang serupa persis ketika seseorang itu juga melakukannya. Sekali lagi rindu itu lumrah. Rindu itu tak pernah salah, hanya saja jangan melampaui batas kemampuanmu menahan rindu. Seolah-olah kau menganggap duniamu runtuh dan hitam kelabu. Doakan saja sesosok itu, doakan di setiap kesempatanmu. Untuk kamu yang masih hidup, perjuanganmu masih dibutuhkan, masih ada orang-orang yang akan sangat merinduimu melebihi rindunya kamu. 


Satu Tapi Tak Bersama

Karena kita berbeda..

“aku suka kamu sejak kelas 7, kita berteman juga sudah cukup lama, aku sendiri juga ga tau kenapa bisa suka sama  kamu , mungkin ketulusanmu, yang membuat aku jatuh hati kepadamu, Can tapi…. ” setidaknya itu yang dikatanya Mila saat dia melihat foto masa kecilnya bersama Ican, sahabatnya sejak kecil  

Sedang asik-asiknya berbica sendiri dengan foto Ican, tiba-tiba handphone Mila berdering, ternyata Ican yang meneleponnya, yang artinya Ican sudah ada di depan pagar pintu rumah Mila. “oke” jawab Mila singkat lalu menutup telpnya. “ susahnya cuman bilang, Mila.. mila ehmm lupakan deh, ” desahnya lalu beranjak keluar rumah menemui Ican.

“lama!!… selalu, ngapain aja sih, nunggu di telp dulu baru keluar rumah, sekali-kali kek kamu yang nunggu” gerutu Ican

“iya maaf, biasa lah yaa, cewe dandannya agak lamaan dikit, aku jadi nemenin kamu? ” timpal Mila sembari senyum nakal dan mengkuncir rambutnya

“jadi dong, ya elah sudah dijemput pula,…”

“iya, dijemput pake kereta kencana roda 2” sambil menunjuk sepeda onthel Ican

“heh! .. ini sepeda kesayang, sudah ayo naik kita berangkat” suruh Ican lalu dituruti Mila dengan duduk diboncengan belakang.

“oh ya.. Mil, abis ini kan liburan semester  rencananya kamu mau kemana? ikut aku aja ke bandung, dirumah nenek, yuks” Tanya Ican

“hmmm. Aku dirumah aja, bantu mama jualan sandal dan jaga barang-barang antik” jawabku selengek an

“jawaban kamu Mil, super sekali, kampret!”

Mila tertawa puas mendengar omongan Ican yang bernada marah itu, sebenarnya Mila berencana ke Yogya, kerumah budenya untuk berlibur tapi karena mamanya sedang sakit dirumah  dan tidak ada yang menemani Mila mengurungkan niatnya itu.

“aku, di Surabaya aja, can, mama kan lagi sakit  cuman ada mbok Rahmi, jadinya aku deh gantian yang jagain sekalian perawatan plus-plus”

“maksud kamu,plus-plus ?”

“plus sayang, plus cinta, dan plus-plus lainnya,”

“ohh… kita ga ketemu sebulan dong, hmm, mau jadi apa ya satu bulan ku tanpa kamu, Mil”

“pasti sepi dan senyap, dunia itu rasanya cuman ada hitam dan putih dan hidupmu bakalan monoton tanpa Mila yang cantik jelita dan imut ini” timpal Mila

Sembari memperlihatkan muka heran kearah Mila, Ican pun mengatakan justru hari-hari tanpa mila adalah hari-hari terpenting dimana ican tak perlu menghabiskan pulsa untuk menelepon Mila yang selalu saja membuatnya menunggu di depan gerbang rumahnya, dan dunia terasa damai tanpa celotehan-celotehan Mila.  Mendengar jawaban itu, Mila memonyongkan bibirnya kearah Ican membuat Ican mencepit bibir Mila dengan tangan.

“sakitttt.. Ican” jerit Mila kesakitan

“lagian, itu mulut monyongnya kebangetan, jadi gemes mau cubit,ehh iya, Mil kamu denger kabar dikampus tentang Edo dan si kudung  Saskia?” Tanya Ican

“ha? Kudung  ?, maksud kamu saskia yang pake jilbab itu ?” tanya Mila balik

“iya itu, yang pake penutup kepala. Duh ribet sebutnya “ keluh Ican

“apa sih, Can, simple kok sebut jilbab. Emangnya kenapa ?” tanyaku penasaran

“Edo bela-belain pindah agama cuman gara-gara Saksia itu, aneh kan ?, kalau aku mah ogah, ngapain coba pindah agama demi cewe, mending kalau cinta ya ngomong aja , pake pindah-pindah agama pula, kan sekarang lagi trend hubungan  beda agama, bener ga , Mil? ” cetusnya

“sudahlah,Can ndak usa bahas mereka.  Ayo cepet, katanya kamu ke gerejanya harus nyampek jam 9, ini jam 9 kurang 5 menit ” jawab Mila yang mengalihkan pembicaraan

Ican melihat jam tangannya dan mengayuh sepedanya lebih cepat.

