Karena kita berbeda..
“aku suka kamu sejak kelas 7, kita berteman juga
sudah cukup lama, aku sendiri juga ga tau kenapa bisa suka sama kamu ,
mungkin ketulusanmu, yang membuat aku jatuh hati kepadamu, Can tapi…. ”
setidaknya itu yang dikatanya Mila saat dia melihat foto masa kecilnya bersama
Ican, sahabatnya sejak kecil
Sedang asik-asiknya berbica sendiri dengan foto
Ican, tiba-tiba handphone Mila berdering, ternyata Ican yang meneleponnya, yang
artinya Ican sudah ada di depan pagar pintu rumah Mila. “oke” jawab Mila
singkat lalu menutup telpnya. “ susahnya cuman bilang, Mila.. mila ehmm lupakan
deh, ” desahnya lalu beranjak keluar rumah menemui Ican.
“lama!!… selalu, ngapain aja sih, nunggu di telp
dulu baru keluar rumah, sekali-kali kek kamu yang nunggu” gerutu Ican
“iya maaf, biasa lah yaa, cewe dandannya agak
lamaan dikit, aku jadi nemenin kamu? ” timpal Mila sembari senyum nakal dan
mengkuncir rambutnya
“jadi dong, ya elah sudah dijemput pula,…”
“iya, dijemput pake kereta kencana roda 2” sambil menunjuk
sepeda onthel Ican
“heh! .. ini sepeda kesayang, sudah ayo naik kita
berangkat” suruh Ican lalu dituruti Mila dengan duduk diboncengan belakang.
“oh ya.. Mil, abis ini kan liburan semester
rencananya kamu mau kemana? ikut aku aja ke bandung, dirumah nenek, yuks”
Tanya Ican
“hmmm. Aku dirumah aja, bantu mama jualan sandal
dan jaga barang-barang antik” jawabku selengek an
“jawaban kamu Mil, super sekali, kampret!”
Mila tertawa puas mendengar omongan Ican yang
bernada marah itu, sebenarnya Mila berencana ke Yogya, kerumah budenya untuk
berlibur tapi karena mamanya sedang sakit dirumah dan tidak ada yang
menemani Mila mengurungkan niatnya itu.
“aku, di Surabaya aja, can, mama kan lagi sakit
cuman ada mbok Rahmi, jadinya aku deh gantian yang jagain sekalian
perawatan plus-plus”
“maksud kamu,plus-plus ?”
“plus sayang, plus cinta, dan plus-plus lainnya,”
“ohh… kita ga ketemu sebulan dong, hmm, mau jadi
apa ya satu bulan ku tanpa kamu, Mil”
“pasti sepi dan senyap, dunia itu rasanya cuman ada
hitam dan putih dan hidupmu bakalan monoton tanpa Mila yang cantik jelita dan
imut ini” timpal Mila
Sembari memperlihatkan muka heran kearah Mila, Ican
pun mengatakan justru hari-hari tanpa mila adalah hari-hari terpenting dimana
ican tak perlu menghabiskan pulsa untuk menelepon Mila yang selalu saja
membuatnya menunggu di depan gerbang rumahnya, dan dunia terasa damai tanpa
celotehan-celotehan Mila. Mendengar jawaban itu, Mila memonyongkan
bibirnya kearah Ican membuat Ican mencepit bibir Mila dengan tangan.