***

Liburan semester pun datang, Mila datang kerumah Ican untuk mengucapkan salam perpisahan sebelum Ican bergegas ke bandung .

“ati-ati ya, can, jangan nakal, tangan kamu itu di jaga biar ndak nerutus , dan jangan lupa oleh-oleh, awas loh klo enggak” pesan Mila kepada Ican. “ satu bulan itu lama loh, Can aku bakalan kangen banget sama kamu”  lanjutnya

“iya, Bawel,  kan ada Tuhan Jesus yang melindungku” sambil menunjukkan kalung salib yang ada dibalik bajunya .Kemudian Mila dan Ican berpelukkan.

“kamu jaga diri baik-baik ya, mama kamu juga, nanti kalau sudah nyampek, kamu tak kabari” pesan Ican

“sampai ketemu satu bulan berikutnya, Mila”  Ican melambaikan tangan dari dalam mobil dan bergegas menuju bandara.

“sampai jumpa, Ican, aku pasti bakalan kangen kamu, kangen sama selengekanmu, maen bareng-bareng sama kamu”

Mila terus memandang kepergian mobil Ican sampai bayang mobil itu tak terlihat lagi, lalu mila beranjak pulang, tiba-tiba hp Mila mendapatkan telp dari rumah.  Setelah mendapatkan telepon Mila lalu menjatuhkan hpnya dan  berlari tergesah-gesah menuju rumahnya.

***

1 bulan kemudian

Ican datang kerumah, Mila saat akan masuk kedalam rumah, Ican melihat banyak karangan bunga yang ada dipekarangan, dan itu membuat Ican semakin penasaran dengan apa yang terjadi selama sebulan ini tak pernah ada kabar tentang Mila. Tiba-tiba Ican melihat gadis dengan jilbab merah muda yang menjuntai datang menghampirinya  dan itu adalah Mila, dengan wajah kaget dan penuh tanda Tanya tentang satu bulan belakangan ini, Mila mengajak Ican untuk masuk kedalam rumah.

“itu karangan bunga milik siapa,Mil dan kamu.. kamu kelihatan mirip dengan di kerudung Saskia, ada apa ?” Tanya Ican

Mila hanya terdiam, air mata jatuh membasahi pipi dan jilbab cantiknya, saat melihat Mila menangis, Ican yang terbiasa memeluk Mila, saat ingin memeluknya tiba-tiba Mila menjauh dari Ican

“ada apa, Mil?, kamu kenapa ? kamu ga kangen sama sahabatmu ini? Tanya Ican keheranan

“Can, yang meninggal itu mamaku, tepat saat kamu berangkat ke Bandung, aku ditelefon bi Rahmi, kondisi mama memburuk, jadi aku bawa mama kerumah sakit hari itu juga, tapi saat di rumah sakit, kondisi mamaku ga tertolong, Can” Mila memberi penjelasan dengan air mata yang terus mengalir membahasi jilbab merah mudanya.

“Mil, kenapa kamu ga bilang, aku kan bisa batalin ke Bandung, maafin aku ya, Mil. Aku gak ada di sampingmu waktu itu” Ican meminta maaf ke Mila yang tak berada disampingnya ketika Mila kesusahan

“ga papa, Can, aku pikir waktu itu aku gak mau ganggu waktu liburanmu, kamu juga berhak buat senang-senang  Di sana” jelas Mila sambil tersenyum simpul

“terus, perubahan kamu ini?” Tanya Ican sambil melihat Mila dengan tatapan aneh

“Can, jangan liat aku seperti aku ini orang aneh, seharusnya aku seperti ini dari dulu, mama sering banget nasehati aku buat seperti ini, mama bilang kalau ini kewajiban muslimah untuk menutup apa yang seharusnya di tutup, mungkin Saskia juga berpikiran seperti itu waktu memutuskan menggunakan jilbab, aku baru sadar setelah kepergian mama, aku nyesel Can kenapa ga lakuin dari dulu sewaktu mama masih hidup, mungkin mama bakalan lebih bangga keaku” jawab Mila kalem sambil menundukkan kepalanya

“aku tau, kamu lagi sedih, Mil tapi kenapa harus berpenampilan aneh seperti ini?” masih belum puas dengan jawaban Mila

“ini ga aneh, ini kewajiban, asal kamu tau, cerita yang pernah kamu sampaikan ke aku tentang Edo dan Saskia, itu salah, aku tau kenapa Edo memutuskan untuk berpindah agama, bukan karena rayuan Saskia, tapi Edo sudah cinta Islam sebelum ketemu Saskia, dan sewaktu kenal Saskia, Edo belajar banyak dari dia dan karena  Edo sering bertemu  Saskia, Edo mulai jatuh hati” kata Mila dengan nada rendah nan tegas