“sakitttt.. Ican” jerit Mila kesakitan
“lagian, itu mulut monyongnya kebangetan, jadi
gemes mau cubit,ehh iya, Mil kamu denger kabar dikampus tentang Edo dan si
kudung Saskia?” Tanya Ican
“ha? Kudung ?, maksud kamu saskia yang pake
jilbab itu ?” tanya Mila balik
“iya itu, yang pake penutup kepala. Duh ribet
sebutnya “ keluh Ican
“apa sih, Can, simple kok sebut jilbab. Emangnya
kenapa ?” tanyaku penasaran
“Edo bela-belain pindah agama cuman gara-gara
Saksia itu, aneh kan ?, kalau aku mah ogah, ngapain coba pindah agama demi
cewe, mending kalau cinta ya ngomong aja , pake pindah-pindah agama pula, kan
sekarang lagi trend hubungan beda agama, bener ga , Mil? ” cetusnya
“sudahlah,Can ndak usa bahas mereka. Ayo
cepet, katanya kamu ke gerejanya harus nyampek jam 9, ini jam 9 kurang 5 menit
” jawab Mila yang mengalihkan pembicaraan
Ican melihat jam tangannya dan mengayuh sepedanya
lebih cepat.
***
Liburan semester pun datang, Mila datang kerumah
Ican untuk mengucapkan salam perpisahan sebelum Ican bergegas ke bandung .
“ati-ati ya, can, jangan nakal, tangan kamu itu di
jaga biar ndak nerutus , dan jangan lupa oleh-oleh, awas loh klo enggak” pesan
Mila kepada Ican. “ satu bulan itu lama loh, Can aku bakalan kangen banget sama
kamu” lanjutnya
“iya, Bawel, kan ada Tuhan Jesus yang
melindungku” sambil menunjukkan kalung salib yang ada dibalik bajunya .Kemudian
Mila dan Ican berpelukkan.
“kamu jaga diri baik-baik ya, mama kamu juga, nanti
kalau sudah nyampek, kamu tak kabari” pesan Ican
“sampai ketemu satu bulan berikutnya, Mila”
Ican melambaikan tangan dari dalam mobil dan bergegas menuju bandara.
“sampai jumpa, Ican, aku pasti bakalan kangen kamu,
kangen sama selengekanmu, maen bareng-bareng sama kamu”
Mila terus memandang kepergian mobil Ican sampai
bayang mobil itu tak terlihat lagi, lalu mila beranjak pulang, tiba-tiba hp
Mila mendapatkan telp dari rumah. Setelah mendapatkan telepon Mila lalu
menjatuhkan hpnya dan berlari tergesah-gesah menuju rumahnya.
***
1 bulan kemudian
Ican datang kerumah, Mila saat akan masuk kedalam
rumah, Ican melihat banyak karangan bunga yang ada dipekarangan, dan itu
membuat Ican semakin penasaran dengan apa yang terjadi selama sebulan ini tak
pernah ada kabar tentang Mila. Tiba-tiba Ican melihat gadis dengan jilbab merah
muda yang menjuntai datang menghampirinya dan itu adalah Mila, dengan
wajah kaget dan penuh tanda Tanya tentang satu bulan belakangan ini, Mila
mengajak Ican untuk masuk kedalam rumah.
“itu karangan bunga milik siapa,Mil dan kamu.. kamu
kelihatan mirip dengan di kerudung Saskia, ada apa ?” Tanya Ican
Mila hanya terdiam, air mata jatuh membasahi pipi
dan jilbab cantiknya, saat melihat Mila menangis, Ican yang terbiasa memeluk
Mila, saat ingin memeluknya tiba-tiba Mila menjauh dari Ican
“ada apa, Mil?, kamu kenapa ? kamu ga kangen sama
sahabatmu ini? Tanya Ican keheranan
“Can, yang meninggal itu mamaku, tepat saat kamu
berangkat ke Bandung, aku ditelefon bi Rahmi, kondisi mama memburuk, jadi aku
bawa mama kerumah sakit hari itu juga, tapi saat di rumah sakit, kondisi mamaku
ga tertolong, Can” Mila memberi penjelasan dengan air mata yang terus mengalir
membahasi jilbab merah mudanya.