“oke!, mungkin aku salah atas omonganku tempo hari, Mil, aku minta maaf , aku mau jujur sama kamu” raut muka Ican terlihat serius dan tiba-tiba memegang tangan Mila

“aku, sayang sama kamu, Mil , sejak dulu. Aku takut jujur ke kamu, aku takut kamu marah dan malah pengakuanku nantinya merusak persabatan kita, tapi sekarang aku beranikan diriku buat ngomong kaya’ gini, aku sayang, aku ga perduli kalau ada perbedaan diantara kita,aku sayang kamu ” lanjut Ican

Mila yang mendengar pengakuan Ican tertegun sejenak. Tak mengira sahabatnya yang bertahun-tahun bersama memiliki perasaan yang sama dengannya.

 “aku perduli,Can , aku perduli perbedaan itu, aku sangat perduli, kita itu berbeda ada tembok yang dibuat antara kita. kalau aku boleh jujur, aku pernah jatuh hati ke kamu, kebaikan kamu, perhatian kamu, semuanya yang ada di kamu. Tapi aku sadar, perasaan itu salah, ga seharusnya aku seperti itu” Mila kemudian melepaskan pegangan tangannya dari Ican.

“Mil, kalau perbedaan itu dari keyakinan kita, demi kamu aku rela ikut keyakinanmu, kita bisa besama-sama kan?  kamu juga sayang aku kn, Mil? , kenapa cuman gara-gara hal sepele seperti ini, kita ga bisa jalanin hubungan yang lebih,Mil. ”  Ican yang semula terlihat tenang, tiba-tiba menangis

“ini bukan hal yang sepele, Can , aku pernah sayang ke kamu, bahkan aku juga suka kamu dari kita masih sekolah, kebersamaan kita, itu semua jadi bahan buat aku bisa sayang kamu, tapi sekarang sayang itu berubah jadi sayang ke temen, Can, sayang sebagai seorang sahabat . aku mohon sama kamu, jangan pernah bicara seperti itu, kita sudah seperti ini dari awal jadi jangan dirubah, aku mohon sama kamu, hubungan kita tetap seperti ini, kamu menjadi kamu dengan kayakinanmu dan aku dengan keyakinanku.” pinta Mila  dengan suara parau menahan air matanya. 

Sebuah Pengenalan Tentang Kita

Aku mulai lupa bagaimana mencintai orang lain selain kamu, lupa untuk bisa tersenyum dengan ramah kepada orang pria lain selain kamu. Entah kenapa ini, bagaimana bisa? Apa hati ini tak ingin beranjak .. apa cinta ini buta?. Apa aku yang menahannya sehingga aku tak ingin ada cinta baru yang masuk?

Aku lupa, bagaimana aku bisa nyaman dengan pria selain kamu, ini cinta bukan ? atau ini obsesi? kadang aku gak kenal siapa aku saat berdiri di depan cermin, kenapa aku harus menangis ketika mengingat kenanganku tentang kamu, kenapa aku sebegini cinta , dan kenapa aku sebegini sedih, kenapa semuanya harus  karena rasaku ke kamu,  ini bukan cinta mati- kan?

Mencintaimu, merindukanmu, membencimu pun sudah menyatu disini, di hati ini. Serindu ini  padamu.  Ingin aku katakan tepat saat menatap matamu apa yang kurasakan,  apa kamu juga sama ? atau hanya aku ? apa ini bisa dimulai dari awal lagi, atau aku ingin semuanya kembali seperti semula ketika aku belum pernah jatuh hati seperti saat ini. 

Aku juga tak pernah mengira ,kenapa harus selama ini? Kenapa harus aku? aku sudah lelah, aku lelah merindukanmu, terus berharap tentang adanya kita saat kau telah bersamanya . Sepi ini kulalui sendiri sedangkan kamu, entahlah aku tak tau, mungkin kau sudah bahagia,  aku bukan macam gadis yang tegar yang terlihat kuat saat hatiku rapuh, rapuh karena mengenang semua tentangmu, kekasih masa laluku.