“Mil, kenapa kamu ga bilang, aku kan bisa batalin
ke Bandung, maafin aku ya, Mil. Aku gak ada di sampingmu waktu itu” Ican meminta maaf ke Mila yang tak berada disampingnya ketika Mila
kesusahan
“ga papa, Can, aku pikir waktu itu aku gak mau
ganggu waktu liburanmu, kamu juga berhak buat senang-senang Di sana” jelas Mila sambil
tersenyum simpul
“terus, perubahan kamu ini?” Tanya Ican sambil
melihat Mila dengan tatapan aneh
“Can, jangan liat aku seperti aku ini orang aneh,
seharusnya aku seperti ini dari dulu, mama sering banget nasehati aku buat
seperti ini, mama bilang kalau ini kewajiban muslimah untuk menutup apa yang
seharusnya di tutup, mungkin Saskia juga berpikiran seperti itu waktu
memutuskan menggunakan jilbab, aku baru sadar setelah kepergian mama, aku
nyesel Can kenapa ga lakuin dari dulu sewaktu mama masih hidup, mungkin mama
bakalan lebih bangga keaku” jawab Mila kalem sambil menundukkan kepalanya
“aku tau, kamu lagi sedih, Mil tapi kenapa harus
berpenampilan aneh seperti ini?” masih belum puas dengan jawaban Mila
“ini ga aneh, ini kewajiban, asal kamu tau, cerita
yang pernah kamu sampaikan ke aku tentang Edo dan Saskia, itu salah, aku tau
kenapa Edo memutuskan untuk berpindah agama, bukan karena rayuan Saskia, tapi
Edo sudah cinta Islam sebelum ketemu Saskia, dan sewaktu kenal Saskia, Edo
belajar banyak dari dia dan karena Edo sering bertemu Saskia, Edo
mulai jatuh hati” kata Mila dengan nada rendah nan tegas
“oke!, mungkin aku salah atas omonganku tempo hari,
Mil, aku minta maaf , aku mau jujur sama kamu” raut muka Ican terlihat serius
dan tiba-tiba memegang tangan Mila
“aku, sayang sama kamu, Mil , sejak dulu. Aku takut
jujur ke kamu, aku takut kamu marah dan malah pengakuanku nantinya merusak
persabatan kita, tapi sekarang aku beranikan diriku buat ngomong kaya’ gini,
aku sayang, aku ga perduli kalau ada perbedaan diantara kita,aku sayang kamu ”
lanjut Ican
Mila yang mendengar pengakuan Ican tertegun
sejenak. Tak mengira sahabatnya yang bertahun-tahun bersama memiliki perasaan
yang sama dengannya.
“aku perduli,Can , aku perduli perbedaan itu,
aku sangat perduli, kita itu berbeda ada tembok yang dibuat antara kita. kalau
aku boleh jujur, aku pernah jatuh hati ke kamu, kebaikan kamu, perhatian kamu,
semuanya yang ada di kamu. Tapi aku sadar, perasaan itu salah, ga seharusnya
aku seperti itu” Mila kemudian melepaskan pegangan tangannya dari Ican.
“Mil, kalau perbedaan itu dari keyakinan kita, demi
kamu aku rela ikut keyakinanmu, kita bisa besama-sama kan? kamu juga
sayang aku kn, Mil? , kenapa cuman gara-gara hal sepele seperti ini, kita ga
bisa jalanin hubungan yang lebih,Mil. ” Ican yang semula terlihat tenang,
tiba-tiba menangis
“ini bukan hal yang sepele, Can , aku pernah sayang
ke kamu, bahkan aku juga suka kamu dari kita masih sekolah, kebersamaan kita,
itu semua jadi bahan buat aku bisa sayang kamu, tapi sekarang sayang itu
berubah jadi sayang ke temen, Can, sayang sebagai seorang sahabat . aku mohon
sama kamu, jangan pernah bicara seperti itu, kita sudah seperti ini dari awal
jadi jangan dirubah, aku mohon sama kamu, hubungan kita tetap seperti ini, kamu
menjadi kamu dengan kayakinanmu dan aku dengan keyakinanku.” pinta Mila
dengan suara parau menahan air matanya.