Dias Falling In Love

Dia tak begitu tampan tapi wajahnya berseri, setidaknya menurut pandangan Dias, dia juga tak banyak bicara namun juga bukan pula tipe orang pendiam Dia penuh misteri, tapi Dias suka dekat dengannya. Senyumnya begitu manis, mungkin bisa ibaratkan semanis gula ahh berlebihan rasanya, apalagi pandangannya, biuhhh.. kaki rasanya tak sanggup untuk berdiri, badanya yang tegak, rambutnya yang selalu tersisir rapi,  hidungnya yang mancung, dan gigi yang tersusun apik melengkapi penampilannya. Pernah satu kali Dias tak sengaja bertatapan dengannya meskipun dalam waktu yang cukup singkat, cukup membuat Dias tak bisa tidur semalaman. Dia, entah  siapa Dias menyebut si pemilik senyum manis itu, Dias tak pernah tahu namanya, bahkan tak pernah sekalipun berbicara dengannya, memutar otak sejenak sebutan penyunis - pemilik senyum manis.) Pria itu, tinggal di ujung jalan gang rumah Dias, sehingga membuatnya lebih sering melihatnya ketika berangkat kerja pagi hari. 

Awal mula pertemuan Dias dan Penyunis, sangatlah agamis, ketika bulan Ramadhan lebih tepatnya ketika ingin menuju ke masjid untuk sholat tarawih berjamaah, saat itu Dias berjalan menuju Masjid yang tak jauh dari rumahnya. Langkah Dias terhenti sesaat ketika melihat pria tampan berbaju merah bergaris putih dengan bawahan sarung menuju masjid. “Dia, tampan dan dia.. dia pergi ke masjid, padahal ini sabtu malam minggu, biasanya pria tampan perginya kencan, tapi diaa.. “ tanpa melanjutkan kata-kata, Dias melanjutkan langkahnya. Tanpa di duga setelah tarawih selesai dan saat Dias berjalan keluar masjid tepat disampingnya penyunis hadir, sejenak Dias menatap dari dekat muka penyunis  “astagfirullah, mas ini, tampan, soleh pula.. aku kagum padanya” gumamnya. Mulut Dias seolah membeku untuk menyapanya dan penyunis itu akhirnya pun berlalu.

Sejak itu Dias rajin untuk pergi ke masjid, Setiap berangkat mata tak lupa selalu melihat kearah kos-kosan penyunis, maklum saja tempat tinggal penyunis juga merupakan jalan satu-satunya untuk menuju masjid. Pertemuan Dias dan penyunis pun sering terjadi dan dengan situasi yang sama, pernah suatu ketika saat penyunis berjalan disampingnya dan Dias sudah penyiapkan berbagai obrolan akan tetapi saat ingin membuka mulutnya, lagi-lagi mendadak beku dan lagi-lagi pula penyunis berlalu, Dias hanya bisa memandangi punggung pria itu. “lagi-lagi mulut ini ndak bisa bicara kalau liat muka penyunis, duhkah!” keluh Dias kala itu. Tapi kali ini sedikit berbeda dengan biasanya, mungkin penyunis sadar kalau Dias selalu curi-curi pandang kepadanya, saat membuka pagar kosnya penyunis memandang Dias dan memberikan senyuman tapi bodohnya saat penyunis memberikan senyuman, Dias tertunduk malu dan mempercepat langkahnya. “bodoh!.. Dias kenapa nunduk. Dia senyum ke kamu, senyum, dia senyum, hashhhh” Desahnya. 

Dias melatih diri berbicara didepan cermin, seoalah-olah pria itu ada didepannya. Saat yang di tunggu-tunggu telah tiba, Dias menunggu penyunis didepan gerbang pintu masjid, tapi sayang penyunis tidak muncul, bahkan setelah malam itu Dias sudah tidak pernah melihat penyunis baik saat akan berangkat kekantor ataupun tarawih.  Beberapa hari kedepan bulan ramadhan berakhir disambut dengan Idul Fitri, namun tak pernah lagi dia bertemu dengan penyunis, ada perasaan menyesal dalam diri Dias yang tak pernah mengungkapkan kekagumannya pada pria itu. 

Idul fitri tiba, dan tradisi berkunjung ke tetanggap pun selalu berjalan setiap tahunnya, saat berkunjung kerumah ibu kos penyunis, Dias menyempatkan untuk Tanya keberadaan pria itu, ternyata penyunis sudah tidak tinggal disana lagi, bulan ini adalah terakhir karena kuliahnya juga sudah selesai. Mendengar hal itu Dias terdiam sejenak lalu pamit pulang. Di kamar Dias menangis lirih, mungkin karena menyesal tak sempat mengenal pria itu atau tak sempat bertegur sapa dengannya.

Rasa itu harusnya lebih lama, seharusnya  mengatakan lebih awal dan bertanya siapa dia, dari mana asalnya, aku mengagumimu, tidakk.. mungkin aku menyukaimu seharusnya seperti itu. Mungkin Tuhan punya cerita lain untukku dengan mempertemukanmu. Ada hikmah dibalik semua ini, aku lebih bisa dekat dengan Tuhan-ku itu semua juga berkatmu, terima kasih penyunisku. Terima kasih yang tulus dariku, penggemarmu . THE